Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, merancang pengembangan budidaya maggot di 50 kelurahan se-Kota Mataram sebagai upaya mengurangi volume sampah basah dari rumah tangga yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
"Pengembangan maggot di setiap kelurahan sudah kita rancang, tapi untuk saat ini kita fokus dulu realisasikan Mataram Maggot Center (MMC) di Kebon Talo," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan menjawab keinginan para lurah se-Kota Mataram agar difasilitasi untuk pengembangan maggot sebagai salah satu upaya pengurangan volume sampah sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.
Dikatakan, apa yang diusulkan pihak kelurahan menjadi atensi ke depan, namun pihaknya berharap untuk tahap pertama masyarakat dapat mengoptimalkan keberadaan MMC Kebon Talo. Di MMC Kebon Talo, aparat kelurahan atau masyarakat secara mandiri bisa datang dan belajar bagaimana budidaya maggot di MMC Kebon Talo, mulai dari skala kecil hingga besar.
"Termasuk kelurahan yang sudah mulai mengembangkan budidaya maggot secara swadaya, agar hasilnya bisa lebih maksimal," katanya.
Baca juga: DLH Mataram mengganti ornamen lampu memperindah taman
Kemal mengatakan, pembangunan lapak sarana dan prasarana MMC Kebon Talo yang dibangun di Bank Sampah Lisan Kebon Talo dengan total anggaran Rp1,2 miliar, tinggal tahap penyelesaian. "Jika semua proses bisa berjalan sesuai perencanaannya, kita targetkan Agustus 2022, pengembangan maggot di Kebon Talo bisa kita mulai," katanya.
Menurutnya, apabila pusat pengembangan maggot di Kebon Talo mulai operasional maka ditargetkan sekitar 30 persen sampah basah dari rumah tangga bisa berkurang.
Karenanya, untuk mengoptimalkan pemanfaatan maggot tersebut pihaknya sudah menyiapkan tenaga ahli dari Bandung, Jawa Barat. Pasalnya, budidaya maggot di Kebon Talo tidak hanya untuk pengurangan sampah tapi ke depan juga bisa bernilai ekonomi dan menjadi sumber pendapatan baru masyarakat.
"Kalau hanya sekedar pelihara, kita saja bisa pakai petugas bank sampah tapi ini akan kita kembangkan dan olah agar bernilai ekonomi. Jadi kita butuh tenaga ahli," katanya.
Untuk pangsa pasar maggot saat ini sudah banyak, sebab maggot kini banyak diolah menjadi pakan ternak seperti ayam, burung, ikan dan lainnya. Selain itu, maggot juga bisa diolah menjadi tepung yang dijadikan bahan campuran pembuatan pakan ternak. Harga tepung maggot mencapai hingga Rp70 ribu per kilogram. "Budidaya maggot ini bisa menjadi peluang pendapatan daerah yang baru," katanya lagi.
"Pengembangan maggot di setiap kelurahan sudah kita rancang, tapi untuk saat ini kita fokus dulu realisasikan Mataram Maggot Center (MMC) di Kebon Talo," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan menjawab keinginan para lurah se-Kota Mataram agar difasilitasi untuk pengembangan maggot sebagai salah satu upaya pengurangan volume sampah sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.
Dikatakan, apa yang diusulkan pihak kelurahan menjadi atensi ke depan, namun pihaknya berharap untuk tahap pertama masyarakat dapat mengoptimalkan keberadaan MMC Kebon Talo. Di MMC Kebon Talo, aparat kelurahan atau masyarakat secara mandiri bisa datang dan belajar bagaimana budidaya maggot di MMC Kebon Talo, mulai dari skala kecil hingga besar.
"Termasuk kelurahan yang sudah mulai mengembangkan budidaya maggot secara swadaya, agar hasilnya bisa lebih maksimal," katanya.
Baca juga: DLH Mataram mengganti ornamen lampu memperindah taman
Kemal mengatakan, pembangunan lapak sarana dan prasarana MMC Kebon Talo yang dibangun di Bank Sampah Lisan Kebon Talo dengan total anggaran Rp1,2 miliar, tinggal tahap penyelesaian. "Jika semua proses bisa berjalan sesuai perencanaannya, kita targetkan Agustus 2022, pengembangan maggot di Kebon Talo bisa kita mulai," katanya.
Menurutnya, apabila pusat pengembangan maggot di Kebon Talo mulai operasional maka ditargetkan sekitar 30 persen sampah basah dari rumah tangga bisa berkurang.
Karenanya, untuk mengoptimalkan pemanfaatan maggot tersebut pihaknya sudah menyiapkan tenaga ahli dari Bandung, Jawa Barat. Pasalnya, budidaya maggot di Kebon Talo tidak hanya untuk pengurangan sampah tapi ke depan juga bisa bernilai ekonomi dan menjadi sumber pendapatan baru masyarakat.
"Kalau hanya sekedar pelihara, kita saja bisa pakai petugas bank sampah tapi ini akan kita kembangkan dan olah agar bernilai ekonomi. Jadi kita butuh tenaga ahli," katanya.
Untuk pangsa pasar maggot saat ini sudah banyak, sebab maggot kini banyak diolah menjadi pakan ternak seperti ayam, burung, ikan dan lainnya. Selain itu, maggot juga bisa diolah menjadi tepung yang dijadikan bahan campuran pembuatan pakan ternak. Harga tepung maggot mencapai hingga Rp70 ribu per kilogram. "Budidaya maggot ini bisa menjadi peluang pendapatan daerah yang baru," katanya lagi.