Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Nusa Tenggara Barat menawarkan kaum perempuan di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, ikut pelatihan mengolah sampah menjadi pelet bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebagai solusi permasalahan limbah plastik di kawasan wisata.
"Kalau mereka siap untuk dilatih, kami bisa kirim untuk dilatih di PLTU Jeranjang yang sudah memanfaatkan pelet dari sampah sebagai substitusi batu bara," kata Kepala DLHK NTB, Madani Mukarom, usai mengikuti acara perempuan berbincang di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Selasa.
Acara perempuan berbincang yang digelar oleh Komunitas Perempuan Sembalun Belajar tersebut mengangkat tema "Sembalun Darurat Sampah dan Darurat Air".
Ia mengakui bahwa sampah menjadi persoalan yang serius di Kecamatan Sembalun sebagai destinasi wisata agro dan pintu masuk pendakian Gunung Rinjani. Sebab, masyarakat di daerah itu membuang sampah sembarangan, terutama di sungai.
Sampah di Sembalun juga menjadi bagian dari 3,5 juta ton sampah yang dihasilkan oleh masyarakat NTB setiap hari. Dari jumlah tersebut, baru 20 persen saja yang sudah diolah, sisanya sebesar 80 persen dibuang ke sungai, laut, dan pinggir kawasan hutan.
Madani juga mengaku belum mengetahui secara pasti berapa volume sampah yang dihasilkan oleh warga di Kecamatan Sembalun, termasuk dari aktivitas industri pariwisata yang berkembang di kawasan kaki Gunung Rinjani tersebut.
"Tapi bisa dikalkulasikan setiap jiwa penduduk memproduksi sampah sebesar 0,7 kilogram per hari. Tinggal kalikan saja dengan jumlah penduduk Kecamatan Sembalun sekitar 22 ribu jiwa. Belum termasuk wisatawan yang berkunjung," ujarnya.
Menurut dia, jika sampah di Kecamatan Sembalun bisa diolah menjadi pelet bahan bakar, maka kaum perempuan di Kecamatan Sembalun bisa memperoleh tambahan pendapatan dari hasil menjual pelet tersebut. Bisa dijual ke PLTU Jeranjang di Kabupaten Lombok Barat, atau ke PLTU di Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur.
Pengolahan sampah menjadi pelet tersebut juga bisa menjadi salah satu solusi dari belum adanya fasilitas pembuangan sampah yang memadai di Kecamatan Sembalun.
"Pemerintah Provinsi NTB sangat pro lingkungan. Jadi dipastikan bahwa efek sampah dari industri pariwisata, termasuk di Sembalun akan ada manajemen tersendiri," katanya.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Dedy Asriady, juga menawarkan kelompok perempuan di Kecamatan Sembalun, untuk diberdayakan mengolah sampah. Pihaknya, siap menjadi bagian dari suksesnya pengelolaan sampah.
"Kami punya dana pengelolaan sampah pendakian setiap tahun. Jika kaum perempuan di Sembalun siap untuk mengolah sampah menjadi barang bernilai ekonomi, kami siap menjadi bagian untuk itu," ucap Dedy.*
"Kalau mereka siap untuk dilatih, kami bisa kirim untuk dilatih di PLTU Jeranjang yang sudah memanfaatkan pelet dari sampah sebagai substitusi batu bara," kata Kepala DLHK NTB, Madani Mukarom, usai mengikuti acara perempuan berbincang di Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Selasa.
Acara perempuan berbincang yang digelar oleh Komunitas Perempuan Sembalun Belajar tersebut mengangkat tema "Sembalun Darurat Sampah dan Darurat Air".
Ia mengakui bahwa sampah menjadi persoalan yang serius di Kecamatan Sembalun sebagai destinasi wisata agro dan pintu masuk pendakian Gunung Rinjani. Sebab, masyarakat di daerah itu membuang sampah sembarangan, terutama di sungai.
Sampah di Sembalun juga menjadi bagian dari 3,5 juta ton sampah yang dihasilkan oleh masyarakat NTB setiap hari. Dari jumlah tersebut, baru 20 persen saja yang sudah diolah, sisanya sebesar 80 persen dibuang ke sungai, laut, dan pinggir kawasan hutan.
Madani juga mengaku belum mengetahui secara pasti berapa volume sampah yang dihasilkan oleh warga di Kecamatan Sembalun, termasuk dari aktivitas industri pariwisata yang berkembang di kawasan kaki Gunung Rinjani tersebut.
"Tapi bisa dikalkulasikan setiap jiwa penduduk memproduksi sampah sebesar 0,7 kilogram per hari. Tinggal kalikan saja dengan jumlah penduduk Kecamatan Sembalun sekitar 22 ribu jiwa. Belum termasuk wisatawan yang berkunjung," ujarnya.
Menurut dia, jika sampah di Kecamatan Sembalun bisa diolah menjadi pelet bahan bakar, maka kaum perempuan di Kecamatan Sembalun bisa memperoleh tambahan pendapatan dari hasil menjual pelet tersebut. Bisa dijual ke PLTU Jeranjang di Kabupaten Lombok Barat, atau ke PLTU di Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur.
Pengolahan sampah menjadi pelet tersebut juga bisa menjadi salah satu solusi dari belum adanya fasilitas pembuangan sampah yang memadai di Kecamatan Sembalun.
"Pemerintah Provinsi NTB sangat pro lingkungan. Jadi dipastikan bahwa efek sampah dari industri pariwisata, termasuk di Sembalun akan ada manajemen tersendiri," katanya.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Dedy Asriady, juga menawarkan kelompok perempuan di Kecamatan Sembalun, untuk diberdayakan mengolah sampah. Pihaknya, siap menjadi bagian dari suksesnya pengelolaan sampah.
"Kami punya dana pengelolaan sampah pendakian setiap tahun. Jika kaum perempuan di Sembalun siap untuk mengolah sampah menjadi barang bernilai ekonomi, kami siap menjadi bagian untuk itu," ucap Dedy.*