Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 telah mengubah cara pandang dunia mengenai pentingnya kolaborasi riset dalam percepatan penanganan suatu pandemi yang melanda secara global. Ketika pandemi COVID-19 terjadi, data genom virus penyebab COVID-19, SARS-CoV-2, dikumpulkan dari berbagai belahan dunia pada satu platform yakni Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID).
Dengan data genom virus yang terkoneksi dalam satu sistem tersebut, maka berbagi data genom akan menjadi lebih mudah lintas negara. Data tersebut bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai karakteristik virus dan mengungkap mutasi yang terjadi. Dengan demikian, langkah intervensi kesehatan pun dapat segera dilakukan untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran penyakit.
Komitmen, kerelaan berbagi, keterbukaan, dan kolaborasi telah membuka pintu-pintu jawaban untuk penanganan pandemi. Periset-periset di dunia bisa memanfaatkan data genom tersebut dan melakukan penelitian lanjutan untuk mempercepat pengembangan dan ketersediaan vaksin bagi seluruh umat manusia untuk menanggulangi pandemi.
Oleh karena itu, pandemi sebagai wabah penyakit yang tidak mengenal batas negara menjadi persoalan dunia yang membutuhkan kerja sama dan kolaborasi riset lintas negara.
Kolaborasi riset berkelanjutan akan sangat berguna untuk surveilans pandemi di masa depan. Kemungkinan munculnya pandemi baru di masa depan selalu ada, sehingga dunia harus bersiap agar tidak menderita seperti di awal pandemi COVID-19.
Untuk mengantisipasi, maka dari sekarang penting dan perlu dibangun sistem surveilans global yang kuat untuk melawan pandemi dengan konsep berbagi dan kolaboratif.
Kolaborasi riset untuk surveilans krisis kesehatan global dapat dilakukan dengan berbagi hasil penelitian dan pengembangan tentang pencegahan, persiapan, dan respons dalam krisis kesehatan.
Tentunya kolaborasi tersebut tidak hanya terbatas pada berbagi data genom, melainkan juga berbagi hasil riset dan pengembangan lanjutan di sektor kesehatan global yang berasal dari setiap negara, termasuk penelitian genom, pelacakan penyakit serta riset, pengembangan obat dan vaksin.
Penelitian genom berupaya menelusuri dan mengungkap hubungan antara tiap gen dengan suatu penyakit dan mekanismenya sehingga diperoleh pemahaman dan pengetahuan komprehensif serta utuh yang berguna untuk upaya pengobatan dan pencegahan penyakit.
Dengan lebih mengenal karakteristik virus melalui penelitian genom, maka intervensi kesehatan dapat lebih efektif dan efisien menyasar target, serta mendukung pengembangan obat dan vaksin untuk melawan penyakit yang disebabkan virus tersebut.
Berbagi data hasil riset dan pengembangan terkait ke dalam sistem data global yang terkoneksi antarnegara akan mendukung pembangunan satu sistem surveilans pandemi masa depan yang lebih tangguh, kolaboratif, dan efektif demi mewujudkan ketahanan kesehatan masyarakat dunia yang lebih kuat.
Dengan demikian, identifikasi penyakit dan penyebabnya, aspek epidemiologi, serta penanganan dan pengobatan penyakit dapat dilakukan secara inklusif sehingga sistem kesehatan global yang baru akan lebih kokoh mendeteksi penyakit baru serta menghadapi pandemi masa depan.
Kolaborasi riset dan pengembangan kesehatan global untuk melawan pandemi dibutuhkan serta bermanfaat terutama untuk mempercepat penanganan penyakit, sehingga dapat mendukung penemuan obat dan vaksin baru, menentukan langkah pencegahan strategis serta mengurangi jumlah korban jiwa, kesakitan dan kerugian sektor kesehatan.
Bagi negara maju yang memiliki industri kesehatan yang mapan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang canggih, hendaknya dapat saling melengkapi dengan kemampuan dan kapasitas negara berkembang serta miskin yang terus berjuang dengan keterbatasan yang ada.
