Mataram (ANTARA) - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat I Gede Putu Aryadi mengajak perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) memberantas ulah dari oknum-oknum calo atau mafia yang masih mencoba melakukan rekrutmen dan penempatan calon pekerja migran Indonesia secara ilegal.
"Kami mengajak asosiasi dan P3MI dan lembaga pelatihan kerja atau BLKLN menyiapkan CPMI dengan sebaik -baiknya serta bersama-sama memberantas ulah dari oknum-oknum calo atau mafia yang masih mencoba melakukan rekrutmen dan penempatan CPMI secara non-prosedural," kata Gede Aryadi pada acara Sosialisasi Pelatihan dan Pemetaan Kebutuhan Tenaga Kerja Luar Negeri di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan pengiriman PMI harus berpedoman pada UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, bahwa PMI yang dikirim ke negara penempatan harus dipastikan prosedural dan memiliki kompetensi sesuai pekerjaan.
"Dalam undang-undang tentang Perlindungan PMI telah diatur secara tegas apa saja yang harus dilakukan sebelum PMI sampai ke negara penempatan, salah satunya adalah memastikan orang-orang yang kita berangkatkan memiliki bekal keterampilan sesuai dengan pekerjaannya," ujarnya.
Dalam rapat yang dihadiri pimpinan Asosiasi Pekerja Migran Indonesia bersama puluhan pimpinan P3MI dan AP3TKI, Gede menyampaikan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemda, asosiasi, perusahaan, pemerintah desa, bahkan calon pekerja sangat penting.
"Pemerintah daerah wajib menyiapkan program pelatihan bagi calon tenaga kerja," ucapnya.
Oleh karena itu, pemerintah melalui BPVP Lombok Timur menyediakan kuota 1.200 orang untuk melatih CPMI. Mekanisme perekrutan CPMI yang akan dilatih dilakukan oleh P3MI, kemudian nantinya akan dilatih di BLK binaan BPVP Lombok Timur.
"Pelatihan ini tidak akan memberatkan calon pekerja, karena semua biaya ditanggung oleh BPVP Lombok Timur. Selain itu, calon pekerja bisa mengikuti uji kompetensi yang nantinya bisa mendapat sertifikat dari BNSP," ujar Gede Aryadi.
Untuk beberapa pekerjaan di sektor informal, seperti pekerja ladang memang belum membutuhkan kompetensi, kata Gede, namun kedepannya perlu disiapkan CPMI yang kompeten.
"Selasa kemarin, kami baru menerima salah satu perusahaan perkebunan Malaysia menyebutkan mereka perlu memastikan calon tenaga kerja yang direkrut memiliki kompetensi di bidangnya," ujarnya.
"Terutama perusahaan yang dimiliki oleh keluarga kerajaan, mereka tidak mau mempekerjakan orang yang tidak kompeten," kata mantan Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Kominfo) NTB ini.
Gede berpesan jangan sampai kuota 1.200 pelatihan ini hilang. Karena itu agar secepatnya diisi. Bila perusahaan P3MI sudah memiliki CPMI yang belum terlatih atau belum memiliki kompetensi, bisa segera berkoordinasi dengan BPVP agar CPMI tersebut dapat segera mendapatkan pelatihan.
Kepala Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Lombok Timur Sabar mengatakan pihaknya memiliki kuota 1.200 orang untuk memberikan pembekalan keterampilan bagi CPMI. Pelatihan yang diberikan berdasarkan job order.
Oleh karena itu, pihaknya membutuhkan kolaborasi informasi dengan mitra terdekat, seperti BP2MI, APJATI, AP2TKI, APPMI dan P3MI.
"Di sini kita membutuhkan informasi dari asosiasi sekalian tentang job order apa yang tersedia, ke negara mana saja atau jenis pelatihan apa yang diperlukan," ujar Sabar.
Kepala BP2MI NTB Abri Danar Prabawa memaparkan potret PMI asal NTB. Jumlah pekerja migran asal NTB merupakan keempat terbanyak se Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Data yang tercatat di SISKOP2MI sejak 2007 - Februari 2022 ada 500 ribu lebih PMI asal NTB. PMI asal NTB ini ada di 108 negara, tetapi kebanyakan CPMI hanya tahu negara Malaysia, Arab Saudi, Singapura dan Hong Kong.
"Jumlah PMI kita paling banyak di Malaysia. Nomor dua di Saudi Arabia. Ketiga Hong Kong, kemudian Taiwan, Brunei, UEA. Dari situ kita bisa menganalisa, bahwa PMI kita kebanyakan kerjanya ART, kebun. Artinya kebanyakan jabatan yang dikenal PMI NTB ada di sektor ladang, konstruksi, ART, CS, restoran, caregiver," ujarnya.
Caregiver saja yang banyak dibutuhkan di berbagai negara jumlahnya hanya 0,003 persen. Penempatan PMI G to G asal NTB sejak Tahun 2007 ke Korsel hanya 759 dan Jepang hanya 74 jumlahnya hanya 0,15 persen.
"Sehingga perlu kita bandingkan dengan peluang kerjanya," ucap Abri Danar.
Berdasarkan data, PMI NTB paling banyak pendidikannya SD. Namun bukan berarti pendidikan itu tidak penting, tetapi sekarang yang paling dibutuhkan di dunia kerja adalah kompetensi. Kompetensi inilah yang sering menjadi kendala bagi CPMI.
"Kalau soal niat dan tekad bekerja ke luar negeri, PMI kita tidak ada lawan. Karena itu kita harus meng-upgrade kompetensi PMI asal NTB. Saat ini PMI kita masih dikategorikan low skill, karena itu perlu kita lakukan upskilling. Agar secara bertahap kita bisa mengubah potret PMI asal NTB," katanya.
