Jakarta (ANTARA) - Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) akan mengubah nama menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG) sesuai Undang-undang tentang Informasi Geospasial yang baru saja disahkan oleh DPR pada 5 April 2011.
"Sekarang kami memang bersiap ke arah sana. Harus segera dalam waktu dua tahun menjadi BIG. Saat ini kami sedang menunggu peraturan-peraturan lain yang menjabarkan UU tersebut seperti PP dan Perpres-nya," kata Kepala Bakosurtanal Asep Karsidi usai ramah tamah antara Bakosurtanal dan para pemangku kepentingan di bidang Geospasial di Sentul, Bogor, Jumat.
Menurut dia, perubahan nama tersebut untuk mengantisipasi perubahan zaman di mana Survei dan Pemetaan hanya kegiatan yang merupakan bagian dari pengembangan informasi geospasial.
Dalam UU yang akan segera ditandatangani Presiden itu, disampaikan bahwa geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.
Sebagai negara kepulauan yang terluas di dunia dan memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah, Indonesia membutuhkan peta dan informasi geospasial yang akurat, kredibel serta dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut UU itu BIG adalah badan yang berwenang dalam pembuatan Informasi Geospasial, khususnya untuk Informasi Geospasial Dasar.
Pengaturan informasi geospasial juga dibutuhkan Indonesia sebagai sistem pendukung pengambilan kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan nasional.
Khususnya pengelolaan sumber daya alam, penyusunan rencana tata ruang, perencanaan lokasi investasi, penentuan batas wilayah, pertanahan dan kepariwisataan juga penanggulangan bencana, hingga pelestarian lingkungan.
Ia mengatakan, arti penting UU tersebut adalah untuk mewujudkan sebuah referensi tunggal (single reference) di dalam industri informasi geospasial atau survei pemetaan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia dan wilayah yurisdiksinya.
UU ini juga menegaskan bahwa informasi geospasial dasar hanya diselenggarakan oleh Pemerintah c.q. BIG, sedangkan informasi geospasial tematik yang memuat tema tertentu dapat diselenggarakan oleh Instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha, kelompok atau perseorangan.
Informasi geospasial tematik misalnya peta pertanahan, kehutanan, pertanian, perkebunan, kelautan, pertambangan, lingkungan, penataan ruang, pariwisata, hingga penanggulangan bencana harus mengacu pada informasi geospasial dasar.
Dalam kesempatan itu, Asep juga mengatakan, sumber informasi geospasial yang sering diambil masyarakat seperti "googlemap", "wikimapia" dan sejenisnya, tidak bisa menjadi sumber acuan suatu peta dan hanya sekedar "overview" yang berasal dari citra satelit.
"Googlemap dan semacamnya hanya merupakan `image` dari citra satelit, belum mengikuti kaidah `mapping` dan tak ada informasi geomatriknya. Masih memerlukan `geo correction` berupa pengecekan di lapangan ke sistem jaringan kontrol geodesi," katanya. (*)
"Sekarang kami memang bersiap ke arah sana. Harus segera dalam waktu dua tahun menjadi BIG. Saat ini kami sedang menunggu peraturan-peraturan lain yang menjabarkan UU tersebut seperti PP dan Perpres-nya," kata Kepala Bakosurtanal Asep Karsidi usai ramah tamah antara Bakosurtanal dan para pemangku kepentingan di bidang Geospasial di Sentul, Bogor, Jumat.
Menurut dia, perubahan nama tersebut untuk mengantisipasi perubahan zaman di mana Survei dan Pemetaan hanya kegiatan yang merupakan bagian dari pengembangan informasi geospasial.
Dalam UU yang akan segera ditandatangani Presiden itu, disampaikan bahwa geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.
Sebagai negara kepulauan yang terluas di dunia dan memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah, Indonesia membutuhkan peta dan informasi geospasial yang akurat, kredibel serta dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut UU itu BIG adalah badan yang berwenang dalam pembuatan Informasi Geospasial, khususnya untuk Informasi Geospasial Dasar.
Pengaturan informasi geospasial juga dibutuhkan Indonesia sebagai sistem pendukung pengambilan kebijakan dalam rangka mengoptimalkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan nasional.
Khususnya pengelolaan sumber daya alam, penyusunan rencana tata ruang, perencanaan lokasi investasi, penentuan batas wilayah, pertanahan dan kepariwisataan juga penanggulangan bencana, hingga pelestarian lingkungan.
Ia mengatakan, arti penting UU tersebut adalah untuk mewujudkan sebuah referensi tunggal (single reference) di dalam industri informasi geospasial atau survei pemetaan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia dan wilayah yurisdiksinya.
UU ini juga menegaskan bahwa informasi geospasial dasar hanya diselenggarakan oleh Pemerintah c.q. BIG, sedangkan informasi geospasial tematik yang memuat tema tertentu dapat diselenggarakan oleh Instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha, kelompok atau perseorangan.
Informasi geospasial tematik misalnya peta pertanahan, kehutanan, pertanian, perkebunan, kelautan, pertambangan, lingkungan, penataan ruang, pariwisata, hingga penanggulangan bencana harus mengacu pada informasi geospasial dasar.
Dalam kesempatan itu, Asep juga mengatakan, sumber informasi geospasial yang sering diambil masyarakat seperti "googlemap", "wikimapia" dan sejenisnya, tidak bisa menjadi sumber acuan suatu peta dan hanya sekedar "overview" yang berasal dari citra satelit.
"Googlemap dan semacamnya hanya merupakan `image` dari citra satelit, belum mengikuti kaidah `mapping` dan tak ada informasi geomatriknya. Masih memerlukan `geo correction` berupa pengecekan di lapangan ke sistem jaringan kontrol geodesi," katanya. (*)