Jika negara-negara di dunia bergabung dalam satu sistem surveilans yang kuat, maka respons kesehatan akan lebih efektif dan cepat diambil dan dapat diadopsi setiap negara, termasuk pelacakan penyakit baru yang muncul, penanganan, dan pencegahan, agar bisa lebih cepat dilakukan.
Menurut Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ocky Karna Radjasa, BRIN dalam Pertemuan Inisiatif Riset dan Inovasi G20 mengusulkan untuk meningkatkan, mengintensifkan, dan memperkuat kolaborasi riset dan inovasi dengan berbagi sarana, prasarana, serta pendanaan di antara negara-negara anggota G20.
G20 merupakan forum ekonomi utama dunia yang mempunyai posisi strategis karena mewakili setidaknya 85 persen perekonomian dunia, 79 persen perdagangan global, investasi global 80 persen, dan sekitar 65 persen penduduk dunia.
Baca juga: Transisi pandemi menuju endemi harus penuhi tiga syarat
Kesenjangan dalam kapasitas berbeda di antara negara anggota G20 dapat dijembatani dengan kerja sama dan kolaborasi riset. Kemampuan berbeda antarnegara di bidang kesehatan dan infrastruktur pendukungnya dapat disinergikan untuk menjadi modal dalam memperkuat surveilans penyakit terutama untuk mengantisipasi pandemi mendatang.
Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, serta umpan balik.
Surveilans dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah penyakit, mengurangi kesakitan, mencegah kematian, penyembuhan penderita, dan mencegah peningkatan penyakit.Menurut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, dari pengalaman tiga tahun terakhir, seluruh negara di dunia menyadari bahwa penanganan pandemi harus dilakukan bersama secara global dan tidak bisa sendiri-sendiri.
Presidensi Indonesia di G20 pada 2022 juga fokus pada upaya meningkatkan kerja sama dan kolaborasi lintas negara G20, termasuk untuk surveilans penyakit maupun yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Salah satu fokus utama riset di BRIN saat ini adalah mitigasi dan teknologi kebencanaan, termasuk untuk bencana nonalam seperti pandemi. "Kita tidak mungkin mengatasi pandemi tanpa adanya kolaborasi lintas negara. Karena pandemi tidak mengenal batas negara, baik dari sisi penyebab bencana maupun akibatnya yang dapat menimpa semua negara," ujarnya.
Dengan pengalaman mengatasi pandemi dua tahun terakhir, berbagai penguatan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur, serta berubahnya pola komunikasi dan kerja sama multilateral saat ini, ia optimistis negara-negara dan Indonesia memiliki kemampuan yang lebih baik dan lebih siap untuk menghadap pandemi di masa mendatang.
Dari pembelajaran selama pandemi COVID-19, Indonesia sendiri sudah memiliki kesiapan yang jauh lebih baik dalam konteks surveilans pandemi, khususnya terkait dengan sumber daya manusia yang memiliki kepakaran dan infrastruktur pendukungnya.
Tetapi, menurut Handoko, pelaksanaan surveilans sangat bergantung juga pada kementerian teknis yang berada di garis depan, seperti Kementerian Kesehatan untuk penyakit manusia dan Kementerian Pertanian untuk flora dan fauna.
Indonesia melalui BRIN juga melakukan penguatan infrastruktur riset dan membukanya sebagai platform terbuka bagi semua pihak sehingga riset dan pengembangan dapat dilakukan secara kolaboratif dan meluas.
Indonesia membangun beberapa fasilitas untuk riset vaksin Merah Putih untuk COVID-19 di Indonesia, antara lain laboratorium animal biosafety level-3 (BSL-3) dan laboratorium cara pembuatan vaksin yang baik.
Indonesia juga mempunyai laboratorium genomik, yang berguna sebagai laboratorium untuk melakukan pengurutan genom menyeluruh untuk mikroba, flora, fauna, dan manusia, laboratorium riset sains kehidupan serta laboratorium riset lingkungan.
Kolaborasi riset dan pengembangan menjadi suatu keniscayaan serta kebutuhan dalam membangun surveilans pandemi masa depan yang lebih kokoh dan inklusif sehingga Presidensi Indonesia di G20 diharapkan dapat menginisiasi kolaborasi global untuk penguatan surveilans pandemi mendatang demi menciptakan kesehatan masyarakat dunia yang lebih baik.
