Mataram (ANTARA) - Ramai baik di medsos, berbagai media online dan media cetak, bahwa instruksi Gubernur Nusa Tenggara Barat yang berisikan pemotongan TPP ASN.

Instruksi Gubernur Nomor 050-13/01/KUM Tahun 2022 tertanggal 1 September 2020 sesungguhnya adalah Instruksi tentang Optimalisasi Posyandu Keluarga Dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting  di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Saya mencoba memutar balik isi instruksi tersebut, berulang kali dari atas ke bawah, bawah ke atas, tidak ada satu pun saya temukan adanya diktum yang mengatur pemotongan TPP ASN.

Bahkan tidak ada satu kata pun apa lagi kalimat yang menyatakan atau menyebutkan bahwa dalam rangka percepatan penurunan stunting di Provinsi NTB maka perlu orang tua asuh dari ASN Provinsi NTB yang masing-masing orang tua asuh menyiapkan dana Rp500.000/orang tua asuh. Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dana nya didapatkan dari Pemotongan TPP ASN.

Informasi yang beredar di publik sesungguhnya kurang lengkap dan cenderung bias sehingga menjadi sensitif, karena bisa jadi orang melihat dari kacamata yang berbeda, sehingga publik akhirnya mendapatkan informasi yang salah baik dari medsos maupun media online dan media cetak yang seolah-olah ada bagian dari isi instruksi yang mewajibkan pemotongan TPP ASN.

Saya menemukan pada poin kedua pada instruksi tersebut ada Diktum yang mengatur terkait orang tua asuh, dengan bunyi lengkap sebagai berikut, Khusus kepada orang tua asuh untuk:

a. Melaksanakan gerakan bersama pemberian protein hewani (telur) bagi sasaran stunting dan keluarga beresiko stunting yang dilakukan setiap hari sebanyak 1-2 telur selama 3-5 bulan;
b. Menyediakan dukungan anggaran bagi anak stunting, berupa pemenuhan protein hewani sejumlah Rp500.000/orang tua asuh untuk pengadaan telur atau sumber protein hewani lainnya.

Dari diktum yang mengatur tentang orang tua asuh tersebut,  siapapun bisa membaca dan memaknai nya dengan mudah, bahwa tidak ada menyebutkan atau tidak ada Instruksi yang mewajibkan ASN untuk menjadi orang tua asuh, apa lagi memotong TPP ASN menjadi dukungan anggaran sebagai orang tua asuh untuk pemenuhan pengadaan protein hewani. Sekali lagi Pemotongan TPP ASN tidak ada dalam Instruksi Guebernur. 

Instruksi ini kalau dilihat, dibaca dan dicerna dengan baik sesungguhnya mengajak semua pihak untuk bisa menjadi orang tua asuh dalam ikhtiar menurunkan angka stunting di NTB dan sifatnya sukarela, tidak mengikat dan memiliki tujuan mulia bagi generasi masa depan daerah ini yang Gemilang.

Seharusnya tidak ada perdebatan dan bahkan instruksi ini tidak perlu dicabut namun perlu perbaikan terhadap beberapa substansi yang mengatur keterlibatan berbagai pihak, terkait dengan tata cara dan formulasi sebagai orang tua asuh.

Riuh, ramai adanya pemotongan TPP ASN yang berpijak pada Instruksi Gubernur, sesungguhnya hal yang tidak perlu, karena baru pada tafsir, apakah diktum pada poin kedua Instruksi yang mengatur terkait orang tua asuh, memungkinkan para ASN untuk menjadi orang tua asuh dengan cara mempergunakan TPP nya.

Dan pada senyatanya belum ada yang melakukan pemotongan dan belum pula ada yang menyepakati ataupun juga setuju dengan pola tersebut. Karena kembali pada substansi yang ada, bahwa memang di Instruksi Gubernur tersebut tidak ada yang mengatur tentang kewajiban ASN sebagai orang tua asuh dan juga Potong TPP.

Akhirnya ibarat mau turun hujan, suara petir besar menyambar namun hujan yang turun hanya rintik gerimis membasahi debu. Ramai, riuh potong TPP, protein hewani belum terbeli, telur untuk anak stunting masih menanti, meminta kita untuk menghentikan perdebatan untuk menemukan maknawi yang lebih bermanfaat bagi penurunan stunting di NTB. (*) 

Dr. AKA

Pewarta : Dr AKA
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024