Mataram, 22/6 (ANTARA) - Kedutaan Besar Republik Indonesia di Brunei Darussalam menangani sebanyak 414 kasus Tenaga Kerja Indonesia yang mencuat dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2011.

     "Dari 414 kasus yang ditangani itu, sebanyak 405 kasus terselesaikan, sehingga hanya sedikit yang belum tuntas," kata Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Brunei Darussalam Handriyo Kusumo Priyo, dalam pertemuan koordinasi dengan jajaran Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram, Rabu.

     Ia juga mengimformasikan bahwa jumlah TKI yang pulang ke Indonesia setelah permasalahannya diselesaikan berjumlah 285 orang, dan sebanyak 120 orang kembali bekerja.

     Adapun permasalahan TKI yang ada di Brunei Darussalam, antara lain tidak tahan bekerja, upah tidak dibayar, tidak sesuai kontrak kerja, kekerasan terhadap TKI penata laksana rumah tangga (PLRT), sakit, pemutusan kerja sepihak, pelecehan seksual, penyalahgunaan visa kunjungan, pemerkosaan dan tindak kriminal.

     Menurut catatan KBRI Brunei Darussalam pada Juni 2011, jumlah TKI asal Lombok, NTB, yang berada di negara itu berjumlah 785 orang, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal.

     TKI asal Lombok yang bermasalah sampai dengan Juni 2011 tercatat sebanyak 109 orang, karena tidak tahan bekerja sebanyak 44 orang, upah tidak dibayar sebanyak 37 orang, sakit delapan orang, kekerasan lima orang, tidak sesuai kontrak empat orang, dan tindak kriminal yakni dituduh mencuri dua orang, seorang dipenjara enam bulan, bekerja dengan visa kunjungan satu orang.

     Seorang TKI asal Lombok yang dituduh mencelakai majikan dan delapan orang sedang dalam proses hukum, dan tujuh orang lainnya terlibat masalah lain seperti TKI transit, berselisih paham dengan teman (saudara) dan tidak membayar setoran.

     Rinciannya, asal Kota Mataram sebanyak tujuh orang, Kabupaten Lombok Barat sembilan orang, Lombok Timur 26 orang, Lombok Utara tiga orang, Bima 20 orang, dan Sumbawa 19 orang.

     Selain itu, permasalahan lainnya yang dilakukan oleh TKI asal Lombok di Brunei Darussalam, yaitu perampokan bersenjata pada 19 April 2011 yang dilakukan oleh kelompok Group Usop yang diketuai oleh M. Malik Gerhana.

     Hingga saat ini, Malik Gerhana masih menjadi buronan Kepolisian Brunei Darussalam dan Interpol.

     Sementara upaya nyata yang ditempuh KBRI Brunei Darussalam dalam memberikan perlindungan kepada para TKI, antara lain membentuk "task force citizen service", kerjasama dengan instansi terkait Brunei dan Indonesia, kerjasama dengan Permai, Brudifa dan Iatmi, serta pertemuan dengan TKI secara periodik di daerah.

     Upaya lainnya yakni pelayanan konsuler dan ketenagakerjaan secara periodik di daerah, menampung dan menyelesaikan pengaduan TKI, meneliti dan menyeleksi "job order", mengunjungi WNI di penjara, memberikan bantuan finansial WNI keluar penjara, memberikan pelayanan "emergency passport", memberikan bantuan finansial bagi pemulangan TKI dan memberikan biaya pengobatan wni yang berkunjung.

     Selanjutnya, mendampingi WNI dalam persidangan, membantu pengajuan banding (appeal), memfasilitasi pemulangan jenazah, membantu wni terlantar ketika transit, memberikan pelatihan untuk TKI di penampungan, melakukan pembinaan mental/motivasi psikologis bagi TKI di penampungan, kerja sama dengan media massa, kerjasama dengan "labour consultant" dan kerjasama dengan kantor pengacara (lawyer).

     "Harapan kami, yakni adanya peningkatan penempatan TKI sektor formal, pengurangan pengiriman TKI di sektor informal, TKI hanya menggunakan agensi resmi, adanya kontrak kerja yang disepakati semua pihak yang terkait, dan perlindungan hukum bagi TKI secara menyeluruh, serta berkurangnya kasus kriminal yang dilakukan oleh WNI/TKI," ujarnya. (Devi/*)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024