Yogyakarta (ANTARA) - Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman kembali menggelar pameran batik bertempat di Taman Pintar Yogyakarta, 28 Oktober-3 November, sebagai salah satu upaya memberikan edukasi ke masyarakat tentang filosofi batik dan tata cara pemakaiannya.
“Pameran ini digelar untuk tahun ketiga. Tujuannya supaya masyarakat bisa memberikan apresiasi terhadap batik sebagai warisan budaya serta semakin memahami filosofi setiap motif dan pemakaiannya,” kata Putri Keraton Yogyakarta GKR Bendara di sela pameran bertajuk "Adiwastra Narawita: Kain Indah Sang Raja" di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, Keraton Yogyakarta berusaha menampilkan batik dengan tema berbeda dalam setiap pameran dan pada tahun ini dipilih batik Awisan Ndalem atau batik larangan yaitu motif batik yang penggunaannya terikat dengan aturan-aturan tertentu di Keraton Yogyakarta dan tidak semua orang boleh mengenakannya.
Salah satu jenis batik larangan yang ditampilkan adalah motif parang dengan beragam ukuran, dari mulai parang berukuran besar hingga kecil dengan berbagai tingkatan. Motif batik tersebut memiliki filosofi sebagai sebuah tangga untuk mencapai kemurnian diri sehingga setiap orang harus memiliki hati yang murni saat mengenakannya.
Sedangkan motif kawung memiliki filosofi perputaran kehidupan yang akan kembali ke titik nol dan kemuliaan yang suci sehingga warna tengah batik kawung adalah putih. Batik larangan tersebut tidak boleh dikenakan saat masyarakat berwisata ke kompleks Keraton Yogyakarta atau mengikuti berbagai hajad dalem yang digelar keraton. “Kami sudah menerbitken e-book yang bisa diakses melalui laman Keraton Yogyakarta berisi motif batik yang masuk sebagai batik larangan atau batik Awisan Dalem,” katanya.
Sementara itu, GKBRAA Paku Alam atau Gusti Putri menyebut, pameran tersebut merupakan upaya untuk meneguhkan status DIY sebagai Kota Batik Dunia yang disandang sejak 2014. “Predikat ini tidak kekal, harus terus dipertahankan dengan berbagai upaya. Pameran ini menjadi salah satu upaya pelestarian dan edukasi batik ke masyarakat,” katanya.
Baca juga: Batik Sasambo karya siswa SMKN 5 Mataram menembus ke mancanegara
Baca juga: Pengelola batik di Ternate inovasi motif baru
Kadipaten Pakualaman menampilkan batik-batik yang dibuat langsung oleh Gusti Putri khusus untuk Dhaup Ageng atau pernikahan putra sulungnya dengan tema Surya Mulyarja yang merupakan bagian dari batik seri Asthabrata. Motif tersebut merupakan iluminasi tentang Batara Surya dalam naskah Sestradisuhul dan Sestra Ageng Adidarma.
Selain menampilkan 27 koleksi batik, dalam pameran Adiwastra Narawita tersebut juga digelar berbagai kegiatan penunjang seperti membatik, mewiru, dan menulis nama menggunakan aksara Jawa.
“Pameran ini digelar untuk tahun ketiga. Tujuannya supaya masyarakat bisa memberikan apresiasi terhadap batik sebagai warisan budaya serta semakin memahami filosofi setiap motif dan pemakaiannya,” kata Putri Keraton Yogyakarta GKR Bendara di sela pameran bertajuk "Adiwastra Narawita: Kain Indah Sang Raja" di Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, Keraton Yogyakarta berusaha menampilkan batik dengan tema berbeda dalam setiap pameran dan pada tahun ini dipilih batik Awisan Ndalem atau batik larangan yaitu motif batik yang penggunaannya terikat dengan aturan-aturan tertentu di Keraton Yogyakarta dan tidak semua orang boleh mengenakannya.
Salah satu jenis batik larangan yang ditampilkan adalah motif parang dengan beragam ukuran, dari mulai parang berukuran besar hingga kecil dengan berbagai tingkatan. Motif batik tersebut memiliki filosofi sebagai sebuah tangga untuk mencapai kemurnian diri sehingga setiap orang harus memiliki hati yang murni saat mengenakannya.
Sedangkan motif kawung memiliki filosofi perputaran kehidupan yang akan kembali ke titik nol dan kemuliaan yang suci sehingga warna tengah batik kawung adalah putih. Batik larangan tersebut tidak boleh dikenakan saat masyarakat berwisata ke kompleks Keraton Yogyakarta atau mengikuti berbagai hajad dalem yang digelar keraton. “Kami sudah menerbitken e-book yang bisa diakses melalui laman Keraton Yogyakarta berisi motif batik yang masuk sebagai batik larangan atau batik Awisan Dalem,” katanya.
Sementara itu, GKBRAA Paku Alam atau Gusti Putri menyebut, pameran tersebut merupakan upaya untuk meneguhkan status DIY sebagai Kota Batik Dunia yang disandang sejak 2014. “Predikat ini tidak kekal, harus terus dipertahankan dengan berbagai upaya. Pameran ini menjadi salah satu upaya pelestarian dan edukasi batik ke masyarakat,” katanya.
Baca juga: Batik Sasambo karya siswa SMKN 5 Mataram menembus ke mancanegara
Baca juga: Pengelola batik di Ternate inovasi motif baru
Kadipaten Pakualaman menampilkan batik-batik yang dibuat langsung oleh Gusti Putri khusus untuk Dhaup Ageng atau pernikahan putra sulungnya dengan tema Surya Mulyarja yang merupakan bagian dari batik seri Asthabrata. Motif tersebut merupakan iluminasi tentang Batara Surya dalam naskah Sestradisuhul dan Sestra Ageng Adidarma.
Selain menampilkan 27 koleksi batik, dalam pameran Adiwastra Narawita tersebut juga digelar berbagai kegiatan penunjang seperti membatik, mewiru, dan menulis nama menggunakan aksara Jawa.