Mataram (ANTARA) - Dua terdakwa perkara korupsi pengadaan benih jagung hibrida varietas balitbang pada Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Nusa Tenggara Barat tahun 2017, mengajukan pengalihan status penahanan.
Dua terdakwa tersebut berasal dari kalangan penyedia benih jagung, yakni Aryanto Prametu, Direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM); dan Lalu Ikhwanul Hubby, Direktur PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).
Penasihat hukum terdakwa Aryanto Prametu, Emil Siain di Mataram, Jumat, mengatakan, kliennya telah mengajukan pengalihan status penahanan secara tertulis kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram pada saat pagelaran sidang perdananya.
"Pada akhir sidang perdananya digelar, surat pengajuan pengalihan status penahan kami serahkan kepada majelis hakim," kata Emil.
Pertimbangan kliennya mengajukan pengalihan status penahanan dari tahanan rutan menjadi tahanan kota karena telah menunjukkan itikad baik sejak kasusnya masih dalam tahap penyidikan kejaksaan.
"Klien kami kooperatif," ujarnya.
Bukti kooperatif kliennya dalam kasus ini ditunjukkan dengan penitipan uang pengganti kerugian negara senilai Rp7,5 miliar ke
"Klien kami sudah lakukan pengembalian sebagian kerugian keuangan negara sesuai dengan hasil audit BPK waktu itu," ucap dia.
Selain itu, pertimbangan pengajuan pengalihan status penahanan ini karena kliennya juga sedang menjalani perkara perdata di Pengadilan Negeri Mataram.
Gugatan tersebut terkait ganti rugi pengiriman benih jagung oleh Diahwati, kenalan terdakwa Husnul Fauzi, mantan Kadistanbun NTB, yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Terdakwa dalam kasus perdatanya, menggugat CV Tani Tandur dan Diahwati.
"Jadi perkaranya masih sidang," kata Emil.
Kemudian pertimbangan pengajuan pengalihan status penahanan untuk terdakwa Lalu Ikhwanul Hubby, Direktur PT WBS, penasihat hukumnya, Kurniadi menyampaikan hal serupa.
"Selain kooperatif, klien kami juga telah menitipkan uang pengganti kerugian negara senilai Rp3,75 miliar. Nilai itu sesuai temuan BPK dan Irjen," kata Kurniadi.
Bahkan dalam pengajuan secara tertulis di akhir sidang perdananya pada Rabu (25/8), pihaknya turut mencantumkan bukti pelunasan kerugian negara.
"Bukti lunas, bukti setor ke kas negara, itu yang kita turut cantumkan," ujarnya.
Terkait dengan hal tersebut, Ketua Majelis Hakim Catur Bayu Sulistiyo menyatakan bahwa berkas pengajuan dari kedua terdakwa masih dalam proses telaah.
"Apa yang menjadi pertimbanganya, masih dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan anggota majelis," kata Catur.
Dua terdakwa tersebut berasal dari kalangan penyedia benih jagung, yakni Aryanto Prametu, Direktur PT Sinta Agro Mandiri (SAM); dan Lalu Ikhwanul Hubby, Direktur PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).
Penasihat hukum terdakwa Aryanto Prametu, Emil Siain di Mataram, Jumat, mengatakan, kliennya telah mengajukan pengalihan status penahanan secara tertulis kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram pada saat pagelaran sidang perdananya.
"Pada akhir sidang perdananya digelar, surat pengajuan pengalihan status penahan kami serahkan kepada majelis hakim," kata Emil.
Pertimbangan kliennya mengajukan pengalihan status penahanan dari tahanan rutan menjadi tahanan kota karena telah menunjukkan itikad baik sejak kasusnya masih dalam tahap penyidikan kejaksaan.
"Klien kami kooperatif," ujarnya.
Bukti kooperatif kliennya dalam kasus ini ditunjukkan dengan penitipan uang pengganti kerugian negara senilai Rp7,5 miliar ke
"Klien kami sudah lakukan pengembalian sebagian kerugian keuangan negara sesuai dengan hasil audit BPK waktu itu," ucap dia.
Selain itu, pertimbangan pengajuan pengalihan status penahanan ini karena kliennya juga sedang menjalani perkara perdata di Pengadilan Negeri Mataram.
Gugatan tersebut terkait ganti rugi pengiriman benih jagung oleh Diahwati, kenalan terdakwa Husnul Fauzi, mantan Kadistanbun NTB, yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Terdakwa dalam kasus perdatanya, menggugat CV Tani Tandur dan Diahwati.
"Jadi perkaranya masih sidang," kata Emil.
Kemudian pertimbangan pengajuan pengalihan status penahanan untuk terdakwa Lalu Ikhwanul Hubby, Direktur PT WBS, penasihat hukumnya, Kurniadi menyampaikan hal serupa.
"Selain kooperatif, klien kami juga telah menitipkan uang pengganti kerugian negara senilai Rp3,75 miliar. Nilai itu sesuai temuan BPK dan Irjen," kata Kurniadi.
Bahkan dalam pengajuan secara tertulis di akhir sidang perdananya pada Rabu (25/8), pihaknya turut mencantumkan bukti pelunasan kerugian negara.
"Bukti lunas, bukti setor ke kas negara, itu yang kita turut cantumkan," ujarnya.
Terkait dengan hal tersebut, Ketua Majelis Hakim Catur Bayu Sulistiyo menyatakan bahwa berkas pengajuan dari kedua terdakwa masih dalam proses telaah.
"Apa yang menjadi pertimbanganya, masih dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan anggota majelis," kata Catur.