Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat memeriksa tiga tersangka kasus korupsi dalam proyek penambahan ruang operasi dan ICU pada Rumah Sakit Umum Daerah Lombok Utara.
"Tiga tersangka yang hadir dalam pemeriksaan ini KPA, PPK, dan dari konsultan pengawas," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan, di Mataram, Rabu.
Inisial dari ketiganya adalah SH, mantan Direktur RSUD Lombok Utara sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA); EB, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek; dan Direktur CV Cipta Pandu Utama berinisial DD, konsultan pengawas.
"Sebenarnya pemeriksaan tersangka ini kami agendakan untuk empat orang, namun salah satu tidak hadir. Ini pemeriksaan perdana tersangka," ujarnya.
Untuk tersangka yang tidak memenuhi panggilan jaksa penyidik ini berinisial DT, direktur perusahaan pelaksana proyek dari PT Apro Megatama, asal Makassar, Sulawesi Selatan.
"Tidak hadirnya (tersangka DT) tanpa keterangan," ujar dia.
Dedi menyatakan bahwa jaksa penyidik telah memutuskan untuk tidak menahan ketiga tersangka. Terkait dengan pertimbangannya, Dedi mengaku belum menerima kabar resmi dari jaksa penyidik.
Dari pantauan di Gedung Kejati NTB, pemeriksaan tiga tersangka ini berjalan sejak Rabu (27/10) pagi, sekitar pukul 10.00 WITA. Ketiganya hadir dengan didampingi pengacara.
Salah seorang tersangka berinisial DD, Direktur CV Cipta Pandu Utama yang berperan sebagai pihak konsultan pengawas, nampak lebih dahulu menyelesaikan pemeriksaan.
Pemeriksaan DD sebagai tersangka dengan pendampingan pengacara Edy Kurniadi, selesai sekitar pukul 16.00 WITA. Namun tanpa memberikan keterangan kepada wartawan, Edy cepat bergegas mendampingi kliennya masuk ke dalam kendaraan.
"Nanti saja ya, kami masih ada urusan," ujar Edy.
Proyek penambahan ruang operasi dan ICU tahun anggaran 2019 ini menelan anggaran Rp6,4 miliar. Dugaan korupsinya muncul karena pengerjaannya molor hingga menimbulkan denda. Hal itu pun mengakibatkan muncul kerugian negara Rp742,75 juta. Nilai tersebut muncul berdasarkan hasil audit Inspektorat Lombok Utara.
"Tiga tersangka yang hadir dalam pemeriksaan ini KPA, PPK, dan dari konsultan pengawas," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan, di Mataram, Rabu.
Inisial dari ketiganya adalah SH, mantan Direktur RSUD Lombok Utara sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA); EB, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek; dan Direktur CV Cipta Pandu Utama berinisial DD, konsultan pengawas.
"Sebenarnya pemeriksaan tersangka ini kami agendakan untuk empat orang, namun salah satu tidak hadir. Ini pemeriksaan perdana tersangka," ujarnya.
Untuk tersangka yang tidak memenuhi panggilan jaksa penyidik ini berinisial DT, direktur perusahaan pelaksana proyek dari PT Apro Megatama, asal Makassar, Sulawesi Selatan.
"Tidak hadirnya (tersangka DT) tanpa keterangan," ujar dia.
Dedi menyatakan bahwa jaksa penyidik telah memutuskan untuk tidak menahan ketiga tersangka. Terkait dengan pertimbangannya, Dedi mengaku belum menerima kabar resmi dari jaksa penyidik.
Dari pantauan di Gedung Kejati NTB, pemeriksaan tiga tersangka ini berjalan sejak Rabu (27/10) pagi, sekitar pukul 10.00 WITA. Ketiganya hadir dengan didampingi pengacara.
Salah seorang tersangka berinisial DD, Direktur CV Cipta Pandu Utama yang berperan sebagai pihak konsultan pengawas, nampak lebih dahulu menyelesaikan pemeriksaan.
Pemeriksaan DD sebagai tersangka dengan pendampingan pengacara Edy Kurniadi, selesai sekitar pukul 16.00 WITA. Namun tanpa memberikan keterangan kepada wartawan, Edy cepat bergegas mendampingi kliennya masuk ke dalam kendaraan.
"Nanti saja ya, kami masih ada urusan," ujar Edy.
Proyek penambahan ruang operasi dan ICU tahun anggaran 2019 ini menelan anggaran Rp6,4 miliar. Dugaan korupsinya muncul karena pengerjaannya molor hingga menimbulkan denda. Hal itu pun mengakibatkan muncul kerugian negara Rp742,75 juta. Nilai tersebut muncul berdasarkan hasil audit Inspektorat Lombok Utara.