Mataram, 13/4 (ANTARA) - Lebih dari 40 warga Desa Meninting, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), menggelar aksi penolakan terhadap Zulkarnaen, Spd, yang ingin kembali menjabat kepala desa di daerah itu setelah gagal menjadi calon legeslatif (caleg) dalam pemilu legislatif 9 April lalu.
Aksi massa itu berlangsung di halaman Kantor Desa Meninting, Senin siang, yang diwarnai orasi dan pembacaan surat pernyataan sikap di hadapan staf kantor desa itu.
Kelompok masyarakat Meninting itu "mengharamkan" Zulkarnaen kembali menjabat Kepala Desa Meninting setelah gagal meraih suara yang dipersyaratkan untuk menjadi anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat.
Zulkarnaen merupakan calon legislator (caleg) dari Partai Golkar nomor urut 1 di Daerah Pemilihan (dapil) IV Kecamatan Gunung Sari, yang menjalani masa cuti untuk menjadi peserta pemilu legislatif.
Warga yang menggelar aksi massa itu juga beralasan Zulkarnaen diduga banyak melakukan tindakan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) antara lain menyewa wisma dan kios desa untuk memperkaya diri sendiri.
Mereka juga mempersoalkan dugaan keterlibatan kepala desa itu dalam program Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2007 dan 2008 dan sejumlah permasalahan yang diklaim warga sebagai suatu perbuatan yang tidak pantas dilakukan kepala desa itu.
Dalam aksi massa itu, beberapa warga sempat menyegel jendela kantor desa dengan menggunakan bambu, namun segera dilepas oleh staf di kantor desa itu yang mendapat dukungan dari aparat keamanan TNI dan Polri, setelah massa yang beraksi membubarkan diri.
Sementara Zulkarnaen yang ditemui di Kantor Camat Gunung Sari, mengatakan, kalau pun dirinya gagal meraih kursi DPRD Kabupaten Lombok Barat dalam pemilu legislatif itu, tidak berarti ia dilarang kembali menjabat Kepala Desa Meninting.
"Saya masih punya hak untuk kembali menjadi kepala desa, kalau pun saya terpilih menjadi anggota DPRD juga hak saya untuk memilih akan mengambil pilihan menjadi anggota dewan atau kembali ke jabatan kepala desa karena aturan membolehkan," ujarnya.
Dia menyebut acuan hukumnya yakni regulasi khusus sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17/PUU-VI/2008 yang menyatakan bahwa calon yang sedang menjabat (incumbent) cukup diberhentikan sementara sejak pendaftaran sampai dengan ditetapkannya calon terpilih.
Kepala desa atau perangkat desa yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif wajib mengajukan permohonan tertulis pada bupati/walikota dengan tembusan kepada camat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Atas dasar permohonan itu, maka bupati/walikota membuat penetapan pemberhentian sementara kades, membuat keputusan bupati pengangkatan penjabat sementara kades, karena pemerintahan tidak boleh kosong.
Acuan lainnya yakni Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 140/2661/SJ tanggal 2 September 2008, sebagai pedoman bagi kepala desa dan perangkat desa yang akan menjadi calon anggota legislatif.
Surat edaran tersebut merupakan penegasan pengecualian Undang Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 dan Peraturan KPU No.18 Tahun 2008 tentang peserta pemilu.
Disebutkan bahwa bagi Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian RI, pengurus BUMN/BUMD serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif harus mengundurkan diri.
Namun, ketentuan tersebut tidak termasuk bagi kepala desa dan perangkat desa.
Khusus untuk perangkat desa, surat permohonan pemberhentian tidak bersifat sementara karena tidak terkait dengan masa jabatan.
Kepala desa segera menetapkan keputusan tentang pemberhentian perangkat desa, berdasarkan surat persetujuan bupati/walikota. Selanjutnya Kades segera memilih perangkat desa yang baru.
Bila Kades terpilih menjadi anggota legislatif maka diberhentikan secara permanen dari jabatannya sebagai kades dan BPD bersama pejabat sementara kades segera menyelenggarakan pemilihan kades yang baru.
"Bila kades terpilih, maka dia diberhentikan secara tetap dengan keputusan bupati/walikota. Bila tidak terpilih, maka dia berhak menempati jabatannya," kata kata Zulkarnaen mengutip penegasan regulasi khusus yang mengatur kepala desa yang menjadi caleg.
