Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) akhirnya mencabut Instruksi Gubernur Nomor 050.13/01/KUM Tahun 2022 tentang Optimalisasi Posyandu Keluarga Dalam Percepatan Penurunan Stunting di wilayah itu, setelah menuai kontroversi.
"Saya tegaskan mulai hari ini (Rabu, Red) Instruksi Gubernur NTB itu sudah dicabut," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB Iswandi, di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan dengan dicabutnya Instruksi Gubernur tersebut, maka sifatnya menjadi hanya imbauan saja sehingga tidak memerlukan dasar hukum dalam bentuk Instruksi Gubernur. Termasuk, kewajiban Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov NTB untuk menjadi orangtua asuh dengan menyediakan dukungan anggaran bagi anak stunting berupa pemenuhan kebutuhan hewani sebesar Rp500 ribu per orang yang diambil dari dana Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang kemudian menuai kontroversi di tengah masyarakat.
"Jadi, pola orangtua asuh dalam rangka gerakan masyarakat itu bukan lagi instruksi sifatnya, tapi lebih kepada imbauan saja. Makanya sekarang instruksi itu sudah tidak berlaku lagi. Tetapi meski dicabut, gerakan orangtua asuh itu tetap berjalan dan tidak ada pemotongan gaji," ujarnya.
Ditanya apakah pencabutan tersebut karena banyaknya penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat dan ASN, Iswandi menegaskan bukan karena banyak penolakan melainkan Instruksi Gubernur tersebut baru dalam tahapan persiapan.
"Jadi, belum ada pelaksanaan di lapangan. Tidak ada kata-kata dalam instruksi itu mewajibkan kepada ASN untuk pemotongan TPP itu. Makannya banyak masukan dan saran bahwa partisipasi masyarakat itu bisa digalang melalui imbauan-imbauan saja," kata Iswandi.
Mantan Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB ini mengakui adanya penggalangan dana kepada kepada ASN/PNS untuk menjadi orangtua asuh dengan menyediakan dukungan anggaran sebesar Rp500 ribu per orang, murni berdasarkan inisiatifnya pribadinya yang mengusulkan, bukan atas dasar perintah Gubernur NTB Zulkieflimansyah atau Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalilah.
"Itu inisiatif dari saya sendiri. Tidak ada perintah Gubernur atau Wakil Gubernur. Dasar kami ada niat baik bahwa ASN perlu menyumbang, tapi sebetulnya bukan wajib," ujar Iswandi di hadapan wartawan.
"Tetapi yang ada setiap anak bayi stunting diharapkan mendapat bantuan senilai Rp500 ribu per anak. Tapi ternyata ini ditafsirkan keliru bahwa PNS diharuskan menyumbang Rp500 ribu," ujarnya lagi.
Meski Instruksi Gubernur NTB dicabut, namun upaya-upaya terhadap penanganan stunting di NTB tidak akan berhenti melainkan akan terus digalakkan. Hal ini sesuai dengan komitmen Pemprov NTB menurunkan angka stunting 14 persen di tahun 2024 sesuai dengan target nasional.
"Upaya akan terus dilakukan. Tetapi dengan tidak menimbulkan resistensi dari pihak mana pun. Karena target kami menurunkan stunting ini harus 14 persen di tahun 2024. Ini sesuai dengan target nasional," katanya pula.
Selama ini dikatakan Iswandi, sumber pendanaan stunting berasal dari APBD maupun dari APBN dari pemerintah pusat. Akan tetapi anggaran tersebut dirasa belum cukup untuk menurunkan angka stunting di NTB, sehingga perlu dana dari pihak lain. Apalagi secara nasional NTB berada di urutan kedua tertinggi kasus stunting di Indonesia.
"Kita ini termasuk 12 provinsi di Indonesia yang harus melakukan percepatan penurunan stunting oleh pemerintah pusat," katanya pula.
Gubernur NTB, Zulkieflimansyah saat menjawab sejumlah kritikan masyarakat di salah satu group WhatsApp, menegaskan bahwa usulan itu memang ada dari Bappeda, tapi sudah direvisi menjadi sukarela. Bahkan, Gubernur sudah meminta instruksi tersebut dicabut.
