Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menyiapkan agenda pemanggilan ketiga untuk tersangka korupsi pengadaan benih jagung di tahun 2017 yang berperan sebagai direktur pelaksana proyek dari PT. Sinta Agro Mandiri (SAM).
"Karena yang bersangkutan tidak hadir dalam pemanggilan pertama dan kedua untuk diperiksa sebagai tersangka, maka kami agendakan kembali untuk pemanggilan yang ketiga," kata Pelaksana Harian (Plh) Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB M. Aria Rosyid di Mataram, Selasa.
Direktur pelaksana proyek dari PT. SAM ini berinisial AP. Dia menjadi tersangka bersama tiga lainnya, yakni Husnul Fauzi, Mantan Kadistanbun NTB yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung di Tahun 2017 berinisial IWW dan direktur pelaksana proyek dari PT. Wahana Banu Sejahtera (WBS) berinisial LIH.
Pada Senin (12/4), keempatnya dipanggil untuk kali kedua dengan agenda pemeriksaan sebagai tersangka. Namun hanya AP yang kembali absen. Dia tidak hadir karena alasan serupa dengan panggilan pertamanya, yakni positif terpapar COVID-19.
Ketidakhadirannya dipertegas dengan adanya surat keterangan medis dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram. Surat tersebut diantarkan oleh pengacaranya ke hadapan penyidik kejaksaan tepat di hari pemanggilan keduanya sebagai tersangka.
Karena itu, dari penanganan kasus tersebut hanya AP yang belum menjalani penahanan. Untuk tiga lainnya kini telah resmi menjadi tahanan titipan jaksa di Rutan Polda NTB. Mereka ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Kejati NTB, Senin (12/4).
Terkait dengan alasan kejaksaan melakukan penahanan kepada tiga tersangka, dikatakan Aria, masih sesuai dengan koridor penyidikan.
"Untuk mencegah agar yang bersangkutan tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Penahanan ini juga untuk mempermudah penyidik dalam proses penanganannya," ujar dia.
Empat tersangka dalam kasus ini disangkakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Dalam proses penyidikannya, telah muncul kerugian negara hasil perhitungan mandiri penyidik. Nilainya mencapai Rp15,45 miliar.
Angka Rp15,45 miliar itu muncul dari jumlah benih tidak bersertifikat dan gagal tanam. Munculnya angka tersebut dari pengadaan yang dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta yang berperan sebagai pelaksana proyek atau penyedia benih.
Dalam rinciannya, kerugian negara dari PT. WBS muncul angka Rp7 miliar. Kemudian dari PT. SAM Rp8,45 miliar.
Dari hasil penyidikan yang dilakukan sejak Oktober 2020 lalu, penyidik kemudian memastikan bahwa munculnya kerugian negara yang cukup besar itu diduga akibat ulah para tersangka.
"Karena yang bersangkutan tidak hadir dalam pemanggilan pertama dan kedua untuk diperiksa sebagai tersangka, maka kami agendakan kembali untuk pemanggilan yang ketiga," kata Pelaksana Harian (Plh) Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB M. Aria Rosyid di Mataram, Selasa.
Direktur pelaksana proyek dari PT. SAM ini berinisial AP. Dia menjadi tersangka bersama tiga lainnya, yakni Husnul Fauzi, Mantan Kadistanbun NTB yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung di Tahun 2017 berinisial IWW dan direktur pelaksana proyek dari PT. Wahana Banu Sejahtera (WBS) berinisial LIH.
Pada Senin (12/4), keempatnya dipanggil untuk kali kedua dengan agenda pemeriksaan sebagai tersangka. Namun hanya AP yang kembali absen. Dia tidak hadir karena alasan serupa dengan panggilan pertamanya, yakni positif terpapar COVID-19.
Ketidakhadirannya dipertegas dengan adanya surat keterangan medis dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram. Surat tersebut diantarkan oleh pengacaranya ke hadapan penyidik kejaksaan tepat di hari pemanggilan keduanya sebagai tersangka.
Karena itu, dari penanganan kasus tersebut hanya AP yang belum menjalani penahanan. Untuk tiga lainnya kini telah resmi menjadi tahanan titipan jaksa di Rutan Polda NTB. Mereka ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Kejati NTB, Senin (12/4).
Terkait dengan alasan kejaksaan melakukan penahanan kepada tiga tersangka, dikatakan Aria, masih sesuai dengan koridor penyidikan.
"Untuk mencegah agar yang bersangkutan tidak melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Penahanan ini juga untuk mempermudah penyidik dalam proses penanganannya," ujar dia.
Empat tersangka dalam kasus ini disangkakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Dalam proses penyidikannya, telah muncul kerugian negara hasil perhitungan mandiri penyidik. Nilainya mencapai Rp15,45 miliar.
Angka Rp15,45 miliar itu muncul dari jumlah benih tidak bersertifikat dan gagal tanam. Munculnya angka tersebut dari pengadaan yang dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta yang berperan sebagai pelaksana proyek atau penyedia benih.
Dalam rinciannya, kerugian negara dari PT. WBS muncul angka Rp7 miliar. Kemudian dari PT. SAM Rp8,45 miliar.
Dari hasil penyidikan yang dilakukan sejak Oktober 2020 lalu, penyidik kemudian memastikan bahwa munculnya kerugian negara yang cukup besar itu diduga akibat ulah para tersangka.