Mataram (ANTARA) - Terdakwa suap proyek Rusun Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Al-Kahfi di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Bulera, dituntut pidana penjara selama 18 bulan atau sebanding satu tahun dan enam bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsidair empat bulan kurungan.
Tuntutan pidana untuk mantan Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Non Vertikal tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR Wilayah NTB ini disampaikan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Ida Ayu Putu Camundi Dewi, ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa.
"Menuntut supaya Majelis Hakim memutuskan dan menyatakan terdakwa terbukti bersalah telah melanggar pidana Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan keduanya," kata Camundi.
Tuntutan tersebut disampaikan JPU berdasarkan fakta yang terungkap dari hasil pemeriksaan saksi, terdakwa, dan alat bukti suap yang dihadirkan sepanjang persidangannya.
"Jadi semua unsur pidana korupsi pada pasal 11 sudah dapat dibuktikan," ujarnya.
Kemudian terkait dengan fee proyek yang diterima terdakwa Bulera dari pelaksana proyek Rusun Ponpes Modern Al-Kahfi, Eman Kadarusman, senilai Rp100 juta diminta JPU untuk disetorkan ke kas negara.
Menanggapi tuntutannya, Penasihat Hukum terdakwa Bulera, Baharudin, menyampaikan bahwa pihaknya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) dan meminta waktu kepada Majelis Hakim yang dipimpin Sri Sulastri, untuk disampaikan dalam persidangan lanjutan, Selasa (17/3) pekan depan.
Selain dari penasihat hukum, terdakwa Bulera kepada Majelis Hakim juga meminta untuk diberikan kesempatan menyampaikan nota pembelaannya secara mandiri.
"Di samping pembelaan dari penasihat hukum, saya juga akan menyampaikan (pledoi) dari saya sendiri," kata terdakwa Bulera.
Usai mendengar tanggapannya, Ketua Majelis Hakim Sri Sulastri mempersilahkan kepada terdakwa maupun penasihat hukum untuk menyampaikannya pada sidang lanjutan yang akan digelar pada Selasa (17/3) mendatang.
"Yang penting ada bukti tertulisnya, dipersilahkan untuk disampaikan pada sidang lanjutan pekan depan," ujar Sri Sulastri sembari menutup jalannya persidangan tuntutan perkara suap tersebut.
Tuntutan pidana untuk mantan Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Non Vertikal tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR Wilayah NTB ini disampaikan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Ida Ayu Putu Camundi Dewi, ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa.
"Menuntut supaya Majelis Hakim memutuskan dan menyatakan terdakwa terbukti bersalah telah melanggar pidana Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan keduanya," kata Camundi.
Tuntutan tersebut disampaikan JPU berdasarkan fakta yang terungkap dari hasil pemeriksaan saksi, terdakwa, dan alat bukti suap yang dihadirkan sepanjang persidangannya.
"Jadi semua unsur pidana korupsi pada pasal 11 sudah dapat dibuktikan," ujarnya.
Kemudian terkait dengan fee proyek yang diterima terdakwa Bulera dari pelaksana proyek Rusun Ponpes Modern Al-Kahfi, Eman Kadarusman, senilai Rp100 juta diminta JPU untuk disetorkan ke kas negara.
Menanggapi tuntutannya, Penasihat Hukum terdakwa Bulera, Baharudin, menyampaikan bahwa pihaknya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) dan meminta waktu kepada Majelis Hakim yang dipimpin Sri Sulastri, untuk disampaikan dalam persidangan lanjutan, Selasa (17/3) pekan depan.
Selain dari penasihat hukum, terdakwa Bulera kepada Majelis Hakim juga meminta untuk diberikan kesempatan menyampaikan nota pembelaannya secara mandiri.
"Di samping pembelaan dari penasihat hukum, saya juga akan menyampaikan (pledoi) dari saya sendiri," kata terdakwa Bulera.
Usai mendengar tanggapannya, Ketua Majelis Hakim Sri Sulastri mempersilahkan kepada terdakwa maupun penasihat hukum untuk menyampaikannya pada sidang lanjutan yang akan digelar pada Selasa (17/3) mendatang.
"Yang penting ada bukti tertulisnya, dipersilahkan untuk disampaikan pada sidang lanjutan pekan depan," ujar Sri Sulastri sembari menutup jalannya persidangan tuntutan perkara suap tersebut.