Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat merampungkan berkas perkara milik empat tersangka kasus korupsi pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017.
"Karena berkasnya sudah rampung, rencananya pekan depan penyidik akan melimpahkannya ke jaksa peneliti," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu.
Apabila nantinya ada petunjuk tambahan dari hasil penelitian jaksa, Dedi memastikan penyidik akan segera memenuhi kelengkapan berkasnya.
"Kalau kemudian berkasnya dinyatakan lengkap, kita tinggal laksanakan tahap dua-nya (pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum)," ujarnya.
Empat tersangka dalam kasus ini adalah Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, berinisial HF yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek, dan IWW, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung tahun 2017.
Selanjutnya dua tersangka lain yakni dari pihak perusahaan penyedia benih. Mereka adalah direktur PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) berinisial LIH, dan direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM), berinisial AP.
Sebagai tersangka, mereka yang diduga telah melakukan pemufakatan jahat dalam proyek nasional ini, dikenakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Dalam pemberkasannya, turut tercantum hasil penghitungan kerugian negara dari ahli audit, yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB. Nilai kerugian negaranya mencapai Rp27,35 miliar dengan kalkulasi PT SAM, Rp15,43 miliar dan PT WBS, Rp11,92 miliar.
Munculnya kerugian tersebut berdasarkan populasi hitungan tim ahli audit kerugian negara secara menyeluruh. Kerugiannya disimpulkan dari adanya sertifikat yang salah atau palsu, duplikat dan yang tidak bersertifikat. Kemudian ada juga sertifikat yang tidak sesuai dengan surat perintah pencairan dana (SP2D).
Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini berasal dari program budidaya jagung skala nasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan RI.
Provinsi NTB saat itu mendapat kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare. Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB dengan anggaran mencapai Rp48,256 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar.
Penyalurannya dilaksanakan dalam dua tahap. Untuk tahap pertama dengan anggaran Rp17,256 miliar dilaksanakan oleh pemenang proyek dari PT SAM dan tahap kedua senilai Rp31 miliar oleh PT WBS.
"Karena berkasnya sudah rampung, rencananya pekan depan penyidik akan melimpahkannya ke jaksa peneliti," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu.
Apabila nantinya ada petunjuk tambahan dari hasil penelitian jaksa, Dedi memastikan penyidik akan segera memenuhi kelengkapan berkasnya.
"Kalau kemudian berkasnya dinyatakan lengkap, kita tinggal laksanakan tahap dua-nya (pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum)," ujarnya.
Empat tersangka dalam kasus ini adalah Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, berinisial HF yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek, dan IWW, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung tahun 2017.
Selanjutnya dua tersangka lain yakni dari pihak perusahaan penyedia benih. Mereka adalah direktur PT Wahana Banu Sejahtera (WBS) berinisial LIH, dan direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM), berinisial AP.
Sebagai tersangka, mereka yang diduga telah melakukan pemufakatan jahat dalam proyek nasional ini, dikenakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Dalam pemberkasannya, turut tercantum hasil penghitungan kerugian negara dari ahli audit, yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB. Nilai kerugian negaranya mencapai Rp27,35 miliar dengan kalkulasi PT SAM, Rp15,43 miliar dan PT WBS, Rp11,92 miliar.
Munculnya kerugian tersebut berdasarkan populasi hitungan tim ahli audit kerugian negara secara menyeluruh. Kerugiannya disimpulkan dari adanya sertifikat yang salah atau palsu, duplikat dan yang tidak bersertifikat. Kemudian ada juga sertifikat yang tidak sesuai dengan surat perintah pencairan dana (SP2D).
Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini berasal dari program budidaya jagung skala nasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan RI.
Provinsi NTB saat itu mendapat kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare. Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB dengan anggaran mencapai Rp48,256 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar.
Penyalurannya dilaksanakan dalam dua tahap. Untuk tahap pertama dengan anggaran Rp17,256 miliar dilaksanakan oleh pemenang proyek dari PT SAM dan tahap kedua senilai Rp31 miliar oleh PT WBS.