Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menunggu data valid dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait nilai kerugian negara dalam kasus korupsi pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017.
"Memang Kejagung sudah merilis hasil hitung awalnya (kerugian negara), begitu juga yang dari Itjen Kementan. Tetapi untuk data valid-nya, sudah pasti di tangan ahli (BPKP), itu yang kita tunggu dan nantinya jadi alat bukti penguat," kata Kepala Kejati NTB Tomo Sitepu di Mataram, Senin.
Kejagung RI sebelumnya merilis temuan awal dari kasus korupsi jagung di NTB. Nilainya diprediksikan mencapai Rp22,1 miliar. Kemudian ada juga nilai kerugian yang diungkapkan Itjen Kementan dengan nilai Rp10,5 miliar.
Sedangkan dari hasil penghitungan mandiri Penyidik Pidsus Kejati NTB, kerugian negara yang timbul dalam kasus ini mencapai Rp15,45 miliar.
Angka Rp15,45 miliar itu muncul dari jumlah benih tidak bersertifikat dan gagal tanam. Munculnya angka tersebut dari pengadaan yang dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta yang berperan sebagai pelaksana proyek atau penyedia benih.
Dalam rinciannya, kerugian negara dari PT. Wahana Banu Sejahtera (WBS) muncul angka Rp7 miliar. Kemudian dari PT. Sinta Agro Mandiri (SAM) Rp8,45 miliar.
Terkait dengan adanya perbedaan data kerugian negara tersebut, Tomo memprediksikan BPKP akan merilis nilai kerugian yang lebih besar.
"Karena kita tahu bahwa BPKP dalam melakukan audit kerugian negara itu dilakukan secara rinci sampai turun ke lapangan. Termasuk pemeriksaan produsen di Jawa Timur karena itu ada kemungkinan kerugian negaranya bisa lebih besar dari data kita," ujarnya.
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan empat tersangka dengan tiga diantaranya sudah menjalani penahanan sejak Senin (12/4) di Rutan Polda NTB dengan status tahanan titipan jaksa.
Mereka yang ditahan adalah mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Husnul Fauzi yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek.
Kemudian IWW, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung tahun 2017 dan LIH direktur pelaksana proyek dari PT. Wahana Banu Sejahtera (WBS)
Untuk tersangka yang belum menjalani penahanan yakni dari PT. SAM, berinisial AP. Pada pekan lalu, penyidik batal melakukan penahanan karena yang bersangkutan kembali terpapar COVID-19.
Namun sebagai tersangka, mereka berempat telah disangkakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
"Memang Kejagung sudah merilis hasil hitung awalnya (kerugian negara), begitu juga yang dari Itjen Kementan. Tetapi untuk data valid-nya, sudah pasti di tangan ahli (BPKP), itu yang kita tunggu dan nantinya jadi alat bukti penguat," kata Kepala Kejati NTB Tomo Sitepu di Mataram, Senin.
Kejagung RI sebelumnya merilis temuan awal dari kasus korupsi jagung di NTB. Nilainya diprediksikan mencapai Rp22,1 miliar. Kemudian ada juga nilai kerugian yang diungkapkan Itjen Kementan dengan nilai Rp10,5 miliar.
Sedangkan dari hasil penghitungan mandiri Penyidik Pidsus Kejati NTB, kerugian negara yang timbul dalam kasus ini mencapai Rp15,45 miliar.
Angka Rp15,45 miliar itu muncul dari jumlah benih tidak bersertifikat dan gagal tanam. Munculnya angka tersebut dari pengadaan yang dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta yang berperan sebagai pelaksana proyek atau penyedia benih.
Dalam rinciannya, kerugian negara dari PT. Wahana Banu Sejahtera (WBS) muncul angka Rp7 miliar. Kemudian dari PT. Sinta Agro Mandiri (SAM) Rp8,45 miliar.
Terkait dengan adanya perbedaan data kerugian negara tersebut, Tomo memprediksikan BPKP akan merilis nilai kerugian yang lebih besar.
"Karena kita tahu bahwa BPKP dalam melakukan audit kerugian negara itu dilakukan secara rinci sampai turun ke lapangan. Termasuk pemeriksaan produsen di Jawa Timur karena itu ada kemungkinan kerugian negaranya bisa lebih besar dari data kita," ujarnya.
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan empat tersangka dengan tiga diantaranya sudah menjalani penahanan sejak Senin (12/4) di Rutan Polda NTB dengan status tahanan titipan jaksa.
Mereka yang ditahan adalah mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Husnul Fauzi yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek.
Kemudian IWW, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung tahun 2017 dan LIH direktur pelaksana proyek dari PT. Wahana Banu Sejahtera (WBS)
Untuk tersangka yang belum menjalani penahanan yakni dari PT. SAM, berinisial AP. Pada pekan lalu, penyidik batal melakukan penahanan karena yang bersangkutan kembali terpapar COVID-19.
Namun sebagai tersangka, mereka berempat telah disangkakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.