Mataram, 21/7 (ANTARA) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Barat bekerja sama dengan instansi teknis terkait, memperketat pengawasan gudang beras terkait sinyalemen penimbunan beras untuk kepentingan bisnis.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Nusa Tenggara (NTB) Lalu Imam Maliki di Mataram Kamis mengatakan, pengawasan gudang beras itu merupakan langkah antisipasi terhadap kekurangan stok di pasaran, menjelang puasa dan lebaran.
Pengawasannya sudah berjalan yang dilakukan bersama dinas teknis terkait di jajaran Pemprov NTB dan Bulog. Sejak pekan lalu pengetatan pengawasan itu mulai dilakukan, ujarnya.
NTB merupakan salah satu daerah surplus beras sehingga semestinya tidak perlu mengkhawatirkan kekurangan stok di pasar-pasar rakyat.
Namun kenyataannya, pada saat-saat tertentu harga beras melambung dan pedagang mengklaim stok terbatas.
"Itu sinyalemen adanya penimbunan beras, karena produksi beras jauh melebihi kebutuhan namun dilaporkan stok terbatas di pasaran, sehingga pengawasan ketat di gudang-gudang beras perlu dilakukan," ujarnya.
Versi Pemprov NTB yang mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga akhir 2010 NTB surplus beras lebih dari 600 ribu ton, karena ada perluasan areal tanam dan kenaikan produktivitas padi sawah maupun padi ladang setiap musim tanam.
Surplus beras NTB yang sudah dicapai pada 2009 yakni sebanyak 526.928 ton karena mampu memproduksi 1.879.641 ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara dengan 1.054.248 ton beras.
Surplus beras itu diketahui setelah mencermati situasi konsumsi penduduk NTB sebesar 121,7 kilogram/kapita/tahun.
Produksi padi di wilayah NTB pada 2009 mencapai 1.879.641 ton GKG atau naik 7,37 persen dibanding 2008 sebanyak 1.750.677 ton.
Dari data BPS itu, diketahui kenaikan produksi padi yang cukup tinggi terjadi pada padi ladang yang mencapai 12,2 persen dan padi sawah 6,8 persen.
Menurut Imam, pengawasan ketat di gudang-gudang beras juga didasarkan pada adanya sinyalemen beras yang diantarpulaukan dari wilayah Nusa Tenggara Barat tidak tercatat secara detail sehingga membuka peluang terjadi ekspor secara ilegal sekaligus memicu inflasi.
Beras yang diantarpulaukan dari Pulau Lombok melalui Pelabuhan Laut Lembar tidak tercatat secara detail. Hasil koordinasi dengan PT Pelindo dan Karantina di Pelabuhan Lembar misalnya, hanya berhasil mengetahui sebanyak 25.983 ton beras yang diantarpulaukan dari Lombok sejak Januari-Juni 2010.
"Katanya, banyak yang dibawa menggunakan kapal penyeberangan ferry. namun ASDP tidak mencatatnya sehingga tidak bisa mengetahui total jumlah beras yang diantarpulaukan dari Lombok setiap musim panen," ujarnya.
Karena itu, tidak mengherankan jika berbagai kalangan menuding tingginya harga beras di pasaran Pulau Lombok pada saat-saat tertentu karena banyaknya beras yang diantarpulaukan tanpa sepengetahuan pemerintah atau pun Bulog. (*)