Dia juga membantah semua tuduhan sepihak yang dilancarkan masyarakat yang menggelar aksi massa itu, sekaligus akan menuntut balik terhadap kelompok masyarakat yang dinilainya telah mencemarkan nama baiknya itu.(*)
Aksi massa itu berlangsung di halaman Kantor Desa Meninting, Senin siang, yang diwarnai orasi dan pembacaan surat pernyataan sikap di hadapan staf kantor desa itu.
Kelompok masyarakat Meninting itu "mengharamkan" Zulkarnaen kembali menjabat Kepala Desa Meninting setelah gagal meraih suara yang dipersyaratkan untuk menjadi anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat.
Zulkarnaen merupakan calon legislator (caleg) dari Partai Golkar nomor urut 1 di Daerah Pemilihan (dapil) IV Kecamatan Gunung Sari, yang menjalani masa cuti untuk menjadi peserta pemilu legislatif.
Warga yang menggelar aksi massa itu juga beralasan Zulkarnaen diduga banyak melakukan tindakan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) antara lain menyewa wisma dan kios desa untuk memperkaya diri sendiri.
Mereka juga mempersoalkan dugaan keterlibatan kepala desa itu dalam program Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2007 dan 2008 dan sejumlah permasalahan yang diklaim warga sebagai suatu perbuatan yang tidak pantas dilakukan kepala desa itu.
Dalam aksi massa itu, beberapa warga sempat menyegel jendela kantor desa dengan menggunakan bambu, namun segera dilepas oleh staf di kantor desa itu yang mendapat dukungan dari aparat keamanan TNI dan Polri, setelah massa yang beraksi membubarkan diri.
Sementara Zulkarnaen yang ditemui di Kantor Camat Gunung Sari, mengatakan, kalau pun dirinya gagal meraih kursi DPRD Kabupaten Lombok Barat dalam pemilu legislatif itu, tidak berarti ia dilarang kembali menjabat Kepala Desa Meninting.
"Saya masih punya hak untuk kembali menjadi kepala desa, kalau pun saya terpilih menjadi anggota DPRD juga hak saya untuk memilih akan mengambil pilihan menjadi anggota dewan atau kembali ke jabatan kepala desa karena aturan membolehkan," ujarnya.
Dia menyebut acuan hukumnya yakni regulasi khusus sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17/PUU-VI/2008 yang menyatakan bahwa calon yang sedang menjabat (incumbent) cukup diberhentikan sementara sejak pendaftaran sampai dengan ditetapkannya calon terpilih.
Kepala desa atau perangkat desa yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif wajib mengajukan permohonan tertulis pada bupati/walikota dengan tembusan kepada camat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Atas dasar permohonan itu, maka bupati/walikota membuat penetapan pemberhentian sementara kades, membuat keputusan bupati pengangkatan penjabat sementara kades, karena pemerintahan tidak boleh kosong.
Acuan lainnya yakni Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 140/2661/SJ tanggal 2 September 2008, sebagai pedoman bagi kepala desa dan perangkat desa yang akan menjadi calon anggota legislatif.
Surat edaran tersebut merupakan penegasan pengecualian Undang Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 dan Peraturan KPU No.18 Tahun 2008 tentang peserta pemilu.
Disebutkan bahwa bagi Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian RI, pengurus BUMN/BUMD serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif harus mengundurkan diri.
Namun, ketentuan tersebut tidak termasuk bagi kepala desa dan perangkat desa.
Khusus untuk perangkat desa, surat permohonan pemberhentian tidak bersifat sementara karena tidak terkait dengan masa jabatan.
Kepala desa segera menetapkan keputusan tentang pemberhentian perangkat desa, berdasarkan surat persetujuan bupati/walikota. Selanjutnya Kades segera memilih perangkat desa yang baru.
Bila Kades terpilih menjadi anggota legislatif maka diberhentikan secara permanen dari jabatannya sebagai kades dan BPD bersama pejabat sementara kades segera menyelenggarakan pemilihan kades yang baru.
"Bila kades terpilih, maka dia diberhentikan secara tetap dengan keputusan bupati/walikota. Bila tidak terpilih, maka dia berhak menempati jabatannya," kata kata Zulkarnaen mengutip penegasan regulasi khusus yang mengatur kepala desa yang menjadi caleg.
Dia juga membantah semua tuduhan sepihak yang dilancarkan masyarakat yang menggelar aksi massa itu, sekaligus akan menuntut balik terhadap kelompok masyarakat yang dinilainya telah mencemarkan nama baiknya itu.(*)