Mataram (ANTARA) - Jaksa minta hakim menjatuhkan vonis kepada Terdakwa Hazairin yang terseret dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) biaya penerbitan sertifikat tanah untuk nelayan di kawasan Teluk Awang, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, selama empat tahun penjara.
"Menuntut Majelis Hakim untuk turut menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa senilai Rp200 jura subsider dua bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum Reta Rusyana ke hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin.
Tuntutan untuk Mantan Kepala Seksi Perikanan Tangkap pada Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Tengah tersebut diminta jaksa penuntut umum terbukti sesuai isi dakwaan Pasal 12e atau Pasal 12a Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa menerapkan tuntutan pasal tersebut sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan, yakni adanya penyalahgunaan kewenangan dan turut serta terdakwa melakukan pungutan liar (pungli) dalam penerbitan sertifikat tanah untuk nelayan.
Dalam dakwaan, jaksa turut menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat tanah untuk nelayan ini masuk di program Nelayan Sehat di tahun 2020, hasil kerja sama antara Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tujuan dari adanya program tersebut memberikan kemudahan bagi nelayan dalam mendapatkan pinjaman di bank dengan menjadikan sertifikat tanah tersebut sebagai agunan.
Dalam kasus ini terdakwa terseret dalam aksi tangkap tangan terhadap Kepala Dusun Awang Asem Sukardi, yang juga masih menjalani proses persidangan.
Sukardi ditangkap oleh personel Kepolisian Resor Lombok Tengah melakukan penarikan uang di kalangan penerima sertifikat tanah. Nilai uang yang disita dari penangkapan Sukardi, mencapai Rp6 juta. Uang itu pun kini sudah dikembalikan kepada yang berhak.
Usai mendengar tuntutan jaksa, Majelis Hakim yang dipimpin Irlina kemudian menetapkan sidang lanjutan pada pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) sesuai pengajuan terdakwa melalui penasihat hukum.
"Menuntut Majelis Hakim untuk turut menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa senilai Rp200 jura subsider dua bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum Reta Rusyana ke hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Senin.
Tuntutan untuk Mantan Kepala Seksi Perikanan Tangkap pada Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Tengah tersebut diminta jaksa penuntut umum terbukti sesuai isi dakwaan Pasal 12e atau Pasal 12a Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa menerapkan tuntutan pasal tersebut sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan, yakni adanya penyalahgunaan kewenangan dan turut serta terdakwa melakukan pungutan liar (pungli) dalam penerbitan sertifikat tanah untuk nelayan.
Dalam dakwaan, jaksa turut menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat tanah untuk nelayan ini masuk di program Nelayan Sehat di tahun 2020, hasil kerja sama antara Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tujuan dari adanya program tersebut memberikan kemudahan bagi nelayan dalam mendapatkan pinjaman di bank dengan menjadikan sertifikat tanah tersebut sebagai agunan.
Dalam kasus ini terdakwa terseret dalam aksi tangkap tangan terhadap Kepala Dusun Awang Asem Sukardi, yang juga masih menjalani proses persidangan.
Sukardi ditangkap oleh personel Kepolisian Resor Lombok Tengah melakukan penarikan uang di kalangan penerima sertifikat tanah. Nilai uang yang disita dari penangkapan Sukardi, mencapai Rp6 juta. Uang itu pun kini sudah dikembalikan kepada yang berhak.
Usai mendengar tuntutan jaksa, Majelis Hakim yang dipimpin Irlina kemudian menetapkan sidang lanjutan pada pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) sesuai pengajuan terdakwa melalui penasihat hukum.