Jakarta (ANTARA) -
Menurut dia, DPR akan melakukan kajian terkait putusan MK terhadap sistem politik tersebut karena MK pun membuka ruang untuk DPR menyusun norma baru. Kajian itu pun, kata dia, akan membahas agar produk undang-undang tak menyalahi aturan yang ada.
"Dan juga ada keinginan MK juga bahwa jangan sampai calon presiden terlalu banyak atau juga terlalu sedikit," kata dia.
Pada Kamis (2/1), MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Baca juga: Lima pedoman dari MK terkait pencalonan presiden
Adapun pasal yang dihapus itu berisi tentang syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI, atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada Pemilu Legislatif sebelumnya.
Pada 29 Februari 2024, MK juga telah mengabulkan sebagian gugatan uji materi Perludem untuk menghapus ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar empat persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK menilai kebijakan ambang batas parlemen telah mereduksi hak rakyat sebagai pemilih. Hak rakyat untuk dipilih juga direduksi ketika calon yang dipilih mendapatkan suara lebih banyak, namun tidak menjadi anggota DPR karena partainya tidak mencapai ambang batas parlemen.
Baca juga: PDIP patuhi putusan MK soal presidential threshold
Baca juga: Pakar menilai kapabilitas bisa jadi syarat imbas ambang batas dihapus