Dengan data genom virus yang terkoneksi dalam satu sistem tersebut, maka berbagi data genom akan menjadi lebih mudah lintas negara. Data tersebut bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai karakteristik virus dan mengungkap mutasi yang terjadi. Dengan demikian, langkah intervensi kesehatan pun dapat segera dilakukan untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran penyakit.
Komitmen, kerelaan berbagi, keterbukaan, dan kolaborasi telah membuka pintu-pintu jawaban untuk penanganan pandemi. Periset-periset di dunia bisa memanfaatkan data genom tersebut dan melakukan penelitian lanjutan untuk mempercepat pengembangan dan ketersediaan vaksin bagi seluruh umat manusia untuk menanggulangi pandemi.
Oleh karena itu, pandemi sebagai wabah penyakit yang tidak mengenal batas negara menjadi persoalan dunia yang membutuhkan kerja sama dan kolaborasi riset lintas negara.
Kolaborasi riset berkelanjutan akan sangat berguna untuk surveilans pandemi di masa depan. Kemungkinan munculnya pandemi baru di masa depan selalu ada, sehingga dunia harus bersiap agar tidak menderita seperti di awal pandemi COVID-19.
Untuk mengantisipasi, maka dari sekarang penting dan perlu dibangun sistem surveilans global yang kuat untuk melawan pandemi dengan konsep berbagi dan kolaboratif.
Kolaborasi riset untuk surveilans krisis kesehatan global dapat dilakukan dengan berbagi hasil penelitian dan pengembangan tentang pencegahan, persiapan, dan respons dalam krisis kesehatan.
Tentunya kolaborasi tersebut tidak hanya terbatas pada berbagi data genom, melainkan juga berbagi hasil riset dan pengembangan lanjutan di sektor kesehatan global yang berasal dari setiap negara, termasuk penelitian genom, pelacakan penyakit serta riset, pengembangan obat dan vaksin.
Penelitian genom berupaya menelusuri dan mengungkap hubungan antara tiap gen dengan suatu penyakit dan mekanismenya sehingga diperoleh pemahaman dan pengetahuan komprehensif serta utuh yang berguna untuk upaya pengobatan dan pencegahan penyakit.
Dengan lebih mengenal karakteristik virus melalui penelitian genom, maka intervensi kesehatan dapat lebih efektif dan efisien menyasar target, serta mendukung pengembangan obat dan vaksin untuk melawan penyakit yang disebabkan virus tersebut.
Berbagi data hasil riset dan pengembangan terkait ke dalam sistem data global yang terkoneksi antarnegara akan mendukung pembangunan satu sistem surveilans pandemi masa depan yang lebih tangguh, kolaboratif, dan efektif demi mewujudkan ketahanan kesehatan masyarakat dunia yang lebih kuat.
Dengan demikian, identifikasi penyakit dan penyebabnya, aspek epidemiologi, serta penanganan dan pengobatan penyakit dapat dilakukan secara inklusif sehingga sistem kesehatan global yang baru akan lebih kokoh mendeteksi penyakit baru serta menghadapi pandemi masa depan.
Kolaborasi riset dan pengembangan kesehatan global untuk melawan pandemi dibutuhkan serta bermanfaat terutama untuk mempercepat penanganan penyakit, sehingga dapat mendukung penemuan obat dan vaksin baru, menentukan langkah pencegahan strategis serta mengurangi jumlah korban jiwa, kesakitan dan kerugian sektor kesehatan.
Bagi negara maju yang memiliki industri kesehatan yang mapan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang canggih, hendaknya dapat saling melengkapi dengan kemampuan dan kapasitas negara berkembang serta miskin yang terus berjuang dengan keterbatasan yang ada.
Jika negara-negara di dunia bergabung dalam satu sistem surveilans yang kuat, maka respons kesehatan akan lebih efektif dan cepat diambil dan dapat diadopsi setiap negara, termasuk pelacakan penyakit baru yang muncul, penanganan, dan pencegahan, agar bisa lebih cepat dilakukan.
