Basarnas: pengurangan risiko bencana masih rendah

id Basarnas,bencana

Basarnas: pengurangan risiko bencana masih rendah

Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Mataram, I Nyoman Sidakarya, memberikan pemaparan tentang kendala yang dihadapi personelnya dalam upaya menyelamatkan korban bencana. (ANTARA/Awaludin)

Mataram (ANTARA) - Kepala Biro Hukum dan Kepegawaian Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Abdul Haris Achadi menyatakan pengurangan risiko bencana di Indonesia secara umum masih sangat rendah.

Melalui keterangan tertulis yang diterima di Mataram, Kamis, ia mengatakan upaya untuk penyelamatan atau "golden time" pascabencana terjadi berlangsung selama lima hari. Sementara operasi SAR berlangsung sampai tujuh hari.

"Menurut survei orang yang terdampak bencana berpeluang masih hidup itu sampai hari kelima," kata Abdul memberikan pemaparan dalam acara "coffee morning" bertajuk "Kepemimpinan kolaboratif dalam operasi pencarian dan pertolongan pada bencana gempa bumi di Nusa Tenggara Barat.

Kegiatan yang bertujuan memperkuat koordinasi kesiapsiagaan pra-bencana tersebut digelar di aula Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Mataram.

"Kita ingin menyamakan persepsi untuk pengurangan resiko bencana. Salah satunya melalui tata kelola pemerintahan yang bagus terkait kebencanaan," ujar Abdul.

Dalam pertemuan tersebut, Abdul menawarkan kepada para peserta kepemimpinan kolaboratif desentralisasi dalam melakukan upaya penyelamatan korban bencana. Sebab, SAR tidak bekerja sendiri.

Ia menegaskan dalam penyelamatan atau evakuasi warga korban bencana, SAR tidak mengenal istilah sukses individu. Namun lebih pada kerja sama tim dengan semua pihak terkait.

Apalagi warga yang terdampak berada di daerah, sehingga sudah selayaknya peran daerah juga harus maksimal di lapangan.

"Bencana tidak bisa diprediksi, sehingga koordinasi dan kesiagaan pra-bencana harus diperkuat. Termasuk pemberdayaan masyarakat kaitannya dengan mitigasi," ucap Abdul.

Sementara itu, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Mataram, I Nyoman Sidakarya mengakui, pihaknya tidak bisa bekerja sendirian dalam melakukan upaya penyelamatan korban bencana.

"Terlebih dengan kondisi personel dan fasilitas yang terbatas, sehingga kolaborasi dengan semua instansi terkait mutlak dibutuhkan. Apalagi wilayah kerja kami ini kan sampai Sumbawa dan Bima," katanya.

Ia mengatakan kerja sama dengan instansi terkait sangat dibutuhkan. Misalnya saja, ketika terjadi bencana gempa pada 2018. Basarnas Mataram sempat kesulitan mengevakuasi wisatawan yang ada di Gili Trawangan.

Akibat kapasitas kapal evakuasi Basarnas Mataram memiliki kapasitas terbatas mengangkut wisatawan. Beruntung bantuan dari pihak terkait seperti PT ASDP, TNI-Polri dan lain sebagainya bisa ikut mengevakuasi warga.

"Kami berencana akan mengajukan tambahan fasilitas untuk mendukung operasional Basarnas Mataram," ucapnya.