BRIN menjelaskan kebijakan perlindungan dan valuasi KI hasil riset

id Logo Brin ,Kekayaan intelektual

BRIN menjelaskan kebijakan perlindungan dan valuasi KI hasil riset

Logo Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) (ANTARA/AstridFaidlatulHabibah)

Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan kebijakan strategis terkait pelindungan dan valuasi kekayaan intelektual (KI) yang dirancang untuk mendorong pengakuan, transfer teknologi, hingga komersialisasi hasil riset.

Direktur Manajemen Kekayaan Intelektual BRIN Juldin Bahriansyah menjelaskan pentingnya valuasi KI sebagai langkah strategis untuk menjadikan inovasi sebagai aset bernilai ekonomi. Menurutnya, pelindungan KI merupakan fondasi untuk mengapresiasi kreativitas dan inovasi para peneliti.

‘’Dalam konteks ini, pelindungan tidak hanya memberikan hak eksklusif kepada pemilik KI, tetapi juga mendorong komersialisasi hasil penelitian. Pelindungan KI memastikan bahwa hasil riset diakui, dilindungi, dan memiliki peluang untuk menjadi produk yang bernilai ekonomi,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Ia menyebutkan, regulasi seperti Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang memberikan perlindungan KI berupa hak eksklusif kepada pemilik atas invensi mereka. Regulasi ini menjadi dasar hukum untuk memberikan kepercayaan kepada investor dan menciptakan daya saing global.

Valuasi KI lanjut Juldin, adalah proses untuk menentukan nilai moneter atas aset KI, baik untuk tujuan akuntansi maupun komersial. BRIN telah mengintegrasikan valuasi dalam proses inovasi, dimulai dari pelindungan, penilaian, hingga komersialisasi.

Juldin juga menyampaikan, dalam konteks nasional valuasi KI diatur melalui sejumlah regulasi seperti UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Ekonomi Kreatif.

Baca juga: BRIN fasilitasi lokakarya internasional terkait urgensi sedimen fluvial

Valuasi ini penting terutama untuk industri kreatif, UMKM, dan lembaga penelitian, agar dapat memanfaatkan KI sebagai jaminan kredit atau alat investasi. Namun, ia menyebutkan ada beberapa tantangan dalam implementasi valuasi KI, terutama terkait karakteristik aset tak berwujud yang berbeda dari aset fisik. Banyak paten yang belum memiliki nilai konkret karena kurangnya catatan pengeluaran yang akuntabel. Selain itu, ekosistem keuangan di Indonesia masih dalam tahap awal untuk menerima KI sebagai jaminan.

Baca juga: BRIN menargetkan Indonesia masuk ke peringkat 49 GII

BRIN terus berupaya memperbaiki ekosistem inovasi melalui kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan lembaga keuangan.

“Kami berharap valuasi KI tidak hanya mendukung kegiatan ekonomi tetapi juga meningkatkan daya saing riset Indonesia di kancah global,” ujar Juldin.