Mataram (ANTARA) - Penahanan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat berinisial AA yang menjadi tersangka kasus asusila terhadap anak kandungnya ditangguhkan penyidik kepolisian.
Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa di Mataram, Senin, mengungkapkan penangguhan penahanannya diberikan karena yang bersangkutan sedang mengidap sakit keras.
"Dia sakit paru-paru parah berdasarkan keterangan dari dokter yang biasa menangani kesehatan yang bersangkutan," kata Kadek Adi.
Bukti AA mengidap sakit keras itu pun, jelas Kadek Adi, sudah diperkuat dengan adanya dokumen hasil pemeriksaan kesehatan dari dokter Rumah Sakit Harapan Keluarga (RSHK) Mataram.
Selain itu, penangguhan penahanan tersangka diberikan karena dinilai kooperatif. Barang bukti terkait tindak pidana asusila yang dituduhkan kepada tersangka juga dilihat penyidik sudah komplet.
"Jadi proses penyidikan secara normatif tetap lanjut. Bukan berarti ditangguhkan itu dia bebas. Siapapun boleh ajukan penangguhan selama tidak mengganggu proses penyidikan," ujarnya.
Terkait dengan kabar pencabutan laporan dari pihak korban, Kadek Adi membenarkan hal tersebut. Korban mencabut semua keterangan yang sudah disampaikan dalam berita acara pemeriksaan sebelumnya.
Dasar pencabutan itu pun, kata dia, telah dikuatkan dengan adanya bukti perdamaian korban dengan tersangka yang ditunjukkan secara tertulis ke hadapan penyidik.
"Pelapor (korban) sudah mengajukan permohonan pencabutan pelaporan. Alasannya dari pihak pelapor dan terlapor sudah ada perdamaian. Awalnya kita tangani kasus ini juga karena mengakomodir laporan masyarakat," ucap dia.
Korban yang merupakan anak kandung tersangka dari istri keduanya ini adalah seorang perempuan yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Korban melaporkan ayah kandungnya ke Mapolresta Mataram karena perbuatan tidak senonoh yang dialaminya pada 18 Januari 2021.
Kepada polisi, korban mengaku perbuatan itu terjadi ketika ibu kandungnya sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit karena terjangkit COVID-19.
Keterangan korban pun menjadi dasar kepolisian menindaklanjuti laporannya. Penyidik kemudian menetapkan AA sebagai tersangka dengan bukti yang dikuatkan dari hasil visum luar pada bagian kelamin korban.
Dari kasus ini, AA sebagai tersangka disangkakan pidana Pasal 82 Ayat 2 Perppu 1/2016 Juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa di Mataram, Senin, mengungkapkan penangguhan penahanannya diberikan karena yang bersangkutan sedang mengidap sakit keras.
"Dia sakit paru-paru parah berdasarkan keterangan dari dokter yang biasa menangani kesehatan yang bersangkutan," kata Kadek Adi.
Bukti AA mengidap sakit keras itu pun, jelas Kadek Adi, sudah diperkuat dengan adanya dokumen hasil pemeriksaan kesehatan dari dokter Rumah Sakit Harapan Keluarga (RSHK) Mataram.
Selain itu, penangguhan penahanan tersangka diberikan karena dinilai kooperatif. Barang bukti terkait tindak pidana asusila yang dituduhkan kepada tersangka juga dilihat penyidik sudah komplet.
"Jadi proses penyidikan secara normatif tetap lanjut. Bukan berarti ditangguhkan itu dia bebas. Siapapun boleh ajukan penangguhan selama tidak mengganggu proses penyidikan," ujarnya.
Terkait dengan kabar pencabutan laporan dari pihak korban, Kadek Adi membenarkan hal tersebut. Korban mencabut semua keterangan yang sudah disampaikan dalam berita acara pemeriksaan sebelumnya.
Dasar pencabutan itu pun, kata dia, telah dikuatkan dengan adanya bukti perdamaian korban dengan tersangka yang ditunjukkan secara tertulis ke hadapan penyidik.
"Pelapor (korban) sudah mengajukan permohonan pencabutan pelaporan. Alasannya dari pihak pelapor dan terlapor sudah ada perdamaian. Awalnya kita tangani kasus ini juga karena mengakomodir laporan masyarakat," ucap dia.
Korban yang merupakan anak kandung tersangka dari istri keduanya ini adalah seorang perempuan yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Korban melaporkan ayah kandungnya ke Mapolresta Mataram karena perbuatan tidak senonoh yang dialaminya pada 18 Januari 2021.
Kepada polisi, korban mengaku perbuatan itu terjadi ketika ibu kandungnya sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit karena terjangkit COVID-19.
Keterangan korban pun menjadi dasar kepolisian menindaklanjuti laporannya. Penyidik kemudian menetapkan AA sebagai tersangka dengan bukti yang dikuatkan dari hasil visum luar pada bagian kelamin korban.
Dari kasus ini, AA sebagai tersangka disangkakan pidana Pasal 82 Ayat 2 Perppu 1/2016 Juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.