Mataram, 1/11 (ANTARA) - Tujuh dari sepuluh daerah otonom di wilayah Nusa Tenggara Barat belum merampungkan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah, sehingga berpengaruh terhadap perencanaan pembangunan.
     "Dari 10 kabupaten/kota di NTB baru tiga yang sudah memiliki perda tata ruang, tujuh daerah lainnya sudah menggodoknya namun belum rampung," kata Kepala Bidang Penataan Ruang Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) A Makhul, yang didampingi Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum (PU) NTB Weda Matma Ardi, di Mataram, Selasa.
     Tiga daerah otonom yang sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) itu yakni Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, dan Kabupaten Bima.
     Tujuh daerah otonom lainnya yakni Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Utara, Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu dan Kota Bima, masih terus menyempurnakan rancangan perda (raperda) penataan ruangnya.
      Makhul mengatakan, tujuh kabupaten/kota di wilayah NTB yang belum merampungkan Perda RTRW itu, masih terkendala beragam masalah, seperti belum didukung rekomendasi Gubernur NTB dan belum disetujui Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN).
      "Raperda RTRW itu harus didukung rekomendassi gubernur agar sinkron dengan Perda RTRW Provinsi NTB. Demikian pula, harus mendapat persetujuan substansi dari BKPRN karena semua RTRW di daerah harus sejalan dengan RTRW nasional," ujarnya.
      Sementara itu, Weda Matma mengatakan, dari tujuh kabupaten/kota yang belum merampungkan Perda RTRW itu, tiga kabupaten diantaranya yakni Kabupaten Sumbawa, Lombok Timur dan Sumbawa Barat, tengah merampungkannya, dan diperkirakan tuntas di akhir 2011.
      Sedangkan tiga kabupaten/kota lainnya yakni Kabupaten Lombok Barat, Dompu dan Kota Bima, baru mengajukan ke Jakarta untuk dibahas di Kementerian Dalam Negeri, lalu dimatangkan di daerah.
      "Kalau Kabupaten Lombok Utara belum menggodoknya, namun terus didorong untuk menyusun rancangannya. Diharapkan, setelah 2012 nanti minimal sudah ada enam Perda RTRW kabupaten/kota di wilayah NTB," ujar Weda.
     Penggodokan Perda RTRW itu mengacu kepada Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, beserta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi NTB.
     Makhul maupun Weda menyayangkan lambannya penggodokan Perda RTRW di tingkat kabupaten/kota itu, karena berdampak pada kewenangan pemberian izin pemanfaatan lahan yang menjadi wewenang bupati/wali kota.
     Keduanya menyontohkan, penundaan izin eksploitasi usaha pertambangan yang dibutuhkan PT Indotan di Kabupaten Lombok Barat.
     Bupati Lombok Barat H M Zainy Arony belum boleh memberikan izin ekploitasi kepada PT Indotan, kecuali izin eksplorasi, karena kabupaten itu belum memiliki Perda RTRW.
     "Kalau bupati paksakan kehendak, bisa dikenakan sanksi pidana maupun ganti rugi, karena Perda RTRW merupakan keharusan dalam penataan dan pemanfaatan kawasan di suatu daerah," ujar Makhul diamini Weda.
     Penjelasan tentang Perda RTRW itu merupakan bagian dari materi 
kampanye penataan ruang melalui media massa, guna meningkatkan pemahaman publik terhadap kebijakan dan ketentuan yang tertuang dalam regulasi penataan ruang nasional dan daerah. 
     Kampanye penataan ruang melalui media massa berupa kegiatan 'talkshow' di radio, televisi, konferensi pers, pembuatan forum eksekutif yang melibatkan media cetak, dan penayangan advetorial di media cetak.
     Untuk merealisasikan kampanye penataan ruang melalui media massa itu, dinas teknis terkait di jajaran Pemprov NTB seperti Bappeda dan Dinas PU NTB, melibatkan manajemen CV Anton Production sebagai pelaksana kegiatan. (*)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024