Mataram (ANTARA) - Menjadi orang tua sungguh tidak mudah. Di media sosial banyak orangtua mengeluh terkait betapa repotnya membimbing anak-anak belajar di rumah selama masa pandemi virus corona baru (Covid-19) yang mengharuskan mereka bekerja dari rumah atau “Work From Home” (WFH) dan anak-anak belajar di rumah.
Di sisi lain banyak pula anak-anak yang dengan polos mengungkapkan kesedihan dan kekecewaan kepada gurunya melalui komunikasi via telpon atau WhatsApp (WA) karena selama belajar di rumah merasa tidak mendapakan bimbingan sebagaimana yang sebelumnya mereka rasakan dari guru-gurunya di sekolah.
Pertanyaan yang kemudian bisa muncul di benak seorang guru adalah, mengapa orangtua merasa kesulitan membimbing anak-anaknya untuk belajar dengan sungguh-sungguh di rumah? Kenapa pula anak-anak sejatinya lebih suka belajar seperti biasanya di sekolah?
Dalam kaitan ini UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB) menyebutkan, hampir 300 juta siswa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia terganggu kegiatan sekolahnya akibat adanya wabah Covid-19 dan wabah virus tersebut bisa mengancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan.
Tidak dapat dipungkiri, wabah virus corona telah berdampak terhadap sektor pendidikan, khususnya terhadap hak-hak pelayanan pendidikan yang biasanya diperoleh para siswa dari guru-gurunya di sekolah. Jika wabah ini tidak segera bisa diatasi, dipastikan anak-anak akan terganggu hak-haknya untuk mendapatkan layanan pendidikan yang maksimal.
Wabah Covid-19 memang telah berdampak kepada kegiatan-kegiatan penting siswa yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh tiap sekolah. Konsekuensinya, capaian target bidang pendidikan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan sekolah-sekolah juga akan mengalami hambatan.
Langkah yang telah diputuskan sekolah terkait adanya wabah Covid-19 adalah menghentikan semua kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah dan mengharuskan pelajar atau siswa untuk belajar di rumah dengan bimbingan orangtua.
Menghadapi situasi seperti itu, setiap guru dan dosen memiliki strategi tersendiri untuk tetap dapat memberikan pembelajaran kepada para siswa atau mahasiswanya. Ada yang menggunakan aplikasi googleclassroom dan ada pula yang memakai Whatsapp, Zoom, Jit.si.meet dan berbagai aplikasi lainnya.
Pemberian tugas dengan pembelajaran melalui penggunaan aplikasi teknologi informasi seperti itu mengharuskan orangtua untuk membimbing dan menjadi pengajar anak-anaknya di rumah sebagai pengganti guru di sekolah.
Persoalannya kemudian, ternyata banyak orangtua merasa stress dan emosi menghadapi sikap kritis anak-anak, atau tidak percayanya anak-anak kepada bimbingan orangtua yang dalam beberapa kasus malahan mengakibatkan munculnya kekerasan orangtua terhadap anak-anak di rumah.
Keluhan terjadi di sana-sini, baik dari orangtua maupun dari anak-anak. Orangtua mengeluh karena ketidaksabarannya menghadapi anak sendiri ketika memberikan bimbingan belajar di rumah, sementara mereka sendiri harus bekerja dari rumah.
Di sisi lain, keluhan anak-anak tidak kalah serunya. Mereka kadang-kadang merasa tertekan dengan cara orangtuanya melakukan bimbingan belajar di rumah. Tidak sedikit anak-anak menelpon gurunya sambil menangis serta menyatakan kangen dan ingin berjumpa guru serta teman-temannya di sekolah.
Tingkat stress orangtua dan anak-anak kemudian meningkat, terutama di daerah-daerah yang memperpanjang masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena belum meredanya wabah Covid-19 serta belum jelasnya kapan wabah itu bisa diatasi. Konsekuensinya, orangtua harus tetap membimbing anak-anak di rumah.
Tetapi ada satu hikmah bagi para orangtua, yaitu bahwa mereka semakin memahami bagaimana sulitnya menjadi seorang guru. Guru dituntut dengan banyak target yang harus dipenuhi, sementara segudang kesibukan lain yang terkait dengan bidang tugasnya juga harus dituntaskan.
Sementara itu tuntutan pekerjaan mengharuskan mereka tampil sempurna di depan anak-anak di sekolah, bahkan tidak jarang di depan para orangtua yang datang ke sekolah. Selama ini para orangtua kurang memahami dan tidak merasakan bagaimana repotnya guru menghadapi berbagai macam karakteristik peserta didik.
Guru bukan hanya sekedar harus terampil dalam menyampaikan bahan ajar, namun juga harus mampu mengembangkan kepribadian dan watak anak-anak serta mengembangkan dan mempertajam hati nurani mereka.
Di sisi lain, tidak jarang para guru mendapatkan protes dan perlakuan yang tidak mengenakkan dari pihak wali murid. Ketidakpuasan seorang wali murid malahan sering dikemukakan di depan wali murid lainnya, bahkan diviralkan di media sosial.
