Mataram (ANTARA) - Aparat Kepolisian Resor Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, mendapatkan nilai kerugian negara kasus dugaan korupsi proyek pembangunan sumur bor bertenaga surya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lombok Utara Ajun Komisaris Polisi (AKP) I Made Sukadana di Mataram, Rabu, mengungkapkan nilai kerugian negara tersebut didapatkan dari hasil audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
"Jadi, ada didapatkan kerugian negara dari kasus ini. Itu dari hasil audit investigasi BPKP, nilainya Rp455 juta," kata Sukadana.
Terkait dengan asal nilai kerugian negara tersebut, dia memilih tidak menyampaikan ke publik karena alasan kasus ini masih dalam proses penyelidikan.
"Itu materi kami, belum bisa kami sampaikan, karena masih penyelidikan," ujarnya.
Sukadana memastikan penanganan kasus yang sudah masuk sejak tahun 2017 tersebut, kini menjadi atensi penyelesaian perkara Polres Lombok Utara di tahun 2022.
Terakhir, kata dia, pihaknya sudah melakukan gelar perkara di Polda NTB. Hasil gelar meminta pihaknya untuk menguatkan alat bukti yang mengarah pada indikasi perbuatan melawan hukum (PMH).
"Memang beberapa hari lalu kami gelar perkara di Polda NTB. Hasilnya, masih terdapat kekurangan (materi) yang harus dilengkapi lagi. Itu diminta agar bisa segera ditingkatkan dari lidik ke sidik," ucap dia.
Kasus yang masuk ke Polres Lombok Utara ini datang dari kelompok masyarakat. Dalam laporan tertuang adanya dugaan proyek tersebut mangkrak atau dengan kata lain tidak dapat dimanfaatkan oleh petani.
Selain dugaan mangkrak, dugaan lain muncul terkait pemalsuan dokumen dalam pekerjaan proyek.
Ada tiga titik pekerjaan yang datang dari Dinas Pertanian Lombok Utara tersebut. Lokasinya berada di Kecamatan Pemenang dan Tanjung. Proyek itu menelan dana APBD Tahun 2016.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lombok Utara Ajun Komisaris Polisi (AKP) I Made Sukadana di Mataram, Rabu, mengungkapkan nilai kerugian negara tersebut didapatkan dari hasil audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
"Jadi, ada didapatkan kerugian negara dari kasus ini. Itu dari hasil audit investigasi BPKP, nilainya Rp455 juta," kata Sukadana.
Terkait dengan asal nilai kerugian negara tersebut, dia memilih tidak menyampaikan ke publik karena alasan kasus ini masih dalam proses penyelidikan.
"Itu materi kami, belum bisa kami sampaikan, karena masih penyelidikan," ujarnya.
Sukadana memastikan penanganan kasus yang sudah masuk sejak tahun 2017 tersebut, kini menjadi atensi penyelesaian perkara Polres Lombok Utara di tahun 2022.
Terakhir, kata dia, pihaknya sudah melakukan gelar perkara di Polda NTB. Hasil gelar meminta pihaknya untuk menguatkan alat bukti yang mengarah pada indikasi perbuatan melawan hukum (PMH).
"Memang beberapa hari lalu kami gelar perkara di Polda NTB. Hasilnya, masih terdapat kekurangan (materi) yang harus dilengkapi lagi. Itu diminta agar bisa segera ditingkatkan dari lidik ke sidik," ucap dia.
Kasus yang masuk ke Polres Lombok Utara ini datang dari kelompok masyarakat. Dalam laporan tertuang adanya dugaan proyek tersebut mangkrak atau dengan kata lain tidak dapat dimanfaatkan oleh petani.
Selain dugaan mangkrak, dugaan lain muncul terkait pemalsuan dokumen dalam pekerjaan proyek.
Ada tiga titik pekerjaan yang datang dari Dinas Pertanian Lombok Utara tersebut. Lokasinya berada di Kecamatan Pemenang dan Tanjung. Proyek itu menelan dana APBD Tahun 2016.