Lombok Barat, NTB, 17/9 (ANTARA) - Menteri Pertanian Suswono menyayangkan Rumah Potong Hewah standar internasional bernilai Rp7 miliar yang dibangun dengan biaya APBN 2001, di Banyumulek, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, masih terbengkalai ("mangkrak").
"Sangat disayangkan, ada RPH modern yang sebetulnya bisa difungsikan dengan baik tapi malah begini. Apalagi NTB ini sumber ternak," kata Suswono, saat meninjau Rumah Potong Hewan (RPH) Banyumulek, Sabtu.
Peninjauan ke RPH Banyumulek itu dilakukan usai membuka Gelar Inovasi Teknologi (GIT) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pembangunan Pertanian (PP) Tingkat Nasional XI di Gerimax, Kabupaten Lombok Barat, NTB.
GIT SMK-PP yang diikuti perwakilan dari berbagai provinsi di Indonesia itu berlangsung hingga 22 September mendatang.
Suswono berharap, pemerintah daerah segera mengoperasikan RPH modern itu berdasarkan potensi yang ada.
Bahkan, ia menyarankan diserahkan pengelolaannya kepada sektor swasta, jika perusahaan daerah tidak mampu mengelolanya.
"Harus segera dikelola agar tahun ini bisa ada jaminan suplai daging ke Jakarta dan sekitarnya, agar bisa mengurangi jumlah impor daging. Rasanya aneh saja bagi saya, kalau tempat ini tidak bisa difungsikan dengan baik," ujarnya.
Suswono mengatakan, hasil sensus sapi potong, sapi perah dan kerbau yang dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) dengan BPS, pada Juli 2011, cukup menggembirakan.
Sapi dan kerbau di berbagai daerah di Indonesia, terdata sebanyak 14,8 juta ekor dan dari jumlah itu akan dianalisa untuk menetapkan apakah Indonesia masih harus mengimpor sapi atau tidak lagi.
"Kalau nanti ternyata kita bisa potong 2,3 juta sampai 2,9 juta ekor setiap tahun, itu berarti kita tidak perlu mengimpor. Tahun ini, kita kurangi daging impor sebanyak 30 ribu ton dan sapi bakalan sebanyak130 ribu ekor," paparnya.
Suswono optimistis sapi dari wilayah NTB dapat bersaing dengan sapi yang diimpor dari Australia dan negara lainnya, jika distribusinya ke Pulau Jawa dilaksanakan secara baik.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB Syamsul Dilaga, mengatakan RPH Banyumulek itu tengah diupayakan pengoperasiannya untuk menghasilkan stok daging segar bagi masyarakat NTB dan daerah lainnya.
"'Mangkrak'-nya RPH ini sudah cukup lama dan sekarang diambilalih perusahaan daerah, bahkan sudah mulai uji coba pemotongan sapi sejak bulan lalu. Mungkin beberapa bulan ke depan sudah rutin pemanfaatannya," ujarnya.
Kini, perusahaan daerah PT Gerbang NTB Emas (GNE) tengah menjalin kerja sama dengan PT Ajinomoto untuk memfungsikan RPH Banyumulek, guna memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan perekonomi daerah.
Direktur Utama PT GNE Zainul Aidi, mengatakan tahap awal pengoperasian RPH Banyumulek itu, diupayakan tiap hari ada pemotongan 5-10 ekor sapi dan dagingnya dipasarkan di wilayah NTB.
"Kami juga orientasi produksi daging beku untuk dipasarkan ke luar daerah, karena sudah ada mesin pendingin dan fasilitas pendukung lainnya," ucapnya.
RPH Banyumulek itu, semula dikelola perusahaan swasta PT Citra Agro Lombok dengan durasi kerja sama selama 20 tahun terhitung 2001, namun dilanda kebangkrutan, sehingga dilihkan ke perusahaan swasta lainnya, namun juga gagal sehingga diambilalih PT GNE.
Bahkan, dikabarkan adanya masalah operasional PT Citra Agro Lombok yang dinilai ilegal, sebab perusahaan yang melakukan kontrak dengan Pemprov NTB yakni PT Royal Kencana Mulya bukan PT Citra Agro Lombok.
Semula RPH itu dipersiapkan untuk pemotongan hewan hingga lebih dari 50 ekor per hari dengan produksi higienes. RPH serupa hanya ada 10 unit di Indonesia termasuk di NTB. (*)