Namun hebatnya para guru, walaupun menghadapi situasi psikologis yang tidak menyenangkan dari anak-anak didik dan wali murid, pada umumnya mereka tetap tampil menjadi pribadi yang mengayomi, mendidik, dan menyayangi murid-muridnya.
Efek belajar di rumah membuat banyak wali murid sadar bahwa guru memang “luar biasa”. Kesabaran dan ketekunan serta ketelatenan guru yang selama ini kurang diperhatikan, ternyata tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh para orangtua di rumah dalam membimbing anak-anak sendiri.
Maka, dalam kaitan ini para orangtua juga perlu memahami ilmu Pedagogi agar mereka dapat memberikan bimbingan belajar dengan baik terhadap anak-anaknya. Pedagogi itu sendiri adalah ilmu atau seni menjadi seorang guru atau pengajar. Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran terhadap anak-anak.
Pedagogi merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak-anak dan bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik serta apa tugas pendidik dalam mendidik anak, selain juga apa yang menjadi tujuan mendidik anak.
Pedagogi berasal dari bahasa Yunani, yakni “paid” berarti kanak-kanak dan “agogos” yang berarti memimpin. Kemudian Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau per definisi diartikan secara khusus sebagai “suatu ilmu dan seni mengajar anak-anak”. Pedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai “ilmu dan seni mengajar”.
Pedagogi juga kadang-kadang merujuk pada penggunaan yang tepat dari strategi mengajar. Sehubungan dengan strategi mengajar itu, filosofi mengajar diterapkan dan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalaman, situasi pribadi, lingkungan, serta tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh guru dan peserta didik.
Dalam hubungan ini pula ke depan sekolah-sekolah perlu mengadakan workshop (lolakarya) atau bahkan mungkin seminar-seminar parenting bagi masyarakat terkait pentingnya Ilmu Pedagogi yang juga harus dipahami para orangtua siswa.
Namun perlu ditekankan bahwa ilmu Pedagogi terasa penting, bukan karena terkait adanya wabah Covid 19 yang mengharuskan anak-anak belajar di rumah, tetapi lebih dari itu sangat diperlukan untuk terbinanya kerjasama antara guru dan orangtua siswa dalam meyambung pelajaran dari sekolah ke rumah atas bimbingan orangtua.
Ilmu ini juga mengajarkan bahwa anak-anak sejatinya memerlukan lingkungan yang baik, yakni lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut mengharuskan orangtua dan guru untuk bisa bekerjasama dalam membimbing dan membentuk kakakter seorang anak.
*Penulis, Dr. Elli Widia, S.Pd., MM.Pd, Tutor pendidikan Dasar S1 Universitas Terbuka (UT), Tutor Pascasarjana UT, dan Dosen Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Batam (Uniba).
Di sisi lain banyak pula anak-anak yang dengan polos mengungkapkan kesedihan dan kekecewaan kepada gurunya melalui komunikasi via telpon atau WhatsApp (WA) karena selama belajar di rumah merasa tidak mendapakan bimbingan sebagaimana yang sebelumnya mereka rasakan dari guru-gurunya di sekolah.
Pertanyaan yang kemudian bisa muncul di benak seorang guru adalah, mengapa orangtua merasa kesulitan membimbing anak-anaknya untuk belajar dengan sungguh-sungguh di rumah? Kenapa pula anak-anak sejatinya lebih suka belajar seperti biasanya di sekolah?
Dalam kaitan ini UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB) menyebutkan, hampir 300 juta siswa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia terganggu kegiatan sekolahnya akibat adanya wabah Covid-19 dan wabah virus tersebut bisa mengancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan.
Tidak dapat dipungkiri, wabah virus corona telah berdampak terhadap sektor pendidikan, khususnya terhadap hak-hak pelayanan pendidikan yang biasanya diperoleh para siswa dari guru-gurunya di sekolah. Jika wabah ini tidak segera bisa diatasi, dipastikan anak-anak akan terganggu hak-haknya untuk mendapatkan layanan pendidikan yang maksimal.
Wabah Covid-19 memang telah berdampak kepada kegiatan-kegiatan penting siswa yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh tiap sekolah. Konsekuensinya, capaian target bidang pendidikan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan sekolah-sekolah juga akan mengalami hambatan.
Langkah yang telah diputuskan sekolah terkait adanya wabah Covid-19 adalah menghentikan semua kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah dan mengharuskan pelajar atau siswa untuk belajar di rumah dengan bimbingan orangtua.
Menghadapi situasi seperti itu, setiap guru dan dosen memiliki strategi tersendiri untuk tetap dapat memberikan pembelajaran kepada para siswa atau mahasiswanya. Ada yang menggunakan aplikasi googleclassroom dan ada pula yang memakai Whatsapp, Zoom, Jit.si.meet dan berbagai aplikasi lainnya.
Pemberian tugas dengan pembelajaran melalui penggunaan aplikasi teknologi informasi seperti itu mengharuskan orangtua untuk membimbing dan menjadi pengajar anak-anaknya di rumah sebagai pengganti guru di sekolah.
