Mataram (ANTARA) - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Nusa Tenggara Barat 2020 dipastikan mengalami defisit Rp412 miliar lebih dampak penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).
"Covid-19 ini luar biasa. Tidak saja meredupkan aktivitas perekonomian masyarakat. Tapi juga menggerus target pendapatan semua daerah termasuk APBD NTB 2020 pun kini sudah terdampak. Pendapatan daerah mengalami defisit sebesar Rp412 miliar lebih atau 7,55%. Ini risiko yang tidak bisa dihindari," kata Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi di Mataram, Sabtu.
Anggota DPRD NTB dari Fraksi PKS ini mengaku instruksi pusat dalam bentuk Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Mendagri Nomor 177/KMK.07/2020 memaksa daerah untuk melakukan penyesuaian APBD 2020 demi penanganan Covid 19 dan pengamanan daya beli masyarakat.
Akibatnya, target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sulit dicapai seiring dengan menurunnya kegiatan perekonomian masyarakat akibat kebijakan pembatasan sosial, "stay at home", "work from home", dalam waktu yang cukup lama dan tak menentu kapan berakhir.
"Begitu juga pendapatan transfer dari pusat mengalami penyesuaian karena perekonomian nasional dan pendapatan negara juga ikut terpukul. Karena itu, belanja daerah juga harus disesuaikan," ujarnya.
Menurutnya, sesuai instruksi pusat, belanja barang/jasa dan belanja modal harus dirasionalisasi sekurang-kurangnya 50% dan dialihkan untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 dan pemulihan dampak sosial ekonominya. Jika instruksi ini tidak segera dipatuhi, daerah mendapatkan sanksi penundaan Dana Alokasi Umum (DAU).
"Tentu ini posisi yang sangat sulit bagi NTB karena APBD masih sangat tergantung pada dana transfer pusat. Tahun lalu kontribusi pusat terhadap total APBD masih sekitar 65%," terang anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) V Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat tersebut.
Dari informasi yang diterimanya berdasarkan hasil rekap sementara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk target PAD menurun menjadi Rp1,67 triliun dari sebelumnya ditargetkan Rp1,84 triliun atau berkurang sebesar 8,99%.
Selanjutnya, Dana Perimbangan menurun menjadi Rp3,32 triliun dari sebelumnya ditargetkan sebesar Rp3,55 triliun atau berkurang sebesar 6,37%. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah juga ikut menurun menjadi Rp43,3 miliar dari sebelumnya ditargetkan sebesar Rp63,5 miliar atau berkurang sebesar 31,77%.
"Dengan demikian kita mengalami defisit pendapatan daerah sekitar Rp412 miliar dari sebelumnya Rp5,46 triliun menjadi Rp5,04 triliun atau defisit 7,55%," jelas Sambirang.
Akibat terjadi penyesuaian pendapatan tersebut, kata Sambirang, konsekuensinya terjadi juga penyesuaian belanja untuk menutup defisit. Tantangannya sekarang yakni bagaimana menyesuaikan belanja dengan target pendapatan yang telah terkoreksi.
"Tentu ada yang harus tergeser sasaran dan peruntukannya sesuai arahan pemerintah pusat tentang refocusing dan realokasi anggaran untuk Covid 19," imbuhnya.
Karena itu, pihaknya berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB cerdas menyikapi ini. Termasuk, aspirasi DPRD juga harus diperhatikan sepanjang itu memiliki fungsi penanganan dampak sosial ekonomi, yaitu mengurangi pengangguran, mempertahankan daya beli dan pemberdayaan masyarakat.
"Untuk mendalami rincian pendapatan daerah yang banyak terkoreksi akibat Covid 19 ini. Komisi III akan memanggil Bappenda dan BPKAD dalam waktu dekat," katanya.
"Covid-19 ini luar biasa. Tidak saja meredupkan aktivitas perekonomian masyarakat. Tapi juga menggerus target pendapatan semua daerah termasuk APBD NTB 2020 pun kini sudah terdampak. Pendapatan daerah mengalami defisit sebesar Rp412 miliar lebih atau 7,55%. Ini risiko yang tidak bisa dihindari," kata Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi di Mataram, Sabtu.
Anggota DPRD NTB dari Fraksi PKS ini mengaku instruksi pusat dalam bentuk Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Mendagri Nomor 177/KMK.07/2020 memaksa daerah untuk melakukan penyesuaian APBD 2020 demi penanganan Covid 19 dan pengamanan daya beli masyarakat.
Akibatnya, target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sulit dicapai seiring dengan menurunnya kegiatan perekonomian masyarakat akibat kebijakan pembatasan sosial, "stay at home", "work from home", dalam waktu yang cukup lama dan tak menentu kapan berakhir.
"Begitu juga pendapatan transfer dari pusat mengalami penyesuaian karena perekonomian nasional dan pendapatan negara juga ikut terpukul. Karena itu, belanja daerah juga harus disesuaikan," ujarnya.
Menurutnya, sesuai instruksi pusat, belanja barang/jasa dan belanja modal harus dirasionalisasi sekurang-kurangnya 50% dan dialihkan untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 dan pemulihan dampak sosial ekonominya. Jika instruksi ini tidak segera dipatuhi, daerah mendapatkan sanksi penundaan Dana Alokasi Umum (DAU).
"Tentu ini posisi yang sangat sulit bagi NTB karena APBD masih sangat tergantung pada dana transfer pusat. Tahun lalu kontribusi pusat terhadap total APBD masih sekitar 65%," terang anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) V Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat tersebut.
Dari informasi yang diterimanya berdasarkan hasil rekap sementara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk target PAD menurun menjadi Rp1,67 triliun dari sebelumnya ditargetkan Rp1,84 triliun atau berkurang sebesar 8,99%.
Selanjutnya, Dana Perimbangan menurun menjadi Rp3,32 triliun dari sebelumnya ditargetkan sebesar Rp3,55 triliun atau berkurang sebesar 6,37%. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah juga ikut menurun menjadi Rp43,3 miliar dari sebelumnya ditargetkan sebesar Rp63,5 miliar atau berkurang sebesar 31,77%.
"Dengan demikian kita mengalami defisit pendapatan daerah sekitar Rp412 miliar dari sebelumnya Rp5,46 triliun menjadi Rp5,04 triliun atau defisit 7,55%," jelas Sambirang.
Akibat terjadi penyesuaian pendapatan tersebut, kata Sambirang, konsekuensinya terjadi juga penyesuaian belanja untuk menutup defisit. Tantangannya sekarang yakni bagaimana menyesuaikan belanja dengan target pendapatan yang telah terkoreksi.
"Tentu ada yang harus tergeser sasaran dan peruntukannya sesuai arahan pemerintah pusat tentang refocusing dan realokasi anggaran untuk Covid 19," imbuhnya.
Karena itu, pihaknya berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB cerdas menyikapi ini. Termasuk, aspirasi DPRD juga harus diperhatikan sepanjang itu memiliki fungsi penanganan dampak sosial ekonomi, yaitu mengurangi pengangguran, mempertahankan daya beli dan pemberdayaan masyarakat.
"Untuk mendalami rincian pendapatan daerah yang banyak terkoreksi akibat Covid 19 ini. Komisi III akan memanggil Bappenda dan BPKAD dalam waktu dekat," katanya.