Mataram, 2/2 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat berharap manajemen PT ASDP Indonesia Ferry ikut memperlancar pengawasan perpindahan beras, dari Pulau Lombok dan Sumbawa ke luar daerah, agar tercatat secara detail.
"Kami mengharapkan partisipasi ASDP dalam pengawasan perpindahan beras karena selama ini beras yang diantarpulaukan dari Lombok dan Sumbawa tidak tercatat secara detail," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB Husnanidiaty Nurdin, usai rapat persiapan pelaksanaan pengadaan pangan 2012, di Mataram, Kamis.
Husnanidiaty mengatakan, selama ini komoditi beras yang diantarpulaukan dari wilayah Nusa Tenggara Barat tidak tercatat secara detail sehingga membuka peluang terjadi ekspor secara ilegal sekaligus memicu inflasi.
Produksi beras di wilayah NTB sudah surplus atau melebihi kebutuhan masyarakat, namun seringkali mencuat keluhan sulitnya mendapatkan beras dengan harga yang relatif murah.
Data versi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTB, produksi padi 2011 di wilayah NTB telah melebihi dua juta ton gabah kering giling (GKG) yang jika dikonversi ke beras telah lebih dari 1,5 juta ton, atau mengalami peningkatan cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Sementara kebutuhan beras masyarakat NTB tidak lebih dari satu juta ton setiap tahun sehingga surplusnya lebih dari 600 ton.
Karena itu, tidak mengherankan jika berbagai kalangan menuding tingginya harga beras di pasaran Pulau Lombok belakangan ini, karena banyaknya beras yang diantarpulaukan tanpa sepengetahuan pemerintah atau pemangku kepentingan lainnya seperti bulog.
Lonjakan harga beras juga bisa disebabkan oleh ulah pedagang pengumpul beras hasil panen petani, yang melakukan penimbunan dalam jangka waktu tertentu kemudian memasok di pasar dengan harga tinggi.
Untuk mengetahui jumlah beras yang diantarpulaukan dari NTB, maka perlu dilakukan pencatatan secara detail, sekaligus dapat memperkirakan jumlah beras yang beredar di pasar dan yang kemungkinan ditimbun.
"Kami dari BKP NTB sudah berbuat, saya tempatkan tim khusus untuk kegiatan pendataan di pelabuhan Pelindo dan pelabuhan penyeberangan, serta pelabuhan rakyat. Tapi, dukungan dari ASDP terkait pencatatan itu yang belum ada," ujarnya.
ASDP yang dimaksud yakni PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Lembar di Kabupaten Lombok Barat (Pulau Lombok), dan Cabang Sape di Kabupaten Bima (Pulau Sumbawa).
Husnanidiaty mengakui, sempat terjadi perdebatan sengit dengan pihak ASDP Lembar dan Sape, ketika tim pendataan perpindahan beras dari wilayah NTB itu hendak melaksanakan tugas rutinnya.
Pihak ASDP tidak memberi ruang pemeriksaan beras yang hendak diantarpulaukan itu, sehingga petugas lapangan BKP kesulitan mendata.
"Saya sudah sampaikan hal ini kepada pimpinan sebagai kendala teknis di lapangan, yang ikut mempengaruhi validitas data perpindahan beras dari wilayah NTB," ujarnya.
Menurut Husnanidiaty, data detail perpindahan beras dari wilayah NTB itu sangat dibutuhkan untuk kepentingan analisis neraca bahan makanan.
Ia pun berharap, pimpinan instansi teknis terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi NTB juga ikut berpartisipasi aktif dalam pendataan perpindahan beras itu. (*)
"Kami mengharapkan partisipasi ASDP dalam pengawasan perpindahan beras karena selama ini beras yang diantarpulaukan dari Lombok dan Sumbawa tidak tercatat secara detail," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB Husnanidiaty Nurdin, usai rapat persiapan pelaksanaan pengadaan pangan 2012, di Mataram, Kamis.
Husnanidiaty mengatakan, selama ini komoditi beras yang diantarpulaukan dari wilayah Nusa Tenggara Barat tidak tercatat secara detail sehingga membuka peluang terjadi ekspor secara ilegal sekaligus memicu inflasi.
Produksi beras di wilayah NTB sudah surplus atau melebihi kebutuhan masyarakat, namun seringkali mencuat keluhan sulitnya mendapatkan beras dengan harga yang relatif murah.
Data versi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTB, produksi padi 2011 di wilayah NTB telah melebihi dua juta ton gabah kering giling (GKG) yang jika dikonversi ke beras telah lebih dari 1,5 juta ton, atau mengalami peningkatan cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Sementara kebutuhan beras masyarakat NTB tidak lebih dari satu juta ton setiap tahun sehingga surplusnya lebih dari 600 ton.
Karena itu, tidak mengherankan jika berbagai kalangan menuding tingginya harga beras di pasaran Pulau Lombok belakangan ini, karena banyaknya beras yang diantarpulaukan tanpa sepengetahuan pemerintah atau pemangku kepentingan lainnya seperti bulog.
Lonjakan harga beras juga bisa disebabkan oleh ulah pedagang pengumpul beras hasil panen petani, yang melakukan penimbunan dalam jangka waktu tertentu kemudian memasok di pasar dengan harga tinggi.
Untuk mengetahui jumlah beras yang diantarpulaukan dari NTB, maka perlu dilakukan pencatatan secara detail, sekaligus dapat memperkirakan jumlah beras yang beredar di pasar dan yang kemungkinan ditimbun.
"Kami dari BKP NTB sudah berbuat, saya tempatkan tim khusus untuk kegiatan pendataan di pelabuhan Pelindo dan pelabuhan penyeberangan, serta pelabuhan rakyat. Tapi, dukungan dari ASDP terkait pencatatan itu yang belum ada," ujarnya.
ASDP yang dimaksud yakni PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Lembar di Kabupaten Lombok Barat (Pulau Lombok), dan Cabang Sape di Kabupaten Bima (Pulau Sumbawa).
Husnanidiaty mengakui, sempat terjadi perdebatan sengit dengan pihak ASDP Lembar dan Sape, ketika tim pendataan perpindahan beras dari wilayah NTB itu hendak melaksanakan tugas rutinnya.
Pihak ASDP tidak memberi ruang pemeriksaan beras yang hendak diantarpulaukan itu, sehingga petugas lapangan BKP kesulitan mendata.
"Saya sudah sampaikan hal ini kepada pimpinan sebagai kendala teknis di lapangan, yang ikut mempengaruhi validitas data perpindahan beras dari wilayah NTB," ujarnya.
Menurut Husnanidiaty, data detail perpindahan beras dari wilayah NTB itu sangat dibutuhkan untuk kepentingan analisis neraca bahan makanan.
Ia pun berharap, pimpinan instansi teknis terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi NTB juga ikut berpartisipasi aktif dalam pendataan perpindahan beras itu. (*)