Persoalannya kemudian, ternyata banyak orangtua merasa stress dan emosi menghadapi sikap kritis anak-anak, atau tidak percayanya anak-anak kepada bimbingan orangtua yang dalam beberapa kasus malahan mengakibatkan munculnya kekerasan orangtua terhadap anak-anak di rumah.
Keluhan terjadi di sana-sini, baik dari orangtua maupun dari anak-anak. Orangtua mengeluh karena ketidaksabarannya menghadapi anak sendiri ketika memberikan bimbingan belajar di rumah, sementara mereka sendiri harus bekerja dari rumah.
Di sisi lain, keluhan anak-anak tidak kalah serunya. Mereka kadang-kadang merasa tertekan dengan cara orangtuanya melakukan bimbingan belajar di rumah. Tidak sedikit anak-anak menelpon gurunya sambil menangis serta menyatakan kangen dan ingin berjumpa guru serta teman-temannya di sekolah.
Tingkat stress orangtua dan anak-anak kemudian meningkat, terutama di daerah-daerah yang memperpanjang masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena belum meredanya wabah Covid-19 serta belum jelasnya kapan wabah itu bisa diatasi. Konsekuensinya, orangtua harus tetap membimbing anak-anak di rumah.
Tetapi ada satu hikmah bagi para orangtua, yaitu bahwa mereka semakin memahami bagaimana sulitnya menjadi seorang guru. Guru dituntut dengan banyak target yang harus dipenuhi, sementara segudang kesibukan lain yang terkait dengan bidang tugasnya juga harus dituntaskan.
Sementara itu tuntutan pekerjaan mengharuskan mereka tampil sempurna di depan anak-anak di sekolah, bahkan tidak jarang di depan para orangtua yang datang ke sekolah. Selama ini para orangtua kurang memahami dan tidak merasakan bagaimana repotnya guru menghadapi berbagai macam karakteristik peserta didik.
Guru bukan hanya sekedar harus terampil dalam menyampaikan bahan ajar, namun juga harus mampu mengembangkan kepribadian dan watak anak-anak serta mengembangkan dan mempertajam hati nurani mereka.
Di sisi lain, tidak jarang para guru mendapatkan protes dan perlakuan yang tidak mengenakkan dari pihak wali murid. Ketidakpuasan seorang wali murid malahan sering dikemukakan di depan wali murid lainnya, bahkan diviralkan di media sosial.
Namun hebatnya para guru, walaupun menghadapi situasi psikologis yang tidak menyenangkan dari anak-anak didik dan wali murid, pada umumnya mereka tetap tampil menjadi pribadi yang mengayomi, mendidik, dan menyayangi murid-muridnya.
Efek belajar di rumah membuat banyak wali murid sadar bahwa guru memang “luar biasa”. Kesabaran dan ketekunan serta ketelatenan guru yang selama ini kurang diperhatikan, ternyata tidak dapat dilaksanakan dengan baik oleh para orangtua di rumah dalam membimbing anak-anak sendiri.
Maka, dalam kaitan ini para orangtua juga perlu memahami ilmu Pedagogi agar mereka dapat memberikan bimbingan belajar dengan baik terhadap anak-anaknya. Pedagogi itu sendiri adalah ilmu atau seni menjadi seorang guru atau pengajar. Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran terhadap anak-anak.
Pedagogi merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak-anak dan bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik serta apa tugas pendidik dalam mendidik anak, selain juga apa yang menjadi tujuan mendidik anak.
Pedagogi berasal dari bahasa Yunani, yakni “paid” berarti kanak-kanak dan “agogos” yang berarti memimpin. Kemudian Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau per definisi diartikan secara khusus sebagai “suatu ilmu dan seni mengajar anak-anak”. Pedagogi kemudian didefinisikan secara umum sebagai “ilmu dan seni mengajar”.
Pedagogi juga kadang-kadang merujuk pada penggunaan yang tepat dari strategi mengajar. Sehubungan dengan strategi mengajar itu, filosofi mengajar diterapkan dan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalaman, situasi pribadi, lingkungan, serta tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh guru dan peserta didik.
Dalam hubungan ini pula ke depan sekolah-sekolah perlu mengadakan workshop (lolakarya) atau bahkan mungkin seminar-seminar parenting bagi masyarakat terkait pentingnya Ilmu Pedagogi yang juga harus dipahami para orangtua siswa.
Namun perlu ditekankan bahwa ilmu Pedagogi terasa penting, bukan karena terkait adanya wabah Covid 19 yang mengharuskan anak-anak belajar di rumah, tetapi lebih dari itu sangat diperlukan untuk terbinanya kerjasama antara guru dan orangtua siswa dalam meyambung pelajaran dari sekolah ke rumah atas bimbingan orangtua.
Ilmu ini juga mengajarkan bahwa anak-anak sejatinya memerlukan lingkungan yang baik, yakni lingkungan rumah, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut mengharuskan orangtua dan guru untuk bisa bekerjasama dalam membimbing dan membentuk kakakter seorang anak.
*Penulis, Dr. Elli Widia, S.Pd., MM.Pd, Tutor pendidikan Dasar S1 Universitas Terbuka (UT), Tutor Pascasarjana UT, dan Dosen Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Batam (Uniba).