Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami penerimaan sejumlah uang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada tahun 2015.
KPK pada hari Rabu memeriksa tersangka Kepala BIG 2014—2016 Priyadi Kardono (PK) dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) periode 2013—2015 Muchamad Muchlis (MUM) dan kawan-kawan.
"Tersangka PK diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MUM dan kawan-kawan. Didalami pengetahuan yang bersangkutan dugaan adanya penerimaan sejumlah uang oleh tersangka MUM dan pihak-pihak lainnya dari PT AIP (Ametis Indogeo Prakarsa) dan PT BP (Bhumi Prasaja)," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Selain itu, terhadap Priyadi, juga didalami pengetahuan yang bersangkutan terkait dengan proses kerja sama antara BIG dengan LAPAN pada tahun 2015.
Pada hari Rabu (20/1), KPK telah menetapkan Priyadi dan Muchlis sebagai tersangka. Diduga dalam proyek itu telah terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp179,1 miliar.
Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa pada tahun 2015 BIG melaksanakan kerja sama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT.
Sejak awal perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah bersepakat untuk merekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang ditentukan oleh Pemerintah.
Sebelum proyek mulai berjalan, diadakan beberapa pertemuan dan koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak tertentu di LAPAN dan perusahaan calon rekanan yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja untuk membahas persiapan pengadaan CSRT.
Atas perintah para tersangka, penyusunan berbagai dokumen kerangka acuan Kerja sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan dua perusahaan tersebut agar "mengunci" spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut.
Untuk pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka juga diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses kendali mutu.
KPK pun menetapkan satu tersangka kembali terkait dengan kasus tersebut pada hari Senin (25/1), yaitu Komisaris Utama PT Ametis Indogeo Prakarsa Lissa Rukmi Utari (LRS).
Lissa diduga menerima penuh pembayaran atas pengadaan CSRT tersebut dengan aktif melakukan penagihan pembayaran tanpa dilengkapi berbagai dokumen sebagai persyaratan penagihan dan barang-barang yang disuplai harganya pun telah di-mark up sedemikian rupa dan tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana yang ditentukan.
Sebelum proyek itu dimulai, Lissa telah diundang oleh Priyadi dan Muchlis membahas persiapan pengadaan CSRT.
KPK pada hari Rabu memeriksa tersangka Kepala BIG 2014—2016 Priyadi Kardono (PK) dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) periode 2013—2015 Muchamad Muchlis (MUM) dan kawan-kawan.
"Tersangka PK diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MUM dan kawan-kawan. Didalami pengetahuan yang bersangkutan dugaan adanya penerimaan sejumlah uang oleh tersangka MUM dan pihak-pihak lainnya dari PT AIP (Ametis Indogeo Prakarsa) dan PT BP (Bhumi Prasaja)," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Selain itu, terhadap Priyadi, juga didalami pengetahuan yang bersangkutan terkait dengan proses kerja sama antara BIG dengan LAPAN pada tahun 2015.
Pada hari Rabu (20/1), KPK telah menetapkan Priyadi dan Muchlis sebagai tersangka. Diduga dalam proyek itu telah terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp179,1 miliar.
Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa pada tahun 2015 BIG melaksanakan kerja sama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT.
Sejak awal perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah bersepakat untuk merekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang ditentukan oleh Pemerintah.
Sebelum proyek mulai berjalan, diadakan beberapa pertemuan dan koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak tertentu di LAPAN dan perusahaan calon rekanan yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja untuk membahas persiapan pengadaan CSRT.
Atas perintah para tersangka, penyusunan berbagai dokumen kerangka acuan Kerja sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan dua perusahaan tersebut agar "mengunci" spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut.
Untuk pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka juga diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses kendali mutu.
KPK pun menetapkan satu tersangka kembali terkait dengan kasus tersebut pada hari Senin (25/1), yaitu Komisaris Utama PT Ametis Indogeo Prakarsa Lissa Rukmi Utari (LRS).
Lissa diduga menerima penuh pembayaran atas pengadaan CSRT tersebut dengan aktif melakukan penagihan pembayaran tanpa dilengkapi berbagai dokumen sebagai persyaratan penagihan dan barang-barang yang disuplai harganya pun telah di-mark up sedemikian rupa dan tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana yang ditentukan.
Sebelum proyek itu dimulai, Lissa telah diundang oleh Priyadi dan Muchlis membahas persiapan pengadaan CSRT.