Jakarta (ANTARA) - Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Achsanul Habib menyatakan hingga saat ini belum ada laporan mengenai pengungsi atau pencari suaka di Indonesia yang terinfeksi COVID-19.
“Kami terus berkomunikasi dengan UNHCR maupun IOM agar jangan sampai ada (diantara mereka yang terinfeksi), karena mereka sangat rawan dan rentan terhadap penyebaran virus yang sangat cepat,” kata Habib dalam sesi seminar secara daring mengenai "Diplomasi Multilateral Indonesia di tengah COVID-19", dari Jakarta, Kamis.
Meskipun bukan merupakan negara pihak Konvensi 1951 dan Protokol 1967, kata Habib, Indonesia telah menjalankan mekanisme nasional untuk penanganan pengungsi bekerjasama dengan pemerintah daerah, UNHCR, serta IOM.
Selama menghadapi pandemi COVID-19, Indonesia telah berkoordinasi dengan dua organisasi internasional tersebut guna membekali para pengungsi dengan informasi dan alat perlindungan diri yang paling mendasar seperti masker, alat sanitasi, serta disinfektan.
“Informasi juga telah disajikan dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa yang tidak umum seperti Somalia dan Farsi,” kata Habib.
Hingga akhir April 2020, terdapat 13.550 pengungsi dan pencari suaka dari 46 negara berada di Indonesia.
Dalam menangani para pengungsi tersebut, Indonesia mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2015, serta asas kemanusiaan, non refoulement, dan penghormatan HAM.
Untuk mencegah penyebaran COVID-19 di kalangan pengungsi, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan UNHCR dan IOM telah berupaya memberikan akses kesehatan bagi pengungsi serta memberikan bantuan tunai kepada pengungsi yang rentan dan berisiko tinggi untuk menunjang kondisi kesehatan dan kebersihan.
“Sebagai negara non pihak, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya ekstra dalam penanganan pengungsi dari luar negeri,” kata Habib.
Tak ada pengungsi di Indonesia yang terinfeksi COVID-19
Para pengungsi Kalideres berdemo di depan Menara Ravindo, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2019). (Antara/Livia Kristianti)