Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat memeriksa Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) NTB Husnul Fauzi terkait kasus dugaan korupsi dalam program penyaluran benih jagung pengadaan tahun 2017.
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Selasa mengatakan, Husnul Fauzi diperiksa penyidik sebagai saksi bersama Wikanaya, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek yang juga berasal dari Distanbun NTB.
"Iya, kepala dinas sebagai KPA (kuasa pengguna anggaran) sama PPK yang diperiksa hari ini. Mereka diperiksa sebagai saksi," kata Dedi.
Terkait dengan materi pemeriksaannya, Dedi enggan menyampaikan. Namun dia memastikan bahwa pemeriksaan ini berkaitan dengan upaya penyidik dalam menguatkan alat bukti kasus yang kini sedang mengejar peran tersangka.
Kadistanbun NTB yang ditemui wartawan usai menjalani pemeriksaan mengatakan, kehadirannya ke hadapan penyidik jaksa untuk melengkapi keterangan sebelumnya.
"Hanya melengkapi yang lalu. Terkait tugas dan fungsi saya dalam kasus ini," kata Husnul.
Terkait dengan temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB, adanya 198 ton benih jagung yang dikembalikan warga karena rusak, Husnul menyangkal hal tersebut.
"Jadi itu bukan rusak, tapi mutunya yang tidak sesuai dengan LHP (laporan hasil pemeriksaan)," ujarnya.
Karena itu, Husnul mengatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui persoalan mutu dari benih jagung yang diterima petani. Menurutnya, persoalan itu sepantasnya dipertanyakan kepada BPSB-P Jawa Timur.
"Jadi asal benihnya itu dari produsen di Jawa Timur. Sertifikasinya juga dikeluarkan BPSB-P Jawa Timur, bukan dari BPSB-P NTB. Jadi itu tanggung jawab dari pelaksanaan, dari penyedia di sana," ucap dia.
Begitu juga dengan legalitas penyalur benih jagung sebagai pemenang lelang yang mengerjakan proyek tersebut, Husnul mengatakan bahwa hal itu di luar kewenangan pihaknya.
"Kita tidak tahu soal bagaimana proses munculnya perusahaan penyalur itu. Kan itu semua ada di ULP (unit layanan pengadaan), prosesnya ada di sana," kata Husnul.
Dalam kasus ini, Kejati NTB sudah menemukan indikasi korupsi seperti yang diatur dan diancam dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Indikasi tersebut tidak sesuai spesifikasi benih yang diajukan para kelompok tani. Meskipun bersertifikat tetapi sebagian besar tidak memenuhi syarat teknis.
Bahkan menurut hasil temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB, ada 198 ton benih jagung yang dikembalikan warga karena rusak.
Munculnya temuan itu pun menjadi dasar Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung RI melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.
Pada proses tersebut, sejumlah pejabat pertanian di NTB dan pelaksana proyek pernah memberikan klarifikasi. Mereka memberikan klarifikasinya kepada tim dari Kejagung RI yang berlangsung di Kota Mataram pada Oktober 2019.
Tepat setahun lamanya, Oktober 2020 Kejagung RI melimpahkan penanganan lanjutannya ke Kejati NTB. Penanganannya diserahkan ke Kejati NTB berdasarkan hasil gelar perkara yang menyatakan kasusnya naik ke tahap penyidikan.
Kejati NTB yang mendapatkan kepercayaan dari Kejagung RI untuk melanjutkan penanganannya ini pun ditanggapi dengan cukup serius. Hal itu terlihat dari pembentukan empat tim penyidik jaksa. Mereka bekerja dengan arahan langsung dari Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Gunawan Wibisono.
Sepanjang penanganannya, penyidik Pidsus Kejati NTB masih terus mengorek keterangan dari para saksi. Sejumlah pejabat lingkup dinas pertanian di NTB, pelaksana proyek, serta pihak pendistribusi benih jagung yang berdomisili di Jawa Timur masuk dalam agenda penyidikannya.
Untuk diketahui, NTB mendapatkan kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare. Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB.
Dengan mendapatkan anggaran Rp29 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar, penyalurannya dilaksanakan dalam dua tahap.
Untuk tahap pertama dengan anggaran Rp17 miliar, penyaluran benih jagung dilaksanakan pemenang lelang dari perusahaan berinisial SAM. Kemudian Rp12 miliar untuk tahap dua yang disalurkan oleh perusahaan berinisial WA.
