Dubes Uni Eropa minta Program ECHO Green berkelanjutan

id Echo green,Ekonomi hijau,Uni eropa

Dubes Uni Eropa minta Program ECHO Green berkelanjutan

Acara Closing Project Echo Green di Jakarta. (ANTARA/Foto: istimewa)

Jakarta (ANTARA) - Dubes Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei, Vincent Piket meminta pelaksanaan Program ECHO Green yang sasarannya untuk mengedukasi petani, perempuan dan generasi muda tani, yang didanai Uni Eropa sebesar 1 juta Euro ini, terus berkelanjutan.

"Kami tidak mau begitu program ini selesai, kegiatan ini juga selesai. Kami ingin ada keberlanjutan,’’ kata Vincent Piket dalam keterangannya diterima di Depok, Selasa.

Uni Eropa bekerja sama dengan Penabulu Foundation melaksanakan Program ECHO Green dengan menjangkau 99 desa dan telah dirasakan sekitar 350 ribu penerima manfaat.

"Program ini sudah berjalan dan kami harap program ini bisa dikembangkan di sini oleh pemerintah setempat yang telah menjadi proyek kami. Kami senang ada dipamerkan produk hasil bumi yang sudah dalam bentuk produk kemasan," ujarnya

Dalam acara penutupan proyek ECHO Green, berbagai produk pertanian ikut dipamerkan. Produk yang sudah dalam bentuk kemasan yang menarik.

Acara ini juga mengekspos dan mempromosikan ekonomi hijau yang telah dilakukan oleh masing- masing kelompok, pemerintahan desa dan kabupaten dalam mendorong inisiatif ekonomi hijau.


Selain itu, dalam acara yang diikuti peserta yang telah menerima manfaat, juga digelar serangkaian panel diskusi yang sekaligus sebagai momen untuk mendapatkan dukungan dan komitmen di tingkat nasional untuk mempromosikan dan mereplikasi inisiatif ekonomi hijau di wilayah lain.

Ia menjelaskan, dalam Program ECHO Green, pihaknya menguatkan kelembagaan pemerintah desa (pemdes) agar mampu menerapkan pertanian hijau. Dalam artian, pemupukan tidak dengan pupuk kimia, namun dengan pupuk organik.

"Masyarakat perlu mengubah pola pikir, sehingga akan lebih mementingkan kesehatan lingkungan dibanding hasil panen. Jadi kita mencoba mengubah mindset warga desa untuk lebih memikirkan dampak lingkungan, dan kesehatan warganya. Menghindari sebanyak mungkin bahan kimia. Karena ketika pupuk kimia digunakan, selesai panen, tanah akan rusak,’’ paparnya.

National Project Manager ECHO Green, Dida Swarida menjelaskan, program ECHO Green bertujuan untuk mempromosikan inisiatif zona ekonomi hijau dan inklusif oleh perempuan dan pemuda petani di sektor pertanian berkelanjutan.

Proyek ini ditempatkan di pedesaan dalam kerangka tatanan desa baru sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Desa, dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian, ketahanan pangan, kesempatan kerja yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sebagai upaya mendukung pencapaian SDG2, SDG5, dan SDG8 di Indonesia.


"ECHO Green memiliki 2 prioritas intervensi yakni, pertama, meningkatkan kapasitas dan membangun lingkungan yang memungkinkan bagi CSO Indonesia untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketidaksetaraan yang terkait dengan dimensi utama pembangunan berkelanjutan, sosial, lingkungan dan ekonomi," katanya.

"Lalu yang kedua yakni meningkatkan suara perempuan dan pemuda untuk lebih terlibat dalam pembuatan dan implementasi kebijakan sosial, ekonomi dan lingkungan," jelasnya.


ECHO Green diimplementasikan oleh Penabulu sebagai manajer proyek bersama mitra pelaksana yakni ICCO Cooperation (2020-2021), KPSHK dan Konsil LSM sejak Januari 2020 hingga Februari 2023 dengan pembiayaan dari Uni Eropa Delegasi Indonesia Brunei Darussalam.

ECHO Green untuk mendorong peningkatan kapasitas kelompok perempuan dan generasi muda tani di sektor pertanian yang bekerja di tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Padang Pariaman (Sumatera Barat), Kabupaten Grobogan (Jawa Tengah) dan Kabupaten Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat).

Capaian utama ECHO Green antara lain Menghasilkan 5 peta tematik yang terdiri dari potensi sumber daya alam desa, penggunaan lahan pertanian, bencana kerentanan, tata kelola sumber daya air dan irigasi, dan kawasan konservasi tinggi yang disusun secara inklusif dan partisipatif di 99 desa.

Membentuk 147 kelompok tani (74 kelompok perempuan tani dan 73 kelompok generasi muda tani), dengan jumlah anggota total 3.297 orang yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa dan sebagian diantaranya telah meningkat pengetahuannya melalui peningkatan kapasitas dan literasi yang dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan.

Membangun Instalasi 16 demo-plot ekonomi hijau yang dilakukan secara inklusif dan partisipatif di 8 kecamatan dengan total luas lahan demo-plot sebesar 77,642 m2.

"Demo plot terbentuk di setiap kecamatan tersebut difungsikan sebagai lokasi uji coba model inisiatif ekonomi hijau di sektor pertanian sehingga berfungsi sebagai pusat pembelajaran (sekolah lapang) bagi 147 kelompok yang telah terorganisir di 8 kecamatan," terang Dida.

Proyek ini juga menghasilkan 16 Peraturan Desa/Nagari (PerDes/Pernag) tentang tata ruang dan tata guna lahan desa yang inklusif dan menjamin hak-hak ekonomi kelompok perempuan dan generasi muda tani di 8 kecamatan.

Baca juga: Uni Eropa sanksi Grup Wagner pelanggaran HAM di Afrika
Baca juga: Airlangga: Hentikan ekspor kelapa sawit ke Uni Eropa


Lalu, peraturan desa disusun secara inklusif dan partisipatif melibatkan total 358 orang (93 perempuan dan 265 laki-laki) berasal dari unsur-unsur berkepentingan di dalam desa diantaranya, perwakilan pemerintah desa, BPD, RT/RW, tokoh adat/masyarakat, tokoh pemuda, kelompok perempuan dan generasi muda tani.

Mengadvokasi untuk dikeluarkannya 3 Surat Edaran Pemerintah Kabupaten, untuk membangun skema replikasi dan dukungan bagi perempuan dan generasi muda tani dalam inisiatif pertanian hijau berkelanjutan melalui tata kelola wilayah desa dan pengembangan pertanian ramah lingkungan, kemandirian dan ketahanan dan kedaulatan pangan.