Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menggandeng tim audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memeriksa para petani yang terdaftar dalam data penerima dana kredit usaha rakyat (KUR) perbankan di Kabupaten Lombok Timur.
Kepala Kejati NTB Sungarpin di Mataram, Jumat, memastikan pemeriksaan bersama BPKP ini untuk menelusuri potensi kerugian negara dalam kasus dugaan penyelewengan dana KUR tersebut.
"Kan ada yang dapat, ada yang tidak, ada yang namanya tercantum dalam daftar penerima, tetapi cuma tidak dapat bantuan, itu makanya diperiksa bersama BPKP. Untuk itu (penelusuran potensi kerugian negara)," kata Sungarpin.
Ia mengatakan pemeriksaan para petani yang terdaftar dalam data penerima dana KUR ini sudah berjalan sejak Senin (22/8) di Kantor Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
"Jadi, masih berjalan di lokasi karena itu kan banyak penerima, 789 orang, dari Lombok Timur dan Lombok Tengah," ujarnya.
Dengan progres penanganan demikian, Sungarpin memastikan pihaknya belum mengantongi kerugian negara. Namun, penyidik sudah mengantongi potensi kerugian negara berdasarkan hasil hitung mandiri yang jumlahnya mencapai Rp29,95 miliar.
Potensi kerugian muncul dari dana yang diterima sebagian, ada yang fiktif, ada juga yang terima dalam bentuk alat pertanian, tetapi tidak sesuai fungsi.
Hasil hitung mandiri tersebut yang kemudian menjadi alat bukti penguat penyidik dalam penetapan dua orang tersangka berinisial AM dan IR. Tersangka AM adalah salah satu mantan petinggi bank pelat merah penyalur dana KUR, sedangkan IR dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB.
Dalam rangkaian penyidikan, jaksa sudah memeriksa sejumlah pihak terkait, di antaranya dari pengurus HKTI NTB, termasuk Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi sebagai ketuanya.
Selain dari pihak HKTI, saksi yang pernah hadir ke hadapan penyidik berasal dari petinggi bank yang memfasilitasi penyaluran bantuan dalam bentuk dana. Kemudian dari CV ABB, perusahaan yang memberikan pendampingan kepada penerima dari kalangan kelompok tani dalam mengelola dana bantuan.
Dari kasus ini terdapat peran PT SMA yang kali pertama melakukan kerja sama dengan PT BNI dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok dengan jumlah penerima sebanyak 789 orang. Kerja sama tersebut tertuang dalam surat perjanjian Nomor: Mta/01/PKS/001/2020.
Namun, usai penandatanganan kerja sama, pada sekitar September 2020, PT SMA mensubkontrakkan tugas penyaluran dana KUR tersebut ke perusahaan CV ABB.
Legalitas CV ABB melaksanakan penyaluran dana KUR sesuai subkontrak yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.
Keberadaan CV ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari HKTI NTB yang kini berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kejati NTB gandeng BPKP telusuri kerugian kasus dana KUR Lombok Timur
Kepala Kejati NTB Sungarpin di Mataram, Jumat, memastikan pemeriksaan bersama BPKP ini untuk menelusuri potensi kerugian negara dalam kasus dugaan penyelewengan dana KUR tersebut.
"Kan ada yang dapat, ada yang tidak, ada yang namanya tercantum dalam daftar penerima, tetapi cuma tidak dapat bantuan, itu makanya diperiksa bersama BPKP. Untuk itu (penelusuran potensi kerugian negara)," kata Sungarpin.
Ia mengatakan pemeriksaan para petani yang terdaftar dalam data penerima dana KUR ini sudah berjalan sejak Senin (22/8) di Kantor Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.
"Jadi, masih berjalan di lokasi karena itu kan banyak penerima, 789 orang, dari Lombok Timur dan Lombok Tengah," ujarnya.
Dengan progres penanganan demikian, Sungarpin memastikan pihaknya belum mengantongi kerugian negara. Namun, penyidik sudah mengantongi potensi kerugian negara berdasarkan hasil hitung mandiri yang jumlahnya mencapai Rp29,95 miliar.
Potensi kerugian muncul dari dana yang diterima sebagian, ada yang fiktif, ada juga yang terima dalam bentuk alat pertanian, tetapi tidak sesuai fungsi.
Hasil hitung mandiri tersebut yang kemudian menjadi alat bukti penguat penyidik dalam penetapan dua orang tersangka berinisial AM dan IR. Tersangka AM adalah salah satu mantan petinggi bank pelat merah penyalur dana KUR, sedangkan IR dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB.
Dalam rangkaian penyidikan, jaksa sudah memeriksa sejumlah pihak terkait, di antaranya dari pengurus HKTI NTB, termasuk Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi sebagai ketuanya.
Selain dari pihak HKTI, saksi yang pernah hadir ke hadapan penyidik berasal dari petinggi bank yang memfasilitasi penyaluran bantuan dalam bentuk dana. Kemudian dari CV ABB, perusahaan yang memberikan pendampingan kepada penerima dari kalangan kelompok tani dalam mengelola dana bantuan.
Dari kasus ini terdapat peran PT SMA yang kali pertama melakukan kerja sama dengan PT BNI dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok dengan jumlah penerima sebanyak 789 orang. Kerja sama tersebut tertuang dalam surat perjanjian Nomor: Mta/01/PKS/001/2020.
Namun, usai penandatanganan kerja sama, pada sekitar September 2020, PT SMA mensubkontrakkan tugas penyaluran dana KUR tersebut ke perusahaan CV ABB.
Legalitas CV ABB melaksanakan penyaluran dana KUR sesuai subkontrak yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.
Keberadaan CV ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari HKTI NTB yang kini berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kejati NTB gandeng BPKP telusuri kerugian kasus dana KUR Lombok Timur