Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menangani adanya laporan dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengelolaan aset pemerintah provinsi yang berada di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan yang dikonfirmasi di Mataram, Selasa, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut dari masyarakat.
"Tindak lanjutnya kini berada di bawah penanganan bidang intelijen," kata Dedi.
Dalam penanganan laporannya, bidang intelijen melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan (puldata dan pulbaket).
"Laporannya sekarang masuk dalam agenda puldata dan pulbaket," ujarnya.
Kasus dugaan pungli tersebut berkaitan dengan pemanfaatan hak pengelolaan lahan (HPL) milik Pemprov NTB yang menjadi kesepakatan dalam kontrak produksi dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI). Adapun luasnya mencapai 65 hektare.
Dalam persoalan tersebut, muncul dugaan sewa lahan secara masif dan ilegal. Persoalan itu diduga muncul terhitung sejak 1998 ketika PT GTI mulai mengantongi kesepakatan kontrak produksi dari Pemprov NTB untuk pemanfaatan lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan.
Kondisi yang ada saat ini di atas lahan seluas 65 hektare tersebut terdapat sejumlah bangunan permanen yang sebagian besar menjadi ladang bisnis masyarakat.
Hal itu pun terungkap dari pendampingan Kejati NTB sebelumnya ketika sebagai jaksa pengacara negara (JPN) dalam upaya penyelamatan aset Pemprov NTB di kawasan Gili Trawangan.
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan yang dikonfirmasi di Mataram, Selasa, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut dari masyarakat.
"Tindak lanjutnya kini berada di bawah penanganan bidang intelijen," kata Dedi.
Dalam penanganan laporannya, bidang intelijen melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan (puldata dan pulbaket).
"Laporannya sekarang masuk dalam agenda puldata dan pulbaket," ujarnya.
Kasus dugaan pungli tersebut berkaitan dengan pemanfaatan hak pengelolaan lahan (HPL) milik Pemprov NTB yang menjadi kesepakatan dalam kontrak produksi dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI). Adapun luasnya mencapai 65 hektare.
Dalam persoalan tersebut, muncul dugaan sewa lahan secara masif dan ilegal. Persoalan itu diduga muncul terhitung sejak 1998 ketika PT GTI mulai mengantongi kesepakatan kontrak produksi dari Pemprov NTB untuk pemanfaatan lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan.
Kondisi yang ada saat ini di atas lahan seluas 65 hektare tersebut terdapat sejumlah bangunan permanen yang sebagian besar menjadi ladang bisnis masyarakat.
Hal itu pun terungkap dari pendampingan Kejati NTB sebelumnya ketika sebagai jaksa pengacara negara (JPN) dalam upaya penyelamatan aset Pemprov NTB di kawasan Gili Trawangan.