Menurut Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ocky Karna Radjasa, BRIN dalam Pertemuan Inisiatif Riset dan Inovasi G20 mengusulkan untuk meningkatkan, mengintensifkan, dan memperkuat kolaborasi riset dan inovasi dengan berbagi sarana, prasarana, serta pendanaan di antara negara-negara anggota G20.
G20 merupakan forum ekonomi utama dunia yang mempunyai posisi strategis karena mewakili setidaknya 85 persen perekonomian dunia, 79 persen perdagangan global, investasi global 80 persen, dan sekitar 65 persen penduduk dunia.
Baca juga: Transisi pandemi menuju endemi harus penuhi tiga syarat
Kesenjangan dalam kapasitas berbeda di antara negara anggota G20 dapat dijembatani dengan kerja sama dan kolaborasi riset. Kemampuan berbeda antarnegara di bidang kesehatan dan infrastruktur pendukungnya dapat disinergikan untuk menjadi modal dalam memperkuat surveilans penyakit terutama untuk mengantisipasi pandemi mendatang.
Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, serta umpan balik.
Surveilans dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah penyakit, mengurangi kesakitan, mencegah kematian, penyembuhan penderita, dan mencegah peningkatan penyakit.Menurut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, dari pengalaman tiga tahun terakhir, seluruh negara di dunia menyadari bahwa penanganan pandemi harus dilakukan bersama secara global dan tidak bisa sendiri-sendiri.
Presidensi Indonesia di G20 pada 2022 juga fokus pada upaya meningkatkan kerja sama dan kolaborasi lintas negara G20, termasuk untuk surveilans penyakit maupun yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Salah satu fokus utama riset di BRIN saat ini adalah mitigasi dan teknologi kebencanaan, termasuk untuk bencana nonalam seperti pandemi. "Kita tidak mungkin mengatasi pandemi tanpa adanya kolaborasi lintas negara. Karena pandemi tidak mengenal batas negara, baik dari sisi penyebab bencana maupun akibatnya yang dapat menimpa semua negara," ujarnya.
Dengan pengalaman mengatasi pandemi dua tahun terakhir, berbagai penguatan sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur, serta berubahnya pola komunikasi dan kerja sama multilateral saat ini, ia optimistis negara-negara dan Indonesia memiliki kemampuan yang lebih baik dan lebih siap untuk menghadap pandemi di masa mendatang.
Dari pembelajaran selama pandemi COVID-19, Indonesia sendiri sudah memiliki kesiapan yang jauh lebih baik dalam konteks surveilans pandemi, khususnya terkait dengan sumber daya manusia yang memiliki kepakaran dan infrastruktur pendukungnya.
Tetapi, menurut Handoko, pelaksanaan surveilans sangat bergantung juga pada kementerian teknis yang berada di garis depan, seperti Kementerian Kesehatan untuk penyakit manusia dan Kementerian Pertanian untuk flora dan fauna.
Indonesia melalui BRIN juga melakukan penguatan infrastruktur riset dan membukanya sebagai platform terbuka bagi semua pihak sehingga riset dan pengembangan dapat dilakukan secara kolaboratif dan meluas.
Indonesia membangun beberapa fasilitas untuk riset vaksin Merah Putih untuk COVID-19 di Indonesia, antara lain laboratorium animal biosafety level-3 (BSL-3) dan laboratorium cara pembuatan vaksin yang baik.
Indonesia juga mempunyai laboratorium genomik, yang berguna sebagai laboratorium untuk melakukan pengurutan genom menyeluruh untuk mikroba, flora, fauna, dan manusia, laboratorium riset sains kehidupan serta laboratorium riset lingkungan.
Kolaborasi riset dan pengembangan menjadi suatu keniscayaan serta kebutuhan dalam membangun surveilans pandemi masa depan yang lebih kokoh dan inklusif sehingga Presidensi Indonesia di G20 diharapkan dapat menginisiasi kolaborasi global untuk penguatan surveilans pandemi mendatang demi menciptakan kesehatan masyarakat dunia yang lebih baik.