Mataram (ANTARA) - Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa saksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pejabat Pemerintah Kota Bima di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat, Selasa.

Kepala BPKP Perwakilan NTB Ilham Nurhidayat di Mataram, membenarkan perihal pemeriksaan saksi kasus korupsi oleh penyidik KPK di kantornya. "Iya, kami hanya sediakan tempat saja," kata Ilham.

Terkait dengan materi pemeriksaan, Ilham menolak untuk berkomentar. Dia menegaskan hal tersebut di luar ranah BPKP NTB. "Saya tidak tahu pemeriksaan mengenai apa," ujarnya.

Ia pun menolak untuk mengomentari ruangan mana saja dan hingga kapan kegiatan penyidik KPK melakukan pemeriksaan saksi di Kantor BPKP NTB, Jalan Majapahit, Kota Mataram.

"Yang pasti, kami memfasilitasi sepanjang itu kebutuhan dari KPK," ucapnya.

Namun, munculnya informasi kasus yang berkaitan dengan dugaan suap dan gratifikasi pejabat Pemkot Bima ini terungkap dari pengakuan sejumlah saksi yang datang memenuhi panggilan penyidik KPK di Kantor BPKP NTB.

Seorang di antaranya berinisial LA. Pria tersebut datang sekitar pukul 12.30 Wita bersama dua orang pendamping. Kepada petugas keamanan, dia mengaku datang untuk memenuhi panggilan penyidik KPK. Dari penelusuran informasi, pria berinisial LA tersebut diduga makelar proyek di Kota Bima.

Tidak lama, keluar dari Kantor BPKP NTB seorang pria yang mengaku dirinya berprofesi sebagai kontraktor. Meskipun enggan mengungkap identitas diri, dia mengakui telah memberikan keterangan kepada penyidik KPK. "Iya, tadi hanya ditanya-tanya saja," ujar pria tersebut.

Dalam pertemuan dengan penyidik KPK, dia mengaku telah menyerahkan dokumen. Terkait dengan materi dari dokumen tersebut, dia memilih untuk tidak menjelaskan ke publik. "Yang jelas, sudah ada data yang saya serahkan," ucapnya.

Saat menyinggung soal materi pemeriksaan dirinya perihal kasus dugaan suap dan gratifikasi pejabat Pemkot Bima, dia menolak untuk berkomentar. "Nanti saja, ya. Cukup, ya," katanya langsung bergegas masuk ke dalam kendaraan roda empat.

Satu lagi saksi yang hadir dengan perwakilan kuasa hukum. Saksi tersebut mewakili perusahaan kontraktor berinisial SIR. Pria yang mengaku sebagai kuasa hukum perusahaan kontraktor itu bernama Apriadi Heru. Dalam keterangan, Heru mengaku kliennya tidak bisa memenuhi panggilan penyidik KPK karena sedang menjalani ibadah umrah. "Jadi, saya hanya menyampaikan permakluman kepada penyidik karena klien saya umrah," ujar Heru.

Ia meminta penyidik KPK untuk mengubah jadwal pemeriksaan pada hari Kamis (13/10). Perusahaan kontraktor berinisial SIR itu masuk dalam daftar panggilan pemeriksaan penyidik KPK terkait dengan dugaan suap dalam pekerjaan proyek lampu jalan sedikitnya Rp977 juta.

Selain PT SIR, ada juga CV RJK. Perusahaan tersebut diduga sebagai pihak yang menyetorkan uang suap ke pihak kerabat seorang pejabat di Pemkot Bima. Setoran suap yang tersebar dalam pesan berantai melalui media sosial itu berkaitan dengan adanya bukti transaksi pada bulan September 2019. Nilainya sebesar Rp500 juta, Rp100 juta, dan Rp625 juta.

Untuk CV RJK ini kabarnya mengerjakan proyek pelebaran jalan Nungga-Toloweri CS di Kota Bima dengan nilai kontrak Rp6,75 miliar dan pengerjaan jalan di Lingkungan Perumahan Oi Fo'o, Kota Bima, dengan nilai kontrak Rp10,22 miliar.

Baca juga: Ketua KPK mengingatkan pentingnya integritas keluarga cegah korupsi
Baca juga: KPK beri perhatian besar terhadap isu peran profesional hukum di ACWG

Ada lagi muncul PT BLS yang kabarnya mengerjakan proyek pengadaan listrik dan PJU di wilayah Oi Fo'o Dua, Kota Bima dengan nilai kontrak Rp1,18 miliar. Selanjutnya, CV IBM yang mengerjakan instalasi sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kelurahan Pane, Kota Bima, dengan nilai kontrak Rp286,9 juta. Terakhir, CV CB mengerjakan lampu jalan di Kota Bima dengan nilai kontrak Rp1,43 miliar. Turut terungkap bahwa KPK memeriksa saksi di NTB ini terkait dengan adanya dugaan suap dan gratifikasi yang mengalir ke pejabat Pemkot Bima.

Aliran suap tersebut bersumber dari 37 paket proyek di Kota Bima. Muncul indikasi di kalangan penyidik KPK bahwa aliran suap itu menyentuh nilai Rp32 miliar yang terjadi sejak pekerjaan proyek pada tahun 2018.

 

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024