"Nggak ada pembebanan ke ASN perihal penurunan stunting. Begitu juga nulis surat pribadi ke ketua dewan. Usulan awal dari Bappeda memang ada, tapi sudah direvisi sukarela saja," katanya pula.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemprov cabut Intruksi Gubernur NTB setelah menuai kontroversi
"Saya tegaskan mulai hari ini (Rabu, Red) Instruksi Gubernur NTB itu sudah dicabut," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB Iswandi, di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan dengan dicabutnya Instruksi Gubernur tersebut, maka sifatnya menjadi hanya imbauan saja sehingga tidak memerlukan dasar hukum dalam bentuk Instruksi Gubernur. Termasuk, kewajiban Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov NTB untuk menjadi orangtua asuh dengan menyediakan dukungan anggaran bagi anak stunting berupa pemenuhan kebutuhan hewani sebesar Rp500 ribu per orang yang diambil dari dana Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang kemudian menuai kontroversi di tengah masyarakat.
"Jadi, pola orangtua asuh dalam rangka gerakan masyarakat itu bukan lagi instruksi sifatnya, tapi lebih kepada imbauan saja. Makanya sekarang instruksi itu sudah tidak berlaku lagi. Tetapi meski dicabut, gerakan orangtua asuh itu tetap berjalan dan tidak ada pemotongan gaji," ujarnya.
Ditanya apakah pencabutan tersebut karena banyaknya penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat dan ASN, Iswandi menegaskan bukan karena banyak penolakan melainkan Instruksi Gubernur tersebut baru dalam tahapan persiapan.
"Jadi, belum ada pelaksanaan di lapangan. Tidak ada kata-kata dalam instruksi itu mewajibkan kepada ASN untuk pemotongan TPP itu. Makannya banyak masukan dan saran bahwa partisipasi masyarakat itu bisa digalang melalui imbauan-imbauan saja," kata Iswandi.
Mantan Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB ini mengakui adanya penggalangan dana kepada kepada ASN/PNS untuk menjadi orangtua asuh dengan menyediakan dukungan anggaran sebesar Rp500 ribu per orang, murni berdasarkan inisiatifnya pribadinya yang mengusulkan, bukan atas dasar perintah Gubernur NTB Zulkieflimansyah atau Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalilah.
"Itu inisiatif dari saya sendiri. Tidak ada perintah Gubernur atau Wakil Gubernur. Dasar kami ada niat baik bahwa ASN perlu menyumbang, tapi sebetulnya bukan wajib," ujar Iswandi di hadapan wartawan.
"Tetapi yang ada setiap anak bayi stunting diharapkan mendapat bantuan senilai Rp500 ribu per anak. Tapi ternyata ini ditafsirkan keliru bahwa PNS diharuskan menyumbang Rp500 ribu," ujarnya lagi.
Meski Instruksi Gubernur NTB dicabut, namun upaya-upaya terhadap penanganan stunting di NTB tidak akan berhenti melainkan akan terus digalakkan. Hal ini sesuai dengan komitmen Pemprov NTB menurunkan angka stunting 14 persen di tahun 2024 sesuai dengan target nasional.
"Upaya akan terus dilakukan. Tetapi dengan tidak menimbulkan resistensi dari pihak mana pun. Karena target kami menurunkan stunting ini harus 14 persen di tahun 2024. Ini sesuai dengan target nasional," katanya pula.
Selama ini dikatakan Iswandi, sumber pendanaan stunting berasal dari APBD maupun dari APBN dari pemerintah pusat. Akan tetapi anggaran tersebut dirasa belum cukup untuk menurunkan angka stunting di NTB, sehingga perlu dana dari pihak lain. Apalagi secara nasional NTB berada di urutan kedua tertinggi kasus stunting di Indonesia.
"Kita ini termasuk 12 provinsi di Indonesia yang harus melakukan percepatan penurunan stunting oleh pemerintah pusat," katanya pula.
Gubernur NTB, Zulkieflimansyah saat menjawab sejumlah kritikan masyarakat di salah satu group WhatsApp, menegaskan bahwa usulan itu memang ada dari Bappeda, tapi sudah direvisi menjadi sukarela. Bahkan, Gubernur sudah meminta instruksi tersebut dicabut.
"Nggak ada pembebanan ke ASN perihal penurunan stunting. Begitu juga nulis surat pribadi ke ketua dewan. Usulan awal dari Bappeda memang ada, tapi sudah direvisi sukarela saja," katanya pula.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemprov cabut Intruksi Gubernur NTB setelah menuai kontroversi