Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika kembali mengingatkan bahwa siaran televisi terestrial digital, sama seperti siaran televisi analog saat ini.
"Free to air (gratis), tidak perlu biaya langganan, berbeda dengan televisi kabel atau televisi berbayar," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Usman Kansong, saat webinar bersama Persatuan Wartawan Indonesia, Kamis.
Pernyataan ini merespons masyarakat yang masih belum memahami perubahan teknologi siaran televisi terestrial dari analog ke digital, yang secara bertahap akan dimulai tahun depan.
Masih ada masyarakat yang mengira siaran televisi terestrial digital adalah sama dengan siaran televisi kabel atau layanan streaming.
"(Siaran televisi digital) ini bukan streaming lewat gawai, bukan televisi berlangganan, bukan TV box yang harus terhubung ke internet. (Siaran televisi digital) ini tetap terestrial, free to air, tapi, menggunakan sistem digital," kata Usman.
Perubahan teknologi dari analog ke digital juga tentu memerlukan perangkat yang berbeda, yaitu perangkat televisi yang menggunakan teknologi DVB T2 untuk menangkap sinyal digital. Sementara itu, antena tetap menggunakan perangkat UHF.
Jika perangkat televisi masih menggunakan model analog, masyarakat perlu menambahkan set top box (STB) supaya bisa menangkap siaran digital.
Pemerintah bersama lembaga penyelenggara multipleksing siaran digital berupaya memberikan subsidi berupa set top box gratis bagi masyarakat yang berhak menerima.
Migrasi siaran televisi terestrial dari analog ke digital menurut Usman adalah sebuah keharusan, seperti perkembangan jaringan dari 4g ke 5G.
Pemerintah beberapa waktu lalu mengumumkan perubahan jadwal penghentian siaran televisi terestrial analog, atau analog switch off, tahap pertama dari semula 17 Agustus 2021 menjadi 30 April 2022.
Meski pun tahapan ASO mundur dari jadwal semula, penghentian siaran analog dipastikan akan tetap memenuhi tenggat waktu 2 November 2022, seperti yang tercantum pada Undang-Undang Cipta Kerja.
"Free to air (gratis), tidak perlu biaya langganan, berbeda dengan televisi kabel atau televisi berbayar," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Usman Kansong, saat webinar bersama Persatuan Wartawan Indonesia, Kamis.
Pernyataan ini merespons masyarakat yang masih belum memahami perubahan teknologi siaran televisi terestrial dari analog ke digital, yang secara bertahap akan dimulai tahun depan.
Masih ada masyarakat yang mengira siaran televisi terestrial digital adalah sama dengan siaran televisi kabel atau layanan streaming.
"(Siaran televisi digital) ini bukan streaming lewat gawai, bukan televisi berlangganan, bukan TV box yang harus terhubung ke internet. (Siaran televisi digital) ini tetap terestrial, free to air, tapi, menggunakan sistem digital," kata Usman.
Perubahan teknologi dari analog ke digital juga tentu memerlukan perangkat yang berbeda, yaitu perangkat televisi yang menggunakan teknologi DVB T2 untuk menangkap sinyal digital. Sementara itu, antena tetap menggunakan perangkat UHF.
Jika perangkat televisi masih menggunakan model analog, masyarakat perlu menambahkan set top box (STB) supaya bisa menangkap siaran digital.
Pemerintah bersama lembaga penyelenggara multipleksing siaran digital berupaya memberikan subsidi berupa set top box gratis bagi masyarakat yang berhak menerima.
Migrasi siaran televisi terestrial dari analog ke digital menurut Usman adalah sebuah keharusan, seperti perkembangan jaringan dari 4g ke 5G.
Pemerintah beberapa waktu lalu mengumumkan perubahan jadwal penghentian siaran televisi terestrial analog, atau analog switch off, tahap pertama dari semula 17 Agustus 2021 menjadi 30 April 2022.
Meski pun tahapan ASO mundur dari jadwal semula, penghentian siaran analog dipastikan akan tetap memenuhi tenggat waktu 2 November 2022, seperti yang tercantum pada Undang-Undang Cipta Kerja.