Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Sungarpin menegaskan bahwa pihaknya sudah meminta klarifikasi Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri terkait adanya dugaan menerima aliran dana korupsi dari pengelolaan anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya.
"Jadi, internal kami dan eksternal, sudah kami minta klarifikasi. Tentu, itu (Bupati Lombok Tengah) juga sudah kami klarifikasi," kata Sungarpin di Mataram, Jumat.
Bahkan, dia mengungkapkan hasil klarifikasi para pihak yang diduga menikmati dana korupsi anggaran BLUD sudah dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Sungarpin menegaskan hasil klarifikasi ini dilaporkan oleh tim pengawasan sesuai standar operasi penanganan perkara kejaksaan. "Ya, seperti kalau ada penanganan di kejari, itu dilaporkan ke kejati. Kalau kejati, ya, ke Kejagung," ujarnya.
Terkait apa yang menjadi hasil klarifikasi tersebut, Sungarpin memilih untuk tidak menyampaikan ke publik karena alasan teknis penanganan."Yang pasti, sudah dilaporkan ke Kejagung. Ini loh temuan kami, mohon petunjuk," ucap dia.
Penelusuran jaksa terkait dugaan Bupati Lombok Tengah menerima aliran dana korupsi ini berawal dari adanya pernyataan langsung Direktur RSUD Praya dr. Muzakir Langkir yang ikut terseret sebagai salah seorang tersangka kasus penyimpangan dalam pengelolaan dana BLUD Tahun Anggaran 2017-2020.
Selain bupati, dokter Muzakir juga menyebut aliran dana korupsi BLUD masuk ke kantong Wakil Bupati Lombok Tengah, sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD), dan Korps Adhyaksa di Kabupaten Lombok Tengah, saat HUT Adhyaksa Tahun 2022.
Dokter Muzakir menyampaikan hal tersebut ketika hendak menjalani penahanan jaksa bersama dua tersangka lainnya, Rabu (24/8) lalu. Dalam kasus dugaan korupsi dana BLUD periode 2017-2020, dokter Muzakir ditetapkan sebagai tersangka bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) RSUD Praya periode 2016-2022, berinisial AS, dan Bendahara RSUD Praya periode 2017-2022, berinisial BPA.
Baca juga: BPJAMSOSTEK NTB menjadikan Harpelnas 2022 momentum untuk refleksi
Baca juga: Menko Muhajir mendorong UIN Mataram jadi pelopor Indonesia Emas 2045
Berdasarkan hasil penyidikan, muncul kerugian negara dari penghitungan Inspektorat Lombok Tengah dengan nilai sedikitnya Rp1,88 miliar. Kerugian tersebut muncul dalam pengelolaan dana BLUD RSUD Praya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salah satu item pekerjaan berkaitan dengan pengadaan makanan kering dan makanan basah. Nilai kerugian untuk pekerjaan tersebut sedikitnya mencapai Rp890 juta. Sebagai tersangka, ketiga pejabat RSUD Praya tersebut dikenakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Juncto Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 54 ayat 1 Ke-1 KUHP.
"Jadi, internal kami dan eksternal, sudah kami minta klarifikasi. Tentu, itu (Bupati Lombok Tengah) juga sudah kami klarifikasi," kata Sungarpin di Mataram, Jumat.
Bahkan, dia mengungkapkan hasil klarifikasi para pihak yang diduga menikmati dana korupsi anggaran BLUD sudah dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Sungarpin menegaskan hasil klarifikasi ini dilaporkan oleh tim pengawasan sesuai standar operasi penanganan perkara kejaksaan. "Ya, seperti kalau ada penanganan di kejari, itu dilaporkan ke kejati. Kalau kejati, ya, ke Kejagung," ujarnya.
Terkait apa yang menjadi hasil klarifikasi tersebut, Sungarpin memilih untuk tidak menyampaikan ke publik karena alasan teknis penanganan."Yang pasti, sudah dilaporkan ke Kejagung. Ini loh temuan kami, mohon petunjuk," ucap dia.
Penelusuran jaksa terkait dugaan Bupati Lombok Tengah menerima aliran dana korupsi ini berawal dari adanya pernyataan langsung Direktur RSUD Praya dr. Muzakir Langkir yang ikut terseret sebagai salah seorang tersangka kasus penyimpangan dalam pengelolaan dana BLUD Tahun Anggaran 2017-2020.
Selain bupati, dokter Muzakir juga menyebut aliran dana korupsi BLUD masuk ke kantong Wakil Bupati Lombok Tengah, sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD), dan Korps Adhyaksa di Kabupaten Lombok Tengah, saat HUT Adhyaksa Tahun 2022.
Dokter Muzakir menyampaikan hal tersebut ketika hendak menjalani penahanan jaksa bersama dua tersangka lainnya, Rabu (24/8) lalu. Dalam kasus dugaan korupsi dana BLUD periode 2017-2020, dokter Muzakir ditetapkan sebagai tersangka bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) RSUD Praya periode 2016-2022, berinisial AS, dan Bendahara RSUD Praya periode 2017-2022, berinisial BPA.
Baca juga: BPJAMSOSTEK NTB menjadikan Harpelnas 2022 momentum untuk refleksi
Baca juga: Menko Muhajir mendorong UIN Mataram jadi pelopor Indonesia Emas 2045
Berdasarkan hasil penyidikan, muncul kerugian negara dari penghitungan Inspektorat Lombok Tengah dengan nilai sedikitnya Rp1,88 miliar. Kerugian tersebut muncul dalam pengelolaan dana BLUD RSUD Praya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salah satu item pekerjaan berkaitan dengan pengadaan makanan kering dan makanan basah. Nilai kerugian untuk pekerjaan tersebut sedikitnya mencapai Rp890 juta. Sebagai tersangka, ketiga pejabat RSUD Praya tersebut dikenakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Juncto Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 54 ayat 1 Ke-1 KUHP.