Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membentuk Konsorsium Gempa Bumi dan Tsunami Indonesia (KGTI) guna memperkuat sistem peringatan dini tsunami. Konsorsium tersebut berisi para pakar dan peneliti gempa bumi dan tsunami dari berbagai kementerian/lembaga terkait, perguruan tinggi, dan praktisi kebencanaan.
"Konsorsium ini sebagai respons BMKG terhadap kecenderungan aktivitas gempa bumi yang terus meningkat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir dan adanya fakta bahwa mekanisme pembangkit tsunami semakin kompleks," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Sistem Processing InaTEWS Merah Putih dan Peluncuran KGTI secara daring di Jakarta, Kamis.
Dwikorita mengatakan, kehadiran KGTI ini juga untuk semakin meningkatkan kemandirian bangsa guna penguatan operasional Sistem Peringatan Dini Tsunami. Strategi ini, kata dia, dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar dan komitmen BMKG dalam mewujudkan zero victim atau nihil korban.
KGTI dibagi dalam tiga kelompok kerja yaitu pertama, kelompok kerja gempa bumi. Kedua, kelompok kerja tsunami dan ketiga, kelompok kerja evaluasi dan pengembangan/penguatan sistem monitoring, analisis, dan diseminasi gempa bumi dan tsunami.
Secara umum, lanjut Dwikorita, tugas utama KGTI adalah mendukung pengembangan InaTEWS Merah Putih. Selain itu tugas KGTI memberikan evaluasi, dan rekomendasi terhadap sistem operasional monitoring gempa bumi dan peringatan dini tsunami di BMKG.
Dwikorita optimistis kehadiran KGTI mampu memperkuat sistem peringatan dini tsunami yang dibangun oleh BMKG. "Pelibatan ahli, pakar, dan peneliti dari berbagai institusi dan perguruan tinggi tentunya akan semakin memperkuat BMKG, terutama terkait data dan informasi yang dihasilkan," ujarnya.
Baca juga: Gempa Magnitudo 6,5 guncang Bengkulu
Baca juga: BMKG: Tidak ada gempa susulan di NTB
Dwikorita menyebutkan sejumlah perguruan tinggi yang terlibat dalam konsorsium ini di antaranya Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), serta beberapa pakar kebumian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Sejumlah manfaat yang diharapkan dari dibentuknya KGTI bagi BMKG yaitu pertama, memberikan masukan dalam pengembangan keilmuan dan teknologi untuk operasional monitoring dan analisis gempa bumi, yang meliputi strategi monitoring, pengolahan, analisis data, modelling, diseminasi, emerging teknologi, dan pengembangan aplikasi, untuk mendukung terwujudnya Sistem Monitoring, Processing dan Disseminasi yang andal.
Kedua, memberikan masukan dalam pengembangan keilmuan dan teknologi untuk operasional Peringatan Dini Tsunami, terutama dalam strategi dan kebijakan pengamatan tsunami, pengolahan dan analisis data tsunami, modelling, diseminasi, dan layanan peringatan dini tsunami. Ketiga, memberikan masukan untuk evaluasi kinerja sistem monitoring gempa bumi dan peringatan dini tsunami.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam penandatangan Perjanjian Kerjasama (PKS) Sistem Processing InaTEWS Merah Putih dan Peluncuran KGTI secara daring di Jakarta, Kamis (25/8/2022). (Antara/HO-BMKG)
"Konsorsium ini sebagai respons BMKG terhadap kecenderungan aktivitas gempa bumi yang terus meningkat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir dan adanya fakta bahwa mekanisme pembangkit tsunami semakin kompleks," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Sistem Processing InaTEWS Merah Putih dan Peluncuran KGTI secara daring di Jakarta, Kamis.
Dwikorita mengatakan, kehadiran KGTI ini juga untuk semakin meningkatkan kemandirian bangsa guna penguatan operasional Sistem Peringatan Dini Tsunami. Strategi ini, kata dia, dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar dan komitmen BMKG dalam mewujudkan zero victim atau nihil korban.
KGTI dibagi dalam tiga kelompok kerja yaitu pertama, kelompok kerja gempa bumi. Kedua, kelompok kerja tsunami dan ketiga, kelompok kerja evaluasi dan pengembangan/penguatan sistem monitoring, analisis, dan diseminasi gempa bumi dan tsunami.
Secara umum, lanjut Dwikorita, tugas utama KGTI adalah mendukung pengembangan InaTEWS Merah Putih. Selain itu tugas KGTI memberikan evaluasi, dan rekomendasi terhadap sistem operasional monitoring gempa bumi dan peringatan dini tsunami di BMKG.
Dwikorita optimistis kehadiran KGTI mampu memperkuat sistem peringatan dini tsunami yang dibangun oleh BMKG. "Pelibatan ahli, pakar, dan peneliti dari berbagai institusi dan perguruan tinggi tentunya akan semakin memperkuat BMKG, terutama terkait data dan informasi yang dihasilkan," ujarnya.
Baca juga: Gempa Magnitudo 6,5 guncang Bengkulu
Baca juga: BMKG: Tidak ada gempa susulan di NTB
Dwikorita menyebutkan sejumlah perguruan tinggi yang terlibat dalam konsorsium ini di antaranya Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), serta beberapa pakar kebumian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Sejumlah manfaat yang diharapkan dari dibentuknya KGTI bagi BMKG yaitu pertama, memberikan masukan dalam pengembangan keilmuan dan teknologi untuk operasional monitoring dan analisis gempa bumi, yang meliputi strategi monitoring, pengolahan, analisis data, modelling, diseminasi, emerging teknologi, dan pengembangan aplikasi, untuk mendukung terwujudnya Sistem Monitoring, Processing dan Disseminasi yang andal.
Kedua, memberikan masukan dalam pengembangan keilmuan dan teknologi untuk operasional Peringatan Dini Tsunami, terutama dalam strategi dan kebijakan pengamatan tsunami, pengolahan dan analisis data tsunami, modelling, diseminasi, dan layanan peringatan dini tsunami. Ketiga, memberikan masukan untuk evaluasi kinerja sistem monitoring gempa bumi dan peringatan dini tsunami.