Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat mengagendakan penyitaan buku rekening para penerima dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) perbankan dari kalangan petani di wilayah Lombok Timur dan Lombok Tengah.
Juru Bicara Kejati NTB Agung Sutoto di Mataram, Kamis, mengatakan agenda penyitaan itu menjadi rangkaian penyidik yang kini sedang berupaya mengungkap peran tersangka dalam kasus korupsi dana KUR perbankan bantuan kementerian di tahun 2020 tersebut.
"Dalam penyitaan buku rekening itu nantinya akan dilengkapi dengan surat resmi penyitaan," kata Agung.
Meskipun masih dalam agenda, namun penyidik kejaksaan sudah mengetahui keberadaan dari buku rekening penerima dana KUR perbankan itu.
Keberadaannya dipastikan belum ada di kalangan penerima, melainkan hingga kini masih menumpuk di gudang bank penyalur dana KUR yang berada di Kota Mataram.
Dalam perkembangan lainnya, penyidik kejaksaan telah mengumpulkan sejumlah dokumen dari analis kredit standar bank penyalur.
"Dokumennya itu berkaitan dengan bagaimana proses verifikasi data-data nasabah, penerima dari kalangan petani," ujarnya.
Sebelum menyerahkan, staf analis kredit standar dari bank penyalur telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Dalam pemeriksaannya, mereka turut didampingi staf biro hukum (Legal Officer).
Lebih lanjut, Agung menyampaikan progres dari penyidikan kasus dugaan korupsi dana KUR ini masih akan berlanjut pada pemeriksaan saksi. Tujuan akhirnya untuk menelisik kerugian negara maupun peran tersangka.
Pemeriksaannya pun berlangsung sejak awal Maret 2022 dan masih akan berjalan marathon. Empat dari lima kepala desa juga telah diperiksa. Mereka berasal dari wilayah penerima dana KUR di wilayah Lombok Timur.
Program bantuan dana untuk masyarakat petani ini berasal dari Kementerian Pertanian. Terhimpun 622 petani dari lima desa di wilayah Lombok Timur bagian selatan mendapat usulan masuk sebagai penerima dana KUR.
Mereka yang menerima usulan berasal dari kalangan petani jagung. Setiap petani dijanjikan pinjaman tunai Rp15 juta untuk luas lahan per hektare.
Sehingga dari 662 petani, terhimpun luas lahan yang masuk dalam pendanaan tersebut mencapai 1.582 hektare.
Berlanjut pada kalangan petani tembakau di Lombok Tengah. Tercatat ada sebanyak 460 orang yang terhimpun dalam data usulan penerima bantuan. Dalam janjinya, setiap petani mendapat dana dari KUR dengan besaran Rp30 juta hingga Rp50 juta.
Dengan pendataan demikian, para petani yang terdaftar dalam data usulan penerima KUR wajib menjalani proses administrasi pinjaman. Sejumlah berkas ditandatangani.
Dalam proses tersebut, terlibat peran pihak ketiga, Yaitu PT ABB serta oknum pengurus HKTI NTB. Mereka berperan sebagai mitra pemerintah.
Untuk keperluan administrasi petani jagung, mereka menjalankan proses pengajuan dana KUR melalui pihak bank.
Perihal keberadaan PT ABB sebagai pihak ketiga, diduga kuat mendapat penunjukan langsung dari kementerian. Begitu juga dengan keterlibatan oknum pengurus HKTI NTB.
Persoalan dalam kasus ini pun mencuat ketika sejumlah petani mengajukan pinjaman ke bank lain. Pengajuannya tidak dapat diproses karena masalah tunggakan KUR yang sedang berjalan di bank penyalur.
Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Nilainya bergantung pada kepemilikan luas lahan. Namun sampai saat ini terungkap bahwa para petani mengaku belum pernah menerima dana kredit tersebut.
Juru Bicara Kejati NTB Agung Sutoto di Mataram, Kamis, mengatakan agenda penyitaan itu menjadi rangkaian penyidik yang kini sedang berupaya mengungkap peran tersangka dalam kasus korupsi dana KUR perbankan bantuan kementerian di tahun 2020 tersebut.
"Dalam penyitaan buku rekening itu nantinya akan dilengkapi dengan surat resmi penyitaan," kata Agung.
Meskipun masih dalam agenda, namun penyidik kejaksaan sudah mengetahui keberadaan dari buku rekening penerima dana KUR perbankan itu.
Keberadaannya dipastikan belum ada di kalangan penerima, melainkan hingga kini masih menumpuk di gudang bank penyalur dana KUR yang berada di Kota Mataram.
Dalam perkembangan lainnya, penyidik kejaksaan telah mengumpulkan sejumlah dokumen dari analis kredit standar bank penyalur.
"Dokumennya itu berkaitan dengan bagaimana proses verifikasi data-data nasabah, penerima dari kalangan petani," ujarnya.
Sebelum menyerahkan, staf analis kredit standar dari bank penyalur telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Dalam pemeriksaannya, mereka turut didampingi staf biro hukum (Legal Officer).
Lebih lanjut, Agung menyampaikan progres dari penyidikan kasus dugaan korupsi dana KUR ini masih akan berlanjut pada pemeriksaan saksi. Tujuan akhirnya untuk menelisik kerugian negara maupun peran tersangka.
Pemeriksaannya pun berlangsung sejak awal Maret 2022 dan masih akan berjalan marathon. Empat dari lima kepala desa juga telah diperiksa. Mereka berasal dari wilayah penerima dana KUR di wilayah Lombok Timur.
Program bantuan dana untuk masyarakat petani ini berasal dari Kementerian Pertanian. Terhimpun 622 petani dari lima desa di wilayah Lombok Timur bagian selatan mendapat usulan masuk sebagai penerima dana KUR.
Mereka yang menerima usulan berasal dari kalangan petani jagung. Setiap petani dijanjikan pinjaman tunai Rp15 juta untuk luas lahan per hektare.
Sehingga dari 662 petani, terhimpun luas lahan yang masuk dalam pendanaan tersebut mencapai 1.582 hektare.
Berlanjut pada kalangan petani tembakau di Lombok Tengah. Tercatat ada sebanyak 460 orang yang terhimpun dalam data usulan penerima bantuan. Dalam janjinya, setiap petani mendapat dana dari KUR dengan besaran Rp30 juta hingga Rp50 juta.
Dengan pendataan demikian, para petani yang terdaftar dalam data usulan penerima KUR wajib menjalani proses administrasi pinjaman. Sejumlah berkas ditandatangani.
Dalam proses tersebut, terlibat peran pihak ketiga, Yaitu PT ABB serta oknum pengurus HKTI NTB. Mereka berperan sebagai mitra pemerintah.
Untuk keperluan administrasi petani jagung, mereka menjalankan proses pengajuan dana KUR melalui pihak bank.
Perihal keberadaan PT ABB sebagai pihak ketiga, diduga kuat mendapat penunjukan langsung dari kementerian. Begitu juga dengan keterlibatan oknum pengurus HKTI NTB.
Persoalan dalam kasus ini pun mencuat ketika sejumlah petani mengajukan pinjaman ke bank lain. Pengajuannya tidak dapat diproses karena masalah tunggakan KUR yang sedang berjalan di bank penyalur.
Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Nilainya bergantung pada kepemilikan luas lahan. Namun sampai saat ini terungkap bahwa para petani mengaku belum pernah menerima dana kredit tersebut.