Mataram (ANTARA) - Lahan transmigrasi seluas 328 hektare di Desa Sukadamai, Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) diduga bagian dari kawasan hutan dan saat ini sedang dalam proses penyelesaian.

     Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB Mokhlis, di Mataram, mengatakan pihaknya saat ini masih berupaya menyelesaikan polemik lahan transmigrasi tersebut bersama Dinas Kehutanan Provinsi NTB dan Kabupaten Dompu serta badan Pertanahan Nasional (BPN).

     "Kami terus berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan mengenai penyelesaian seluas 328 hektare lahan garapan para transmigran yang dinyatakan sebagai kawasan hutan," katanya.

     Ia mengatakan, lahan seluas 328 hektare tersebut merupakan bagian dari lahan transmigrasi seluas 555 hektare yang diberikan kepada 555 kepala keluarga yang ditempatkan di Desa Sukadamai, namun lahan seluas 227 sudah jelas bukan kawasan hutan.

     Seluruh lahan garapan yang dikelola para transmigran sejak 1982 sudah memiliki sertifikat  hak milik yang dikeluarkan oleh BPN Kabupaten Dompu.

     Menurut Mokhlis, upaya untuk mengetahui kebenaran bahwa lahan yang ditempati para transmigran adalah bagian dari kawasan hutan, yakni dengan melakukan pemetaan ulang.

     Dengan pemetaan ulang, kata dia, bisa diketahui apakah pal batas hutan yang ada pernah digeser oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

     "Kalau memang terbukti lahan itu kawasan hutan. Kami berharap ada penyelesaian terbaik, seperti memindahkan lokasi hutan ke tempat lain, tentunya dengan persetujuan Gubernur NTB dan dari Kementerian Kehutanan. Lahannya pengganti disediakan Pemerintah Kabupaten Dompu," ujarnya.

     Ia mengatakan, kasus sengketa lahan sering mencuat setelah para transmigran menempati dan mengelola lahan tersebut sehingga bisa merugikan para transmigran.

     Mokhlis mencontohkan, kasus sengketa lahan di Unit Pemukiman Transmigrasi Jeringo, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur. Lahan transmigrasi itu diakui oleh masyarakat sebagai tanah miliknya dengan bukti-bukti sertifikat kepemilikan tanah.

     Sejumlah warga mengklaim lahan seluas 195 hektar yang merupakan bagian dari 240 hektare lahan yang dikelola para transmigran adalah milik mereka dengan menunjukkan bukti berupa 70 sertifikat hak milik yang diterbitkan BPN Kabupaten Lombok Timur

     Namun, kasus itu akhirnya bisa diselesaikan secara bijaksana oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dengan masyarakat yang mengaku sebagai pemilik lahan.

     "Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sudah menyelesaikan persoalan itu. Semuanya sudah beres. Para transmigran juga sudah merasa aman dalam mengelola lahannya," katanya. (*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024