Jakarta (ANTARA) - Dokter optometri dan praktisi vision therapy dari VIO Optical Clinic Andri Agus Syah OD FPCO FAAO mengingatkan para orang tua mewaspadai kebutaan pada anak. “Tingkat kebutaan di antara anak-anak di Indonesia sudah mencapai empat persen atau setara dengan 1.4 juta orang. Jika diakumulasikan, tingkat kebutaan di Indonesia adalah 3 juta orang atau 1,5 persen dari populasi. Di mana ada satu orang yang mengalami kebutaan setiap menitnya di negara ini,” ujar Andri di Jakarta, Minggu.
 

Dia menambahkan, tingkat kebutaan yang terbilang tinggi di Indonesia bisa disebabkan karena masyarakat kurang perhatian dengan masalah kesehatan mata yang dialami. “Masyarakat perlu tahu bahwa banyak gangguan pada mata yang bisa menurunkan fungsi penglihatan bahkan sampai memicu kebutaan," kata dia.

Beberapa gangguan mata yang memicu yang dapat memicu kebutaan di antaranya mata minus dan silinder yang tinggi yang terjadi akibat bentuk kornea mata seseorang yang tidak beraturan sehingga penglihatan orang yang mengalaminya menjadi buram. Kondisi ini bisa terjadi karena faktor keturunan, kebiasaan buruk seperti membaca terlalu dekat, atau fenomena Myopia Booming akibat intensitas penggunaan gawai selama pandemi.
 

“Semakin tinggi ukuran mata minus atau silindernya maka risikonya semakin besar untuk mengalami penyakit ablasi retina yang bisa berujung kebutaan," katanya.

Berikutnya ablasi retina, yang mana mata seseorang bisa lepas dan memicu kebutaan secara permanen. Risikonya meningkat seiring bertambahnya usia, namun tak tertutup kemungkinan menimpa orang muda. Selanjutnya, keratokonus yakni kondisi kornea yang semakin menipis dan memiliki bentuk seperti mengerucut. Selanjutnya katarak, yang merupakan yang ditandai dengan lensa mata yang menjadi keruh hingga membuat penglihatan nampak tidak jelas. Kondisi ini seringkali disebabkan oleh penuaan, namun bisa juga dialami oleh anak-anak yang terlahir dengan katarak.
 

Berikutnya, glaukoma yang merupakan penyakit yang terjadi akibat rusaknya saraf mata dan tingginya tekanan bola mata seseorang. Seseorang yang mengalami glaukoma, lapan pandangnya menjadi sempit karena penyakit satu ini menyerang penglihatan tepi Berikutnya degenerasi makula yang menyebabkan hilangnya pusat penglihatan seseorang. Selanjutnya, retinopati diabetik yang rentan dialami penyintas diabetes.

Kemudian retinitis pigmentosa yang mana juga dapat menjadi salah satu penyebab kebutaan. Meskipun prosesnya berlangsung lambat namun berlangsung secara progresif pada keseluruhan penglihatan. Kebanyakan orang mengalami retinitis pigmentosa adalah hasil dari faktor keturunan atau diwarisi dari orang tuanya.

Baca juga: "Budaya ngopi" di mata Islam
Baca juga: YBM PLN NTB kembali gelar operasi katarak gratis untuk kaum dhuafa

“Penting sekali untuk selalu melakukan pemeriksaan mata secara rutin untuk bisa mendeteksi penyakit-penyakit yang bisa membahayakan mata. Dengan melakukan pemeriksaan dapat mencegah kebutaan,” kata spesialis mata dr Vega Casalita SpM.


 


Pewarta : Indriani
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024