Mataram (ANTARA) - Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Nusa Tenggara Barat menggelar pertemuan dengan jajaran Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nusa Tenggara (DJP Nusra) untuk menyelesaikan masalah penolakan penggunaan jasa pramuwisata secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Kedatangan Ketua HPI NTB Dr H Ainuddin, datang bersama 15 anggotanya diterima oleh Kepala Sub Bagian Administrasi Laporan dan Kepatuhan Internal, Trang Bintoro, mewakili Kepala Kantor Wilayah DJP Nusra, Belis Siswanto, di Mataram, Senin.
Ainuddin menjelaskan kedatangannya dalam rangka menyampaikan keberatan para pramuwisata (guide) yang tidak diizinkan memandu para tamu Kantor Wilayah DJP Nusra dari Jawa Tengah, yang berkunjung ke sejumlah destinasi wisata di Pulau Lombok, beberapa hari lalu.
Padahal, penggunaan jasa pramuwisata lokal sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2016 tentang Pramuwisata.
"Sebelumnya, kami sudah siapkan lima orang pramuwisata. Tapi tidak dipakai. Ada oknum pegawai Kantor Wilayah DJP Nusra sebagai panitia, tidak membolehkan dengan alasan tidak ada aturannya. Makanya, kami datang hari ini untuk meluruskan masalah tersebut," ujarnya.
Ainuddin yang juga berprofesi sebagai pengacara tersebut mengatakan, kedatangan rombongan dari Jawa Tengah adalah untuk kegiatan dinas.
Namun dalam pelaksanaannya, ratusan orang pegawai pajak tersebut menyempatkan diri mengunjungi beberapa objek wisata, seperti Gili Trawangan di Kabupaten Lombok Utara, dan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah.
Seharusnya, kata dia, setiap rombongan wisatawan harus melibatkan pramuwisata lokal sebagai penunjuk arah dan memberikan gambaran yang benar tentang destinasi wisata daerah. Hal itu sudah diamanatkan dalam peraturan daerah.
"Kalau wisatawan dapat info yang tidak tepat tentang pariwisata bagaimana, itu bisa merugikan daerah. Makanya penggunaan pramuwisata lokal diwajibkan sesuai yang diatur dalam peraturan daerah dan itu harus dipatuhi," ucap Ainuddin.
Menurut dia, pihak yang tidak mengindahkan Peraturan Daerah tentang Pramuwisata bisa dipidana dengan ancaman kurungan penjara selama enam bulan dan denda Rp50 juta. Hal itu sudah pernah terjadi di Bali.
Oleh sebab itu, Ainuddin menginginkan kejadian serupa tidak terjadi di daerahnya.
"Makanya kami datang ke Kantor Wilayah DJP Nusra untuk mengingatkan tentang aturan-aturan yang berlaku di daerah, terutama tentang kepariwisataan," katanya.
Pertemuan tersebut berakhir dengan saling memaafkan ditandai dengan bersalaman antara Ketua HPI NTB Dr Ainuddin, dengan Kepala Sub Bagian Administrasi Laporan dan Kepatuhan Internal, Trang Bintoro, mewakili Kepala Kantor Wilayah DJP Nusra, Belis Siswanto.
Selain itu, disepakati juga sinergi kedua belah pihak untuk bekerja sama menghidupkan kembali dunia pariwisata di Pulau Lombok.
Salah satu yang akan dilakukan dalam waktu dekat adalah sosialisasi dalam bentuk "in house training" tentang pramuwisata, wisata halal dan lainnya, khususnya di jajaran Kanwil DJP Nusra dan unit vertikal di bawahnya.
Kedatangan Ketua HPI NTB Dr H Ainuddin, datang bersama 15 anggotanya diterima oleh Kepala Sub Bagian Administrasi Laporan dan Kepatuhan Internal, Trang Bintoro, mewakili Kepala Kantor Wilayah DJP Nusra, Belis Siswanto, di Mataram, Senin.
Ainuddin menjelaskan kedatangannya dalam rangka menyampaikan keberatan para pramuwisata (guide) yang tidak diizinkan memandu para tamu Kantor Wilayah DJP Nusra dari Jawa Tengah, yang berkunjung ke sejumlah destinasi wisata di Pulau Lombok, beberapa hari lalu.
Padahal, penggunaan jasa pramuwisata lokal sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2016 tentang Pramuwisata.
"Sebelumnya, kami sudah siapkan lima orang pramuwisata. Tapi tidak dipakai. Ada oknum pegawai Kantor Wilayah DJP Nusra sebagai panitia, tidak membolehkan dengan alasan tidak ada aturannya. Makanya, kami datang hari ini untuk meluruskan masalah tersebut," ujarnya.
Ainuddin yang juga berprofesi sebagai pengacara tersebut mengatakan, kedatangan rombongan dari Jawa Tengah adalah untuk kegiatan dinas.
Namun dalam pelaksanaannya, ratusan orang pegawai pajak tersebut menyempatkan diri mengunjungi beberapa objek wisata, seperti Gili Trawangan di Kabupaten Lombok Utara, dan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah.
Seharusnya, kata dia, setiap rombongan wisatawan harus melibatkan pramuwisata lokal sebagai penunjuk arah dan memberikan gambaran yang benar tentang destinasi wisata daerah. Hal itu sudah diamanatkan dalam peraturan daerah.
"Kalau wisatawan dapat info yang tidak tepat tentang pariwisata bagaimana, itu bisa merugikan daerah. Makanya penggunaan pramuwisata lokal diwajibkan sesuai yang diatur dalam peraturan daerah dan itu harus dipatuhi," ucap Ainuddin.
Menurut dia, pihak yang tidak mengindahkan Peraturan Daerah tentang Pramuwisata bisa dipidana dengan ancaman kurungan penjara selama enam bulan dan denda Rp50 juta. Hal itu sudah pernah terjadi di Bali.
Oleh sebab itu, Ainuddin menginginkan kejadian serupa tidak terjadi di daerahnya.
"Makanya kami datang ke Kantor Wilayah DJP Nusra untuk mengingatkan tentang aturan-aturan yang berlaku di daerah, terutama tentang kepariwisataan," katanya.
Pertemuan tersebut berakhir dengan saling memaafkan ditandai dengan bersalaman antara Ketua HPI NTB Dr Ainuddin, dengan Kepala Sub Bagian Administrasi Laporan dan Kepatuhan Internal, Trang Bintoro, mewakili Kepala Kantor Wilayah DJP Nusra, Belis Siswanto.
Selain itu, disepakati juga sinergi kedua belah pihak untuk bekerja sama menghidupkan kembali dunia pariwisata di Pulau Lombok.
Salah satu yang akan dilakukan dalam waktu dekat adalah sosialisasi dalam bentuk "in house training" tentang pramuwisata, wisata halal dan lainnya, khususnya di jajaran Kanwil DJP Nusra dan unit vertikal di bawahnya.