Mataram (ANTARA) - Pelaksana proyek Rusun Ponpes Modern Al-Kahfi Kabupaten Sumbawa Eman Kadarusman mengungkapkan pemberian fee Rp100 juta karena ada permintaan Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Non-Vertikal Tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR Wilayah Nusa Tenggara Barat Bulera.
"Uang saya serahkan karena ada permintaan biaya operasional dari Kasatker sebesar 5 sampai 10 persen dari nilai proyek," kata Eman Kadarusman dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram yang dipimpin Sri Sulastri, Selasa.
Eman Kadarusman mengakui permintaan itu tidak langsung dari terdakwa Bulera, tetapi dari pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek bernama Heru Sujarwo yang merupakan bawahan terdakwa.
"Jadi, permintaan fee 5 sampai 10 persen itu kata Pak Heru yang menyampaikan kepada saya atas perintah Kasatker," katanya menegaskan.
Alasan Eman Kadarusman menyerahkan uang itu langsung kepada terdakwa Bulera pada hari Rabu (25 September 2019) karena Heru Sujarwo berkali-kali memintanya.
"Tanggal 23 September itu saja, permintaan yang keempat karena waktu itu pekerjaan proyek ini masih panjang. Khawatir akan dipersulit, kami upayakan fee itu ada," ucapnya.
Uang yang diberikan senilai Rp100 juta kepada Bulera, dia dapatkan dari hasil pinjaman dari seorang rekannya asal Cakranegara sebesar Rp50 juta, kemudian Rp50 juta lagi dari kas perusahaan, sisa pencairan termin pertama.
"Dari sisa termin kami masih punya kas Rp50 juta, itu saya ambil dari rekening perusahaan. Terus sisa Rp50 juta, hasil pinjaman dari teman saya, yang dikirim via transfer ke rekening pribadi saya," kata Eman Kadarusman.
Eman Kadarusman mengakui selama proyek ini berjalan hanya bertemu dua kali dengan terdakwa Bulera, tepatnya pada tanggal 25 September 2019. Bahkan, dia tidak pernah berkomunikasi via telepon ataupun menerima pesan singkat via media sosial dari terdakwa.
Pertemuan pertama yang terjadi secara tidak sengaja pada hari Rabu (25 September 2018) pagi, atau ketika menemui Heru Sujarwo di ruang pejabat pembuat komitmen itu guna membicarakan material bangunan.
Selanjutnya, pertemuan kedua pada sore hari di ruang Kasatker sesaat sebelum aksi tangkap tangan.
"Jadi, pada saat penyerahan, saya langsung bertemu terdakwa di ruangannya yang ketika itu sedang menelepon. Setelah menyerahkan uang, Kasatker bilang pekerjaan kami aman dan dia bilang semoga proyek tahun depan dapat pekerjaan lebih bagus lagi," ujarnya.
Eman Kadarusman adalah Kepala Cabang CV Jangkar Utama yang menyerahkan uang Rp100 juta kepada terdakwa Bulera sesaat sebelum Tim Opsnal Polresta Mataram melakukan aksi tangkap tangan di Kantor SNVT, Jalan Majapahit, Kota Mataram, Rabu (25-9-2019).
Aksi tangkap tangan dengan barang bukti uang Rp100 juta itu diamankan dari ruang kerja Bulera. Uang Rp100 juta pecahan seratus ribu ditemukan petugas pada map cokelat dalam tas hitam yang sebelumnya diakui terdakwa Bulera dipindahkan dari plastik biru pemberian Eman Kadarusman.
Adanya permintaan dan bukti uang tersebut menjadi dasar jaksa penuntut umum mendakwa Bulera melakukan pemerasan kepada pelaksana proyek rusun ponpes dengan meminta fee 5—10 persen dari pagu anggaran proyek sebesar Rp3,4 miliar.
"Uang saya serahkan karena ada permintaan biaya operasional dari Kasatker sebesar 5 sampai 10 persen dari nilai proyek," kata Eman Kadarusman dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram yang dipimpin Sri Sulastri, Selasa.
Eman Kadarusman mengakui permintaan itu tidak langsung dari terdakwa Bulera, tetapi dari pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek bernama Heru Sujarwo yang merupakan bawahan terdakwa.
"Jadi, permintaan fee 5 sampai 10 persen itu kata Pak Heru yang menyampaikan kepada saya atas perintah Kasatker," katanya menegaskan.
Alasan Eman Kadarusman menyerahkan uang itu langsung kepada terdakwa Bulera pada hari Rabu (25 September 2019) karena Heru Sujarwo berkali-kali memintanya.
"Tanggal 23 September itu saja, permintaan yang keempat karena waktu itu pekerjaan proyek ini masih panjang. Khawatir akan dipersulit, kami upayakan fee itu ada," ucapnya.
Uang yang diberikan senilai Rp100 juta kepada Bulera, dia dapatkan dari hasil pinjaman dari seorang rekannya asal Cakranegara sebesar Rp50 juta, kemudian Rp50 juta lagi dari kas perusahaan, sisa pencairan termin pertama.
"Dari sisa termin kami masih punya kas Rp50 juta, itu saya ambil dari rekening perusahaan. Terus sisa Rp50 juta, hasil pinjaman dari teman saya, yang dikirim via transfer ke rekening pribadi saya," kata Eman Kadarusman.
Eman Kadarusman mengakui selama proyek ini berjalan hanya bertemu dua kali dengan terdakwa Bulera, tepatnya pada tanggal 25 September 2019. Bahkan, dia tidak pernah berkomunikasi via telepon ataupun menerima pesan singkat via media sosial dari terdakwa.
Pertemuan pertama yang terjadi secara tidak sengaja pada hari Rabu (25 September 2018) pagi, atau ketika menemui Heru Sujarwo di ruang pejabat pembuat komitmen itu guna membicarakan material bangunan.
Selanjutnya, pertemuan kedua pada sore hari di ruang Kasatker sesaat sebelum aksi tangkap tangan.
"Jadi, pada saat penyerahan, saya langsung bertemu terdakwa di ruangannya yang ketika itu sedang menelepon. Setelah menyerahkan uang, Kasatker bilang pekerjaan kami aman dan dia bilang semoga proyek tahun depan dapat pekerjaan lebih bagus lagi," ujarnya.
Eman Kadarusman adalah Kepala Cabang CV Jangkar Utama yang menyerahkan uang Rp100 juta kepada terdakwa Bulera sesaat sebelum Tim Opsnal Polresta Mataram melakukan aksi tangkap tangan di Kantor SNVT, Jalan Majapahit, Kota Mataram, Rabu (25-9-2019).
Aksi tangkap tangan dengan barang bukti uang Rp100 juta itu diamankan dari ruang kerja Bulera. Uang Rp100 juta pecahan seratus ribu ditemukan petugas pada map cokelat dalam tas hitam yang sebelumnya diakui terdakwa Bulera dipindahkan dari plastik biru pemberian Eman Kadarusman.
Adanya permintaan dan bukti uang tersebut menjadi dasar jaksa penuntut umum mendakwa Bulera melakukan pemerasan kepada pelaksana proyek rusun ponpes dengan meminta fee 5—10 persen dari pagu anggaran proyek sebesar Rp3,4 miliar.