Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengungkap adanya langkah penyidikan perihal kasus penjualan aset pemerintah kota berupa lahan Rumah Potong Hewan (RPH) Loang Balok.

Pelaksana Harian Kepala Kejari Mataram Hilman Azazi di Mataram, Senin, mengatakan, pihaknya menetapkan persoalan tersebut masuk tahap penyidikan berdasarkan temuan alat bukti.

"Berdasarkan alat bukti yang didapatkan, persoalan ini (penjualan aset) sekarang masuk tahap penyidikan kejaksaan," kata Hilman.

Pada tahapannya, jaksa mengagendakan pemeriksaan saksi. Mereka adalah para pihak yang sebelumnya pada tahap penyelidikan memberikan keterangan ke hadapan jaksa.

"Pemeriksaan saksi kami agendakan untuk memperkuat alat bukti yang ada," ujarnya.

Dari kronologis penanganan perkara terungkap bahwa adanya persoalan penjualan aset milik Pemerintah Kota Mataram tersebut berawal dari kerja sama di tahun 1989 silam.

Saat itu, ada perusahaan berinisial PPY menguasai lahan tersebut berdasarkan adanya Hak Guna Bangunan (HGB). Dengan dasar demikian, tahun 1991 perusahaan itu mendirikan bangunan usaha di atas lahan yang pada akhirnya terungkap seluas 3,7 hektare.

Namun kabarnya usaha yang dijalankan oleh PPY tidak bertahan lama. Sehingga di tahun 1996, PPY menutup usaha tersebut.

Belum habis masa HGB, muncul dua sertifikat sporadik yang diduga mengatasnamakan direktur perusahaan PPY. Luasan 3,7 hektare dipecah menjadi dua sertifikat. Pertama dengan luasan 2 hektare dan satunya lagi 1,7 hektare.

"Sporadik waktu itu dimunculkan dari pihak kelurahan," ucapnya.

Berlanjut di tahun 2014, terungkap lahan milik Pemkot Mataram yang telah menjadi dua sertifikat sporadik tersebut dijual dengan harga per are Rp50 juta. Dari penelusuran, yang laku hanya sertifikat dengan luasan 2 hektare.

"Lahan itu (luas 2 hektare) dijual Rp10 miliar. Tetapi pembelinya baru menyerahkan Rp2 miliar," kata dia.

Pembeli enggan melunasi setelah mengetahui adanya penolakan administrasi dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Alasannya karena lahan seluas 2 hektare itu tercatat sebagai aset milik Pemkot Mataram.

Selain itu, juga terungkap dari penelusuran bahwa lahan itu masih tercatat di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kota Mataram.

Dengan hasil penelusuran demikian, penyidikannya dipastikan Hilman akan berlanjut pada penguatan alat bukti dari ahli audit kerugian negara.

"Jadi, kita tidak menghitung dari jumlah luasan lahan yang dijual. Tetapi jumlah lahan yang diubah menjadi sporadik," ujarnya.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024