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Selasa mengatakan, Husnul Fauzi diperiksa penyidik sebagai saksi bersama Wikanaya, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek yang juga berasal dari Distanbun NTB.
"Iya, kepala dinas sebagai KPA (kuasa pengguna anggaran) sama PPK yang diperiksa hari ini. Mereka diperiksa sebagai saksi," kata Dedi.
Terkait dengan materi pemeriksaannya, Dedi enggan menyampaikan. Namun dia memastikan bahwa pemeriksaan ini berkaitan dengan upaya penyidik dalam menguatkan alat bukti kasus yang kini sedang mengejar peran tersangka.
Kadistanbun NTB yang ditemui wartawan usai menjalani pemeriksaan mengatakan, kehadirannya ke hadapan penyidik jaksa untuk melengkapi keterangan sebelumnya.
"Hanya melengkapi yang lalu. Terkait tugas dan fungsi saya dalam kasus ini," kata Husnul.
Terkait dengan temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB, adanya 198 ton benih jagung yang dikembalikan warga karena rusak, Husnul menyangkal hal tersebut.
"Jadi itu bukan rusak, tapi mutunya yang tidak sesuai dengan LHP (laporan hasil pemeriksaan)," ujarnya.
Karena itu, Husnul mengatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui persoalan mutu dari benih jagung yang diterima petani. Menurutnya, persoalan itu sepantasnya dipertanyakan kepada BPSB-P Jawa Timur.
"Jadi asal benihnya itu dari produsen di Jawa Timur. Sertifikasinya juga dikeluarkan BPSB-P Jawa Timur, bukan dari BPSB-P NTB. Jadi itu tanggung jawab dari pelaksanaan, dari penyedia di sana," ucap dia.
Begitu juga dengan legalitas penyalur benih jagung sebagai pemenang lelang yang mengerjakan proyek tersebut, Husnul mengatakan bahwa hal itu di luar kewenangan pihaknya.
"Kita tidak tahu soal bagaimana proses munculnya perusahaan penyalur itu. Kan itu semua ada di ULP (unit layanan pengadaan), prosesnya ada di sana," kata Husnul.
Dalam kasus ini, Kejati NTB sudah menemukan indikasi korupsi seperti yang diatur dan diancam dalam Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Indikasi tersebut tidak sesuai spesifikasi benih yang diajukan para kelompok tani. Meskipun bersertifikat tetapi sebagian besar tidak memenuhi syarat teknis.
Bahkan menurut hasil temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB, ada 198 ton benih jagung yang dikembalikan warga karena rusak.
Munculnya temuan itu pun menjadi dasar Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung RI melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.
Pada proses tersebut, sejumlah pejabat pertanian di NTB dan pelaksana proyek pernah memberikan klarifikasi. Mereka memberikan klarifikasinya kepada tim dari Kejagung RI yang berlangsung di Kota Mataram pada Oktober 2019.
Tepat setahun lamanya, Oktober 2020 Kejagung RI melimpahkan penanganan lanjutannya ke Kejati NTB. Penanganannya diserahkan ke Kejati NTB berdasarkan hasil gelar perkara yang menyatakan kasusnya naik ke tahap penyidikan.
Kejati NTB yang mendapatkan kepercayaan dari Kejagung RI untuk melanjutkan penanganannya ini pun ditanggapi dengan cukup serius. Hal itu terlihat dari pembentukan empat tim penyidik jaksa. Mereka bekerja dengan arahan langsung dari Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Gunawan Wibisono.
Sepanjang penanganannya, penyidik Pidsus Kejati NTB masih terus mengorek keterangan dari para saksi. Sejumlah pejabat lingkup dinas pertanian di NTB, pelaksana proyek, serta pihak pendistribusi benih jagung yang berdomisili di Jawa Timur masuk dalam agenda penyidikannya.
Untuk diketahui, NTB mendapatkan kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare. Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB.
Dengan mendapatkan anggaran Rp29 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar, penyalurannya dilaksanakan dalam dua tahap.
Untuk tahap pertama dengan anggaran Rp17 miliar, penyaluran benih jagung dilaksanakan pemenang lelang dari perusahaan berinisial SAM. Kemudian Rp12 miliar untuk tahap dua yang disalurkan oleh perusahaan berinisial WA.