Mataram, 3/11 (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengantisipasi adanya hewan kurban yang terkena antraks karena berbahaya jika dikonsumsi manusia.
"Beberapa penyakit kambing dan sapi yang harus diwaspadai seperti penyakit antraks, cacing hati, cacing pita dan tuberkulosis. Dari sekian penyakit ternak itu, antraks yang paling berbahaya," kata Kepala Bidang Peternakan Diyan Riyatmoko, di Mataram, Kamis.
Antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah dijinakkan. Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Bentuk antisipasi yang dilakukan, kata dia, adalah dengan melakukan pemeriksaan hewan kurban yang dijual oleh pedagang pengumpul di sejumlah titik di wilayah Kota Mataram.
Para pedagang pengumpul tersebut mendatangkan hewan kurban seperti kambing dan sapi dari sejumlah kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat (NTB) seperti Kabupaten Lombok Tengah, yang diketahui belum bebas penyakit antraks.
Kabupaten lain yang saat ini statusnya masih belum bebas penyakit antraks adalah Kabupaten Sumbawa. Di kabupaten itu sering ditemukan kasus sapi dan kambing mati secara mendadak karena penyakit antraks.
"Kalau di Kabupaten Lombok Tengah, kasus ternak mati mendadak karena penyakit antraks ditemukan pada 1980-an. Namun, dalam beberapa tahun terakhir tidak ada laporan lagi, tapi perlu diwaspadai karena bakteri penyakit berbahaya itu bisa saja masih ada," katanya.
Ia mengatakan, hewan kurban yang terkena penyakit antraks atau penyakit lainnya tidak bisa dilihat secara kasat mata, sehingga pemeriksaan juga dilakukan setelah hewan kurban dipotong.
Oleh sebab itu, kata Diyan, pihaknya sudah menerjunkan sebanyak 37 orang tim yang melakukan pemeriksaan hewan kurban sebelum dan pada saat hari raya Idul Adha 1432 Hijriyah.
Tim pengawasan tersebut menyebar di enam kecamatan dan bekerjasama dengan pihak kecamatan serta kelurahan dalam melakukan pengawasan hewan kurban.
"Anggota saya melakukan pemeriksaan di 200 titik penjualan hewan kurban yang ada di Kota Mataram, tapi mungkin ada yang tidak terpantau. Oleh sebab itu, peran kelurahan sangat diharapkan untuk menyampaikan informasi kepada para kepala lingkungan untuk melaporkan jika ada hewan kurban yang sakit," ujarnya.
Ia juga mengimbau seluruh pedagang pengumpul untuk tidak menjual hewan kurban yang sakit dan jika ada hewan kurban yang tiba-tiba sakit segera dilaporkan ke petugas pengawas hewan kurban terdekat atau ke Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kota Mataram. (*)
"Beberapa penyakit kambing dan sapi yang harus diwaspadai seperti penyakit antraks, cacing hati, cacing pita dan tuberkulosis. Dari sekian penyakit ternak itu, antraks yang paling berbahaya," kata Kepala Bidang Peternakan Diyan Riyatmoko, di Mataram, Kamis.
Antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yang telah dijinakkan. Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Bentuk antisipasi yang dilakukan, kata dia, adalah dengan melakukan pemeriksaan hewan kurban yang dijual oleh pedagang pengumpul di sejumlah titik di wilayah Kota Mataram.
Para pedagang pengumpul tersebut mendatangkan hewan kurban seperti kambing dan sapi dari sejumlah kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat (NTB) seperti Kabupaten Lombok Tengah, yang diketahui belum bebas penyakit antraks.
Kabupaten lain yang saat ini statusnya masih belum bebas penyakit antraks adalah Kabupaten Sumbawa. Di kabupaten itu sering ditemukan kasus sapi dan kambing mati secara mendadak karena penyakit antraks.
"Kalau di Kabupaten Lombok Tengah, kasus ternak mati mendadak karena penyakit antraks ditemukan pada 1980-an. Namun, dalam beberapa tahun terakhir tidak ada laporan lagi, tapi perlu diwaspadai karena bakteri penyakit berbahaya itu bisa saja masih ada," katanya.
Ia mengatakan, hewan kurban yang terkena penyakit antraks atau penyakit lainnya tidak bisa dilihat secara kasat mata, sehingga pemeriksaan juga dilakukan setelah hewan kurban dipotong.
Oleh sebab itu, kata Diyan, pihaknya sudah menerjunkan sebanyak 37 orang tim yang melakukan pemeriksaan hewan kurban sebelum dan pada saat hari raya Idul Adha 1432 Hijriyah.
Tim pengawasan tersebut menyebar di enam kecamatan dan bekerjasama dengan pihak kecamatan serta kelurahan dalam melakukan pengawasan hewan kurban.
"Anggota saya melakukan pemeriksaan di 200 titik penjualan hewan kurban yang ada di Kota Mataram, tapi mungkin ada yang tidak terpantau. Oleh sebab itu, peran kelurahan sangat diharapkan untuk menyampaikan informasi kepada para kepala lingkungan untuk melaporkan jika ada hewan kurban yang sakit," ujarnya.
Ia juga mengimbau seluruh pedagang pengumpul untuk tidak menjual hewan kurban yang sakit dan jika ada hewan kurban yang tiba-tiba sakit segera dilaporkan ke petugas pengawas hewan kurban terdekat atau ke Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kota Mataram. (*)