Mataram, 1/3 (ANTARA) - Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional di tingkat provinsi tetap menjadi instansi vertikal, kecuali di tingkat kabupaten/kota yang harus dialihkan menjadi badan daerah.
Inspektur Keuangan dan Perbekalan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Drs Johansyah, MM, di Mataram, Selasa, mengatakan, BKKBN provinsi tetap menjadi lembaga pusat di daerah.
"Kalau di tingkat provinsi tetap menjadi lembaga pusat, sementara BKKBN di kabupaten/kota harus dialihkan menjadi lembaga daerah," ujarnya.
Ia mengatakan, BKKBN yang dulunya kependekan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana, kini diubah menjadi Badan Kependudukan Keluarga Berencana.
"Meskipun terjadi perubahan nama, singkatannya tetap BKKBN dan di tingkat provinsi statusnya masih menjadi lembaga vertikal," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala BKKBN Provinsi NTB Sukardi mengatakan, pihaknya belum diberi petunjuk tentang pengalihan status dari institusi vertikal menjadi institusi horisontal atau bagian dari Pemerintah Provinsi NTB.
"Belum tahu, itu tergantung pusat," ujarnya ketika dikonfirmasi wartawan soal kejelasan pengalihan status BKKBN sesuai amanat Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Sukardi sempat menduga, pengalihan status BKKBN NTB itu baru bisa dilakukan setelah terbit Peraturan Pemerintah (PP) atas Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
"Mungkin menuunggu PP atas UU 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga itu," ujarnya.
Sementara Pemprov NTB mengharapkan kejelasan pengalihan status BKKBN itu, karena sudah menempuh berbagai upaya termasuk berkoordinasi dengan pimpinan BKKBN dan pihak-pihak terkait di Jakarta.
Pemprov NTB berharap BKKBN bersedia menyerahkan Personil, Peralatan, Pembiayaan dan Dokumentasi (P3D) kepada Pemerintah Provinsi NTB sesuai amanat PP 41 Tahun 2007 itu.
PP 41 mengamanatkan pembentukan Badan Teknis Daerah (BTD) sehingga Pemprov NTB membentuk Badan Pemberdayaan Perempuan (PP) dan Keluarga Berencana (KB) NTB, tanggal 27 Agustus 2008.
Sebelum pemberlakuan PP 41, Pemberdayaan Perempuan hanya merupakan salah satu Sub Dinas (Subdin) pada Dinas Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan NTB.
Kepala Badan PP dan KB NTB, Dra Hj. Ratningdiah, MH, mengatakan, BKKBN belum juga menyerahkan P3D ke Pemprov NTB meskipun Gubernur NTB sudah berkali-kali menyurati pihak terkait di tingkat pusat.
"Sejak Gubernur NTB dijabat Drs H Lalu Serinata (periode 2003-2008), upaya meminta BKKBN menyerahkan P3D sudah dilakukan, namun hingga kini belum juga terealisasi," ujarnya.
Setelah pergantian Gubernur NTB untuk periode 2008-2013 juga dilayangkan surat resmi yang ditujukan kepada kepala BKKBN terkait belum terlaksananya penyerahan P3D itu, namun belum juga direspons.
Akibatnya, Badan PP dan KB tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena masih terjadi dualisme institusi yakni Kanwil BKBN yang menginduk ke BKKBN dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB sebagai salah satu instansi Pemprov NTB.
"Dampak lainnya yakni karier para PNS Kanwil BKKBN menjadi statis karena mereka tidak lagi berpeluang dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi, apalagi sudah dianggap bagian dari instansi pemerintah daerah yakni Badan PP dan KB," ujar Ratningdiah. (*)