Mataram (ANTARA) - Jaksa penuntut umum menepis materi eksepsi (nota keberataan) terdakwa korupsi pengadaan benih jagung hibrida varietas balitbang pada Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Nusa Tenggara Barat, Ida Wayan Wikanaya, terkait perbuatan yang dilakukannya masuk dalam kesalahan administrasi.
"Bahwa pelanggaran administrasi bukan letak tindak pidana korupsinya, melainkan sifat melawan hukumnya tindak pidana korupsi," kata Budi Tridadi Wibawa membacakan tanggapan eksepsi terdakwa ke hadapan majelis hakim yang dipimpin I Ketut Somanasa di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Kamis.
Kemudian terkait dengan kerugian negara yang muncul dari hasil audit tiga instansi berbeda, yakni dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pertanian yang menindaklanjuti temuan BPK RI senilai Rp10,633 miliar; Kejati NTB senilai Rp15,4 miliar; dan Rp27,35 miliar, penghitungan kerugian negara dari BPKP Perwakilan NTB.
Perbedaan itu dinilai terdakwa melalui penasihat hukumnya menyebabkan kebingungan dan disebut telah memenuhi syarat ketidakcermatan dan ketidakjelasan penuntut umum dalam menentukan kerugian negara dengan menetapkan nominal tertinggi hasil audit BPKP NTB, yakni Rp27,35 miliar.
Terkait hal tersebut, penuntut umum tidak memberikan tanggapan karena penentuan nominal kerugian negara dalam perkara ini sudah masuk ke materi pokok perkara yang nantinya dibuktikan saat pemeriksaan di persidangan.
"Karenanya, kami mohon hakim untuk menyatakan eksepsi tidak dapat diterima dan sidang dilanjutkan," ujarnya.
Usai mendengarkan tanggapan eksepsi dari jaksa penuntut umum, Ketua Majelis Hakim I Ketut Somanasa menyatakan sidang ditunda dan dilanjutkan pada Kamis (16/9) pekan depan dengan agenda putusan sela.
"Dengan ini menyatakan sidang ditunda dan dilanjutkan pada Kamis (16/9) pekan depan dengan agenda putusan sela," kata Somanasa.
"Bahwa pelanggaran administrasi bukan letak tindak pidana korupsinya, melainkan sifat melawan hukumnya tindak pidana korupsi," kata Budi Tridadi Wibawa membacakan tanggapan eksepsi terdakwa ke hadapan majelis hakim yang dipimpin I Ketut Somanasa di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Kamis.
Kemudian terkait dengan kerugian negara yang muncul dari hasil audit tiga instansi berbeda, yakni dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pertanian yang menindaklanjuti temuan BPK RI senilai Rp10,633 miliar; Kejati NTB senilai Rp15,4 miliar; dan Rp27,35 miliar, penghitungan kerugian negara dari BPKP Perwakilan NTB.
Perbedaan itu dinilai terdakwa melalui penasihat hukumnya menyebabkan kebingungan dan disebut telah memenuhi syarat ketidakcermatan dan ketidakjelasan penuntut umum dalam menentukan kerugian negara dengan menetapkan nominal tertinggi hasil audit BPKP NTB, yakni Rp27,35 miliar.
Terkait hal tersebut, penuntut umum tidak memberikan tanggapan karena penentuan nominal kerugian negara dalam perkara ini sudah masuk ke materi pokok perkara yang nantinya dibuktikan saat pemeriksaan di persidangan.
"Karenanya, kami mohon hakim untuk menyatakan eksepsi tidak dapat diterima dan sidang dilanjutkan," ujarnya.
Usai mendengarkan tanggapan eksepsi dari jaksa penuntut umum, Ketua Majelis Hakim I Ketut Somanasa menyatakan sidang ditunda dan dilanjutkan pada Kamis (16/9) pekan depan dengan agenda putusan sela.
"Dengan ini menyatakan sidang ditunda dan dilanjutkan pada Kamis (16/9) pekan depan dengan agenda putusan sela," kata Somanasa.