"Kami mengajak asosiasi dan P3MI dan lembaga pelatihan kerja atau BLKLN menyiapkan CPMI dengan sebaik -baiknya serta bersama-sama memberantas ulah dari oknum-oknum calo atau mafia yang masih mencoba melakukan rekrutmen dan penempatan CPMI secara non-prosedural," kata Gede Aryadi pada acara Sosialisasi Pelatihan dan Pemetaan Kebutuhan Tenaga Kerja Luar Negeri di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan pengiriman PMI harus berpedoman pada UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, bahwa PMI yang dikirim ke negara penempatan harus dipastikan prosedural dan memiliki kompetensi sesuai pekerjaan.
"Dalam undang-undang tentang Perlindungan PMI telah diatur secara tegas apa saja yang harus dilakukan sebelum PMI sampai ke negara penempatan, salah satunya adalah memastikan orang-orang yang kita berangkatkan memiliki bekal keterampilan sesuai dengan pekerjaannya," ujarnya.
Dalam rapat yang dihadiri pimpinan Asosiasi Pekerja Migran Indonesia bersama puluhan pimpinan P3MI dan AP3TKI, Gede menyampaikan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemda, asosiasi, perusahaan, pemerintah desa, bahkan calon pekerja sangat penting.
"Pemerintah daerah wajib menyiapkan program pelatihan bagi calon tenaga kerja," ucapnya.
Oleh karena itu, pemerintah melalui BPVP Lombok Timur menyediakan kuota 1.200 orang untuk melatih CPMI. Mekanisme perekrutan CPMI yang akan dilatih dilakukan oleh P3MI, kemudian nantinya akan dilatih di BLK binaan BPVP Lombok Timur.
"Pelatihan ini tidak akan memberatkan calon pekerja, karena semua biaya ditanggung oleh BPVP Lombok Timur. Selain itu, calon pekerja bisa mengikuti uji kompetensi yang nantinya bisa mendapat sertifikat dari BNSP," ujar Gede Aryadi.
Untuk beberapa pekerjaan di sektor informal, seperti pekerja ladang memang belum membutuhkan kompetensi, kata Gede, namun kedepannya perlu disiapkan CPMI yang kompeten.
"Selasa kemarin, kami baru menerima salah satu perusahaan perkebunan Malaysia menyebutkan mereka perlu memastikan calon tenaga kerja yang direkrut memiliki kompetensi di bidangnya," ujarnya.
"Terutama perusahaan yang dimiliki oleh keluarga kerajaan, mereka tidak mau mempekerjakan orang yang tidak kompeten," kata mantan Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Kominfo) NTB ini.
Gede berpesan jangan sampai kuota 1.200 pelatihan ini hilang. Karena itu agar secepatnya diisi. Bila perusahaan P3MI sudah memiliki CPMI yang belum terlatih atau belum memiliki kompetensi, bisa segera berkoordinasi dengan BPVP agar CPMI tersebut dapat segera mendapatkan pelatihan.
Kepala Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Lombok Timur Sabar mengatakan pihaknya memiliki kuota 1.200 orang untuk memberikan pembekalan keterampilan bagi CPMI. Pelatihan yang diberikan berdasarkan job order.
Oleh karena itu, pihaknya membutuhkan kolaborasi informasi dengan mitra terdekat, seperti BP2MI, APJATI, AP2TKI, APPMI dan P3MI.
"Di sini kita membutuhkan informasi dari asosiasi sekalian tentang job order apa yang tersedia, ke negara mana saja atau jenis pelatihan apa yang diperlukan," ujar Sabar.
Kepala BP2MI NTB Abri Danar Prabawa memaparkan potret PMI asal NTB. Jumlah pekerja migran asal NTB merupakan keempat terbanyak se Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Data yang tercatat di SISKOP2MI sejak 2007 - Februari 2022 ada 500 ribu lebih PMI asal NTB. PMI asal NTB ini ada di 108 negara, tetapi kebanyakan CPMI hanya tahu negara Malaysia, Arab Saudi, Singapura dan Hong Kong.
"Jumlah PMI kita paling banyak di Malaysia. Nomor dua di Saudi Arabia. Ketiga Hong Kong, kemudian Taiwan, Brunei, UEA. Dari situ kita bisa menganalisa, bahwa PMI kita kebanyakan kerjanya ART, kebun. Artinya kebanyakan jabatan yang dikenal PMI NTB ada di sektor ladang, konstruksi, ART, CS, restoran, caregiver," ujarnya.
Caregiver saja yang banyak dibutuhkan di berbagai negara jumlahnya hanya 0,003 persen. Penempatan PMI G to G asal NTB sejak Tahun 2007 ke Korsel hanya 759 dan Jepang hanya 74 jumlahnya hanya 0,15 persen.
"Sehingga perlu kita bandingkan dengan peluang kerjanya," ucap Abri Danar.
Berdasarkan data, PMI NTB paling banyak pendidikannya SD. Namun bukan berarti pendidikan itu tidak penting, tetapi sekarang yang paling dibutuhkan di dunia kerja adalah kompetensi. Kompetensi inilah yang sering menjadi kendala bagi CPMI.
"Kalau soal niat dan tekad bekerja ke luar negeri, PMI kita tidak ada lawan. Karena itu kita harus meng-upgrade kompetensi PMI asal NTB. Saat ini PMI kita masih dikategorikan low skill, karena itu perlu kita lakukan upskilling. Agar secara bertahap kita bisa mengubah potret PMI asal NTB," katanya.