Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Penjemputan paksa yang dilakukan oleh masyarakat terhadap jenazah pasien COVID-19 kembali terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), Kamis (11/8).
Warga Desa Penujak, Kecamatan Praya Barat menjemput pasien meninggal berinisal SM.
Humas Satgas Covid-19 RSUD Praya, dr Yudha Purnama mengatakan, almarhum masuk ke IGD RSUD Praya pada 8 Agustus dan merupakan pasien rujukan Puskesmas Penujak. Korban masuk ke HCU 10 agustus dan diagnosa utama COVID-19 Confirmed, penyakit comorbid DM.
"Korban juga diketahui bahwa koinsiden anemia dan hasil Lab RDT Ag (-) pada 8 Agustus dan status swab PCR : (+) 9 Agustus dan dinyatakan meninggal pada 12 Agustus," ujarnya.
Selanjutnya, keluarga pasien berinisial MS yang merupakan Warga Desa Penujak melakukan penjemputan paksa. Bahwa pada Kamis (11/8) memang ada dua pasien terpapar COVID-19 yang dinyatakan meninggal.
Hanya saja satu pasien oleh pihak keluarga menerima penanganan sesuai dengan penanganan jenazah pasien COVID-19.
“Yang menerima keluarga pasien berinisal SH perempuan asal Praya," katanya.
Pasien SH masuk UGD 5 Agustus dan masuk isolasi HCU hari itu juga, diagnosa utama Covid-19 Konfirmasi. Hasil Lab RDT Ag (+) 4 Agustus dan status swab PCR : (+) 7 Agustus, meninggal 12 agustus jam 01.00 Wita.
"Tapi untuk pasien ini diterima penanganan sesuai prokes. Tapi satunya dijemput paksa yang dari Penujak,” ungkap Dr Yudha.
Ironisnya bahwa untuk Desa Penujak terdeteksi paling banyak penolakan pemulasaraan jenazah. Bahkan saat ini terhitung sudah empat kali kejadian.
Padahal pihaknya sudah berusaha maksimal untuk memberikan edukasi terhadap keluarga pasien agar penanganan dilakukan sesuai protokol kesehatan (prokes) penanganan COVID-19 tapi memang tidak diindahkan.
“Untuk daerah yang ini memang kami dari nakes di RSUD Praya selalu menyampaikan pada pasien yang meninggal kita edukasi terkait pemulasaran sesuai prokes covid-19 yang panduannya ada petunjuk tekhnis kementerian kesehatan dan juga Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),” katanya.
Warga Desa Penujak, Kecamatan Praya Barat menjemput pasien meninggal berinisal SM.
Humas Satgas Covid-19 RSUD Praya, dr Yudha Purnama mengatakan, almarhum masuk ke IGD RSUD Praya pada 8 Agustus dan merupakan pasien rujukan Puskesmas Penujak. Korban masuk ke HCU 10 agustus dan diagnosa utama COVID-19 Confirmed, penyakit comorbid DM.
"Korban juga diketahui bahwa koinsiden anemia dan hasil Lab RDT Ag (-) pada 8 Agustus dan status swab PCR : (+) 9 Agustus dan dinyatakan meninggal pada 12 Agustus," ujarnya.
Selanjutnya, keluarga pasien berinisial MS yang merupakan Warga Desa Penujak melakukan penjemputan paksa. Bahwa pada Kamis (11/8) memang ada dua pasien terpapar COVID-19 yang dinyatakan meninggal.
Hanya saja satu pasien oleh pihak keluarga menerima penanganan sesuai dengan penanganan jenazah pasien COVID-19.
“Yang menerima keluarga pasien berinisal SH perempuan asal Praya," katanya.
Pasien SH masuk UGD 5 Agustus dan masuk isolasi HCU hari itu juga, diagnosa utama Covid-19 Konfirmasi. Hasil Lab RDT Ag (+) 4 Agustus dan status swab PCR : (+) 7 Agustus, meninggal 12 agustus jam 01.00 Wita.
"Tapi untuk pasien ini diterima penanganan sesuai prokes. Tapi satunya dijemput paksa yang dari Penujak,” ungkap Dr Yudha.
Ironisnya bahwa untuk Desa Penujak terdeteksi paling banyak penolakan pemulasaraan jenazah. Bahkan saat ini terhitung sudah empat kali kejadian.
Padahal pihaknya sudah berusaha maksimal untuk memberikan edukasi terhadap keluarga pasien agar penanganan dilakukan sesuai protokol kesehatan (prokes) penanganan COVID-19 tapi memang tidak diindahkan.
“Untuk daerah yang ini memang kami dari nakes di RSUD Praya selalu menyampaikan pada pasien yang meninggal kita edukasi terkait pemulasaran sesuai prokes covid-19 yang panduannya ada petunjuk tekhnis kementerian kesehatan dan juga Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),” katanya.