Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (Indikator) Burhanuddin Muhtadi menilai perlu instrumen lain untuk mengukur tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja lembaga penegak hukum, mengingat tugas Kepolisian yang berbeda dengan Kejaksaan, KPK, dan Pengadilan.
“Polisi ikut mengurusi hal-hal di luar penegakan hukum, seperti vaksin, bantuan sosial, hingga bencana. Sementara itu, Kejaksaan, KPK, dan Pengadilan tidak,” kata Burhanuddin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.
Pernyataan tersebut ia sampaikan sebagai tanggapan atas hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menunjukkan bahwa Polri menempati tingkat kepercayaan publik tertinggi, disusul dengan Kejaksaan di posisi kedua, Pengadilan di posisi ketiga, kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jika instrumen lebih spesifik, Burhanuddin menilai dapat terjadi perubahan. Oleh karena itu, Burhanuddin menyarankan instrumen yang digunakan harus lebih detail dan spesifik, seperti terkait upaya pemberantasan korupsi terhadap lembaga penegak hukum. Di sisi lain, mengutip hasil survei LSI, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara detail tugas dan fungsi masing-masing lembaga penegak hukum.
Baca juga: Polisi AS pakai kamera tubuh saat penggeledahan dan penangkapan
Baca juga: Pengamat: Penegak hukum harus menindak pengguna jasa prostitusi
Temuan LSI, sebanyak 26,6 persen masyarakat menilai Kejaksaan memiliki fungsi memutuskan perkara. Selain itu, belum banyak yang mengetahui jika Kejaksaan memiliki fungsi penyelidikan dan penyidikan perkara. Hanya 13,2 persen yang mengetahui bahwa Kejaksaan memiliki fungsi penyelidikan dan penyidikan. “Ini masalah. Kalau ada terdakwa yang diputus tidak bersalah oleh pengadilan, Kejaksaan bisa dianggap ikut bersalah, seperti kasusnya Heru Hidayat di Asabri,” ujar Burhanuddin.
Dalam kasus Asabri, jaksa menuntut hukuman mati Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera itu. Namun, hakim memutuskan memberikan vonis nihil kepada Heru Hidayat karena sebelumnya divonis seumur hidup di kasus Jiwasraya dan putusan itu sudah berkekuatan tetap (inkrah). “Karena masyarakat tidak tahu kalau itu bukan tugas Kejaksaan, jadi menyalahkan Kejaksaan. Padahal ada banyak gebrakan oleh Kejaksaan, tapi masyarakat belum terinformasi,” kata Burhanuddin.
Burhanuddin menilai Kejaksaan di era Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memiliki banyak gebrakan, termasuk banyak menerima apresiasi publik. “Namun, kenaikan tingkat kepercayaan publik belum begitu signifikan, meski sudah besar, tapi belum melampaui polisi. Mungkin karena pengetahuan akan tugas Kejaksaan yang masih rendah,” ujarnya.
Berdasarkan survei LSI pada Mei 2022, kepercayaan publik terhadap Kejaksaan berada pada angka 64 persen, kini meningkat menjadi 70 persen pada survei LSI Juli 2022. Di sisi lain, tingkat kepercayaan publik terhadap Polri sebesar 72 persen.
“Polisi ikut mengurusi hal-hal di luar penegakan hukum, seperti vaksin, bantuan sosial, hingga bencana. Sementara itu, Kejaksaan, KPK, dan Pengadilan tidak,” kata Burhanuddin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.
Pernyataan tersebut ia sampaikan sebagai tanggapan atas hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menunjukkan bahwa Polri menempati tingkat kepercayaan publik tertinggi, disusul dengan Kejaksaan di posisi kedua, Pengadilan di posisi ketiga, kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jika instrumen lebih spesifik, Burhanuddin menilai dapat terjadi perubahan. Oleh karena itu, Burhanuddin menyarankan instrumen yang digunakan harus lebih detail dan spesifik, seperti terkait upaya pemberantasan korupsi terhadap lembaga penegak hukum. Di sisi lain, mengutip hasil survei LSI, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara detail tugas dan fungsi masing-masing lembaga penegak hukum.
Baca juga: Polisi AS pakai kamera tubuh saat penggeledahan dan penangkapan
Baca juga: Pengamat: Penegak hukum harus menindak pengguna jasa prostitusi
Temuan LSI, sebanyak 26,6 persen masyarakat menilai Kejaksaan memiliki fungsi memutuskan perkara. Selain itu, belum banyak yang mengetahui jika Kejaksaan memiliki fungsi penyelidikan dan penyidikan perkara. Hanya 13,2 persen yang mengetahui bahwa Kejaksaan memiliki fungsi penyelidikan dan penyidikan. “Ini masalah. Kalau ada terdakwa yang diputus tidak bersalah oleh pengadilan, Kejaksaan bisa dianggap ikut bersalah, seperti kasusnya Heru Hidayat di Asabri,” ujar Burhanuddin.
Dalam kasus Asabri, jaksa menuntut hukuman mati Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera itu. Namun, hakim memutuskan memberikan vonis nihil kepada Heru Hidayat karena sebelumnya divonis seumur hidup di kasus Jiwasraya dan putusan itu sudah berkekuatan tetap (inkrah). “Karena masyarakat tidak tahu kalau itu bukan tugas Kejaksaan, jadi menyalahkan Kejaksaan. Padahal ada banyak gebrakan oleh Kejaksaan, tapi masyarakat belum terinformasi,” kata Burhanuddin.
Burhanuddin menilai Kejaksaan di era Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memiliki banyak gebrakan, termasuk banyak menerima apresiasi publik. “Namun, kenaikan tingkat kepercayaan publik belum begitu signifikan, meski sudah besar, tapi belum melampaui polisi. Mungkin karena pengetahuan akan tugas Kejaksaan yang masih rendah,” ujarnya.
Berdasarkan survei LSI pada Mei 2022, kepercayaan publik terhadap Kejaksaan berada pada angka 64 persen, kini meningkat menjadi 70 persen pada survei LSI Juli 2022. Di sisi lain, tingkat kepercayaan publik terhadap Polri sebesar 72 persen.