Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Kasus penikahan anak dibawah umur atau usia dini di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat meningkat selama pandemi COVID-19, terlihat dari jumlah pasangan suami istri yang mengajukan dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama Praya mencapai ratusan orang.
Selama periode Januari-November 2021 ada 297 anak di bawah umur telah mengajukan dispensasi pernikahan, kata Panitra Muda pada Pengadilan Agama Praya, Salman di Lombok Tengah, Senin.
Dari ratusan kasus yang mengajukan dispensasi perkawinan tersebut, tidak semuanya disetujui atau ditindak lanjuti, karena umur pengantin wanita maupun laki-laki terlalu muda yakni dibawah 16 Tahun. Sehingga setelah dikaji dan mengikuti proses keluarga kedua belah diminta untuk menunda pernikahan mereka.
"Ada yang disetujui 260 orang dan sisanya itu ditolak, karena umurnya di bawah 16 tahun," katanya.
Dikatakan, batas umur minimal anak boleh menikah sesuai Undang-undang tentang perkawinan awalnya itu memang 16 tahun, kemudian dilakukan revisi dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik untuk perempuan maupun laki-laki.
"Kalau melihat kasus yang mengajukan dispensasi nikah, angka pernikahan anak di bawah umur selama pandemi ini cukup tinggi di Lombok Tengah," katanya.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur yakni, kurangnya tanggung jawab orang tua dalam memperhatikan anaknya. Selain itu faktor lingkungan dan ekonomi serta kehamilan duluan bisa menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur.
"Itu yang nampak saat ini setelah dikaji dari beberapa kasus yang mengajukan dispensasi perkawinan," katanya.
Ia juga mengatakan, faktor budaya atau adat istiadat terkadang bisa menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur, ketika anak pulang malam atau tidak pulang setelah keluar dengan teman prianya.
Namun, ketika ada kasus seperti itu pihaknya tetap melakukan upaya mediasi dengan kedua belah pihak supaya mereka dipisahkan.
"Selama itu hal yang positif, kita upayakan untuk tetap dilakukan mediasi atau dipisahkan," katanya.
Dampak dari terjadinya pernikahan anak dibawah umur bisa menyebabkan peningkatan kasus perceraian dan stunting serta terkait kesehatan lainnya. Sehingga pihaknya juga tetap melakukan sosialisasi guna mencegah terjadinya pernikahan dini atau anak dibawah umur.
"Sosialisasi dengan pemerintah desa tetap dilakukan untuk menekan angka pernikahan dibawah umur di Lombok Tengah," katanya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap melakukan pengawasan terhadap anaknya, ketika mereka keluar rumah harus diperhatikan atau jagan diberikan kebebasan yang berlebihan, supaya tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan.
"Selama pandemi COVID-19 ini waktu anak masuk sekolah terkadang tidak tentu. Jadi orang tua juga harus lebih waspada dalam mengawasi anaknya," katanya.
Selama periode Januari-November 2021 ada 297 anak di bawah umur telah mengajukan dispensasi pernikahan, kata Panitra Muda pada Pengadilan Agama Praya, Salman di Lombok Tengah, Senin.
Dari ratusan kasus yang mengajukan dispensasi perkawinan tersebut, tidak semuanya disetujui atau ditindak lanjuti, karena umur pengantin wanita maupun laki-laki terlalu muda yakni dibawah 16 Tahun. Sehingga setelah dikaji dan mengikuti proses keluarga kedua belah diminta untuk menunda pernikahan mereka.
"Ada yang disetujui 260 orang dan sisanya itu ditolak, karena umurnya di bawah 16 tahun," katanya.
Dikatakan, batas umur minimal anak boleh menikah sesuai Undang-undang tentang perkawinan awalnya itu memang 16 tahun, kemudian dilakukan revisi dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik untuk perempuan maupun laki-laki.
"Kalau melihat kasus yang mengajukan dispensasi nikah, angka pernikahan anak di bawah umur selama pandemi ini cukup tinggi di Lombok Tengah," katanya.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur yakni, kurangnya tanggung jawab orang tua dalam memperhatikan anaknya. Selain itu faktor lingkungan dan ekonomi serta kehamilan duluan bisa menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur.
"Itu yang nampak saat ini setelah dikaji dari beberapa kasus yang mengajukan dispensasi perkawinan," katanya.
Ia juga mengatakan, faktor budaya atau adat istiadat terkadang bisa menyebabkan terjadinya pernikahan dibawah umur, ketika anak pulang malam atau tidak pulang setelah keluar dengan teman prianya.
Namun, ketika ada kasus seperti itu pihaknya tetap melakukan upaya mediasi dengan kedua belah pihak supaya mereka dipisahkan.
"Selama itu hal yang positif, kita upayakan untuk tetap dilakukan mediasi atau dipisahkan," katanya.
Dampak dari terjadinya pernikahan anak dibawah umur bisa menyebabkan peningkatan kasus perceraian dan stunting serta terkait kesehatan lainnya. Sehingga pihaknya juga tetap melakukan sosialisasi guna mencegah terjadinya pernikahan dini atau anak dibawah umur.
"Sosialisasi dengan pemerintah desa tetap dilakukan untuk menekan angka pernikahan dibawah umur di Lombok Tengah," katanya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tetap melakukan pengawasan terhadap anaknya, ketika mereka keluar rumah harus diperhatikan atau jagan diberikan kebebasan yang berlebihan, supaya tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan.
"Selama pandemi COVID-19 ini waktu anak masuk sekolah terkadang tidak tentu. Jadi orang tua juga harus lebih waspada dalam mengawasi